Apakah manusia bagian dari setan?

setan

“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhannya manusia . Rajanya manusia. Sembahan manusia. dari kejahatan (bisikan) Setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS Surat an Naas: 1-6)

Apakah manusia bagian dari setan?

Sya-i-tha-n” derivatnya dari kata “sya-tha-na” yang bermakna menjauh. Lantaran menjauh dan menjaga jarak dari segala perbuatan baik dan menjauh dari rahmat Tuhan, maka ia dipanggil dengan nama ini.

Setan adalah kata benda jenis yang bersifat umum. Sementara Iblis adalah kata benda khusus dan 'alam. Dengan kata lain, panggilan setan dilekatkan pada segala entitas atau makhluk pengganggu, menyesatkan, penentang, congkak, baik dari golongan manusia atau non-manusia. Iblis adalah nama setan yang telah menipu Nabi Adam dan senantiasa bersama para serdadunya berusaha mengganggu dan menggoda manusia.

Shihah al-Lughah menyebutkan: Setiap makhluk yang sangat susah menerima kebenaran dan hakikat, baik dari golongan manusia atau jin atau dari kalangan hewan maka ia adalah setan.

Dari hal-hal yang digunakan untuk redaksi setan dalam al-Qur’an, juga dapat disimpulkan bahwa setan adalah entitas dan makhluk pengganggu dan merugikan. Sebuah entitas yang terlempar dari jalan lurus dan berada pada tataran untuk menganggu orang lain. Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an: “Innama yurid al-syaitan an yuqi’ bainakum al-adawa wa al-baghdha” (Qs. Al-Maidah [5]:91)

Dalam al-Qur’an, setan tidak disebut sebagai makhluk khusus, melainkan bahkan kepada manusia-manusia jahat dan perusak juga disebut sebagai setan. “Wa kadzalika ja’lna likulli nabi aduwwa syathin al-ins wa al-jin.

Iblis juga disebut sebagai setan lantaran kejahatan dan kerusakan yang terdapat pada dirinya.

Redaksi setan juga disandarkan bahkan kepada mikroba-mikroba. "Jangan engkau inapkan sampah-sampah di rumah kalian. Karena sampah-sampah tersebut merupakan tempat tinggal setan."Karena sampah-sampah merupakan tempat berkumpulnya segala hewan dan serangga pengganggu maka ia disebut sebagai setan (dalam hadis tersebut).

Di samping itu, Allah Swt dalam al-Qur’an pada banyak ayat menyebut orang-orang yang mengikuti hawa nafsu, gemar marah, bersikap angkuh, berlaku munafik, dan sebagainya juga sebagai setan.

Karena itu, setan memiliki makna yang beragam dimana salah satu contoh yang paling nyata dari makna itu adalah Iblis dan serdadunya. Contoh lain dari makna setan ini adalah manusia-manusia perusak dan menyesatkan. Dan juga pada sebagian perkara bermakna mikroba-mikroba pengganggu.

Dengan kata lain, setan dalam makna aslinya nampaknya memiliki makna ajektif; artinya “jahat”. Dalam al-Qur’an disebutkan dengan makna ini. Kecuali yang terkadang berkenaan dengan Iblis dan terkadang bermakna umum pada setiap makhluk jahat dimana kejahatan telah inheren dan menghujam kokoh pada dirinya. Karena itu, boleh jadi setan itu berasal dari golongan jin atau manusia. Dan dari kalangan setan-setan jin yang memiliki kedudukan tertinggi dalam mempraktikkan perbuatan jahat, menyesatkan, menyimpang, paling angkuh adalah Iblis.

Akan tetapi terkait dengan apakah Iblis berasal dari golongan para malaikat atau dari golongan “jin” terdapat perbedaan pendapat:

Secara lahir dari sebagian ayat-ayat al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa Iblis berasal dari golongan para malaikat. “Waidz Qulna lilmalaikah usjudu li Adam fasajadu illa Iblis kana aba wastakbara wa kana minal kafirin.

Pada ayat yang lain disebutkan, ""Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,

Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim." (Qs. Al-Kahf [18]:50)

Dengan demikian Iblis berasal dari golongan jin dan lantaran ia melakukan ibadah selama ribuan tahun, ia berada pada barisan para malaikat dan atas alasan itu ia menjadi obyek wicara dalam ayat tersebut.

Dalam al-Qur’an, kata “Syaitān” baik mengambil bentuk jamak maupun tunggal disebut sebanyak 87 kali dalam 36 surat. Para ulama berbeda pendapat tentang asal kata “Syaitān” dalam dua pendapat.

  • Pertama; kata “Syaitān” berarti jauh, karena setan jauh dari kebenaran atau jauh dari rahmat Allah.
    Kedua; kata “Syaitān” berarti binasa dan terbakar.

Al-Qurtubi sepakat dengan pendapat yang pertama, yaitu bahwa kata setan berasal dari kata syatana yang berarti jauh dari kebaikan atau kebenaran. Setan disebut jauh dari kebenaran karena kesombongan dan kedurhakaannya. Dengan demikian setiap makhluk yang sombong dan durhaka baik dari kalangan jin dan manusia disebut dengan setan.

