Apakah masih ada diskriminasi gender pada dunia pertanian?

GIS
Sumber http://kanal24.co.id/

Apakah Masih Ada Diskriminasi Gender Dalam Pertanian?

terkadang masih sering terdengar di telinga kita bawasannya para laki-laki memiliki kewajiban untuk mencari nafkah untuk kebutuhan hidup keluarga. lantas dengan pernyataan tersebut apakah perempuan juga tidak memiliki kesempatan untuk dapat membantu mencukupi kebutuhan keluarga?

Dalam dunia pertaniankeluarga petani lebih sering memanfaatkan sumber daya manusia yang terdapat pada keluarga tersebut untuk melakukan usaha taninya. Baik dari orang tua maupun anak anak juga membantu untuk usaha tani. Pada keluarga petani lebih sering membagi tugas antara pekerjaan yang dapat dilakukan oleh laki-laki dan yang dapat dilakukan juga oleh perempuan. Biasanya pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki yaitu mengolah tanah, menanam, memanen, melakukan perawatan, dan mengankut hasil panen. sedangkan pekerjaan yang dilakukan oleh keluarga perempuan yaitu mempersiapkan bekal, menanam, melakukan perawatan dan pekerjaan yang dianggap ringan. Dalam hal ini diskriminasi gender tidak sepenuhnya ada karena terdapat pembagian pekerjaan yang dianggap lebih tepat untuk dikerjakan oleh laki laki maupun perempuan sehingga perempuan masih bisa membantu untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga.

Selain membantu dalam mencukupi kebutuhan keluarga perempuan juga dapat aktif dalam mengikuti Kelompok Wanita Tani. Dalam KWT ini petani perempuan akan mendapatkan pengalaman dan relasi untuk membantu usaha tani maupun dalam membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Dalam KWT biasanya dilaksanakan pelatihan dan juga sharing mengenai masalah maupun pengalaman di seputan pertanian. Pelatihan dapat berupa pelatihan pembuatan pupuk, membuat kerajinan dengan memanfaatkan limbah bekas, dan pelatihan yang dapat menambah ilmu.

Oleh karena itu diperlukan peran perempuan dalam membangun pertanian di skala rumah tangga maupun skala nasional sehingga dapat membantu untuk pembangunan pertanian secara menyeluruh.

1 Like

Keadilan dan kesetaraan gender pada dunia pertanian sampai sekarang belum tercapai sepenuhnya. Salah satu contoh adalah dalam pembangunan di bidang pertanian. Sampai sekarang bidang pertanian yang sejatinya memasok kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan slogan pemerintahan SBY (revitalisasi pertanian dan pedesaan), masih terkesan hanya retorika belum mengena pada tataran implementasi dan belum banyak disentuh kalangan eksekutif (Santoso, 2008). Bidang ini masih banyak dijumpai kesenjangan/ketidakadilan gender. Minimnya partisipasi perempuan dalam proses pembangunan khususnya bidang pertanian, membuat program-program yang dijalankan kurang dapat memberikan keadilan kepada perempuan. Pengambil kebijakan umumnya telah membuat banyak kebijakan berkaitan dengan partisipasi perempuan dan keadilan gender untuk pelaksanaan program. Akan tetapi di tingkat pelaksana lapangan ada kesulitan untuk mengimplementasikan program secara lebih berpartisipatif dan berkeadilan bagi perempuan (Anonimus, 2007).

Sebagai contoh upah buruh tani perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-laki dalam jenis pekerjaan dan jam kerja yang sama. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa fisik
laki-laki lebih kuat, sehingga dianggap berhak atas upah yang lebih tinggi. Bahkan sering tidak adanya pengakuan terhadap pekerjaan perempuan, terutama di sektor pertanian karena pekerjaan pertanian dianggap sebagai pekerjaan laki-laki. Oleh karena itu, seberat apapun perempuan bekerja di pertanian tetap dianggap sebagai pembantu suami (kepala keluarga) (Arjani, 2006).

Sumber :
Anonimus. 2007, Buku Panduan: Pengintegrasian Gender dalam Program Pertanian, Irigasi dan Perikanan, Tim Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPUK) dan Black & Veatch

Arjani, N.L. 2006. Ketimpangan Gender di Beberapa Bidang Pembangunan http://ejournal.unud.ac.id/

Santoso, P.B. 2008, Pembangunan di Bidang Pertanian, Makalah Seminar Fakultas Ekonomi UNDIP