Apakah manfaat dan tujuan dari agroforestri?

Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat.

Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi. Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri dibandingkan sumber-sumber dari luar.

Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah ekonomi dan ekologi berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (von Maydell, 1986):

  • Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan:
    Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap musim; perbaikan kualitas nutrisi, pemasaran, dan proses- proses dalam agroindustri. Manfaat yang dapat diperoleh adalah menambah penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Pada lahan wanatani, polanya bisa saja tanaman kayu ditanam pada bagian tepi sebagai pelindung, sedangkan tanaman semusim ditanam di bagian dalamnya. Diversifikasi produk dan pengurangan risiko gagal panen. Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.

  • Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar:
    Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah terutama di daerah pegunungan atau berhawa dingin.

  • Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian:
    Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya untuk produk- produk yang dapat menggantikan ketergantungan dari luar misal: zat pewarna, serat, obat-obatan, dan zat perekat atau yang mungkin dijual untuk memperoleh pendapatan tunai.

  • Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai:
    Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan pekerjaan yang menarik. Mempertahankan orang-orang muda di pedesaan, struktur keluarga yang tradisional, pemukiman, pengaturan pemilikan lahan. Memelihara nilai-nilai budaya.

  • Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat:
    Mencegah terjadinya erosi tanah, degradasi lingkungan.

Agroforesti bertujuan sebagai :

  • Perlindungan keanekaragaman hayati.
  • Perbaikan tanah melalui fungsi ‘pompa’ pohon dan perdu, mulsa dan perdu.
  • Pohon peneduh (shelter belt), pohon pelindung (shade trees), pagar hidup (life fence).
  • Pengelolaan sumber air secara lebih baik.

Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen- komponen tersebut dengan lingkungannya.

Dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:

  • Produktifitas: Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

  • Keanekaragaman: Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan keanekaragaman yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanenan sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

  • Kemandirian: Penganekaragaman yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (pupuk, pestisida), dengan keanekaragaman yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.

  • Stabilitas: Praktek agroforestri yang memiliki keanekaragaman dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan petani.

1 Like

Salah satu fungsi agroforestri pada level bentang lahan