Di dalam al-Qur’an, sebutan setan mempunyai beberapa pengertian. Namun pada dasarnya semua makna setan yang terkandung dalam al-Qur’an adalah kembali kepada karakter atau sifat yang melekat pada diri seseorang, yaitu karakter buruk, jahat atau kafir. Beberapa arti setan dalam al-Qur’an tersebut, diantaranya adalah:

  • Pertama, setan berarti Tāghūt. Yaitu segala sesuatu yang memalingkan dan menghalangi seseorang dari pengabdiannya kepada Allah dan rasul-Nya. Perkataan taghut ini jelas sekali berarti prinsip kejahatan dan kekafiran. Sebagaimana firman Allah swt. Dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 60, yang artinya:

    “Tidaklah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada Taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Taghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.”

    Dan juga dalam ayat 76:

    “Orang-orang yang beriman, mereka berperang di jalan Allah, dan orang- orang yang kafir berperang di jalan Taghut, maka perangilah kawan- kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.”.

    Ayat di atas menunjukkan setan yang berarti Tāghut, yaitu pemimpin orang-orang kafir atau sindikat kejahatan. Menurut Fazlur Rahman, Tāghut adalah sebuah prinsip kejahatan atau kekafiran. Pada periode Madinah perkataan iblis dan setan dalam bentuk jamaknya sudah tidak disebutkan lagi. Yang lebih sering dipakai kemudian adalah perkataan Tāghut. Dengan demikian Tāghut atau setan adalah merupakan sebuah prinsip kekafiran yang obyektif dari pada yang person. Tetapi ketika berhubungan atau mempengaruhi seseorang atau individu, maka ia mengalami personalisasi menjadi setan.

  • Kedua, setan berarti para pemimpin kejahatan atau kekafiran. Di dalam al-Qur’an orang yang menjadi tokoh jahat disebut setan. Bahkan mereka yang mengikutinya pun disebut juga setan.

    Sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah: 14,yang artinya:

    “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.”.

    Dalam rangkaian ayat tersebut, diterangkan bahwa orang- orang munafik menyelinap ke dalam pengikut Nabi. Mereka membuat kerusakan di dalam tatanan kehidupan masyarakat. Meski jelas kejahatan yang mereka lakukan, tapi mereka senantiasa menyatakan diri sebagai orang-orang yang beriman. Sedangkan ketika mereka kembali kepada para pemimpin kafir, mereka mengatakan bahwa mereka tetap sependirian dengan para pemimpin tersebut, dan ucapan, “kami beriman” itu hanyalah mengolok-olok mereka orang- orang yang beriman.

  • Ketiga, setan berarti setiap mahluk yang mempunyai karakter buruk yang menyebabkan manusia jauh dari kebenaran dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Yaitu kejahatan, kedurhakaan, kekufuran dan karakter buruk lainnya yang menyesatkan manusia. Beberapa ciri-ciri setan yang menjadi bagian dari manusia antara lain :

    • Menakut-nakuti manusia dan memerintahkan kepada kekejian (Q.S. al-Baqarah: 286),
    • Merasuk kedalam diri manusia dan menjadikannya tak tahu arah (Q.s. al-Baqarah: 275),
    • Menggelincirkan manusia melalui amal perbuatan mereka sendiri (Q.s. Āli Imrān 3: 155),
    • Menjadi sahabat buruk dan pendamping (Q.S. an-Nisā’: 38; az-Zukhruf: 36),
    • Menyesatkan manusia (Q.S. an-Nisā’: 60),
    • Mengakibatkan kerugian yang nyata (Q.S. an-Nisā’: 119),
    • Hanya menjanjikan tipuan (Q.S. an-Nisā: 120),
    • Menciptakan permusuhan dan kedengkian (Q.S. al- Mā’idah: 91),
    • Menghiasi amal buruk manusia (Q.S. Q. al-An`ām: 43),
    • Menjadikan manusia lupa (Q.S. al-An`ām: 68),
    • Menipu manusia (Q.S. al-A`rāf: 27),
    • Menuntun manusia agar semakin terpuruk (Q.S. al-A`rāf: 175),
    • Merusak hubungan antar saudara (Q.S. Yūsuf: 100),
    • Mengingkari janji (Q.S. Ibrāhīm: 22),
    • Sangat kafir dan durhaka kepada Allah (Q.S. al-Isrā’: 27; Maryam: 44),
    • Mencampakkan pesimisme (Q.S.al-Haj: 52),
    • Memanjangkan angan-angan (Q.S. Muhammad: 250),
    • Tidak akan menolong manusia (Q.S. al-Furqān: 29),
    • Mengajak ke neraka (Q.S. Luqmān: 21),
    • Menimpakan kepayahan dan siksaan (Q.S. Shād: 41),
    • Menanamkan rasa duka cita (Q.S. al-Mujādalah: 10),
    • Durhaka (Q.S. an-Nisā’: 117),
    • Mengajarkan sihir (Q.S. al- Baqarah: 102),
    • Menghasut untuk berbuat maksiat (Q.S. Maryam: 83).

    Setan dalam pengertian inilah yang disebut-sebut sebagai setan dari jenis jin dan manusia.

Referensi
  • Muhammad Fuād Abdul Bāqī, Al-Mu`jam al-Mufahros li Alfāzhi al-Qur’ān al-Karīm, cet. 2 (Lebanon: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H).
  • Ahmad Ibn Muhammad al-Fayumi, Al-Mishbāh al- Munīr, Juz. 1 (Libanon: Maktabah Lubnān, 1987)
  • Imam Muhammad al-Anshari al-Qurtubi, Al-Jāmi’ li Ahkāmi al- Qur`ān, cet. 2, Juz 1 (Kairo: Dār al-Kitāb al-Arabi, 1967),
  • Ahmad al-Qat}an Muhammad Zein, Tāghūt, cet. II (Yogyakarta: Penerbit Al-Kautsar, 1996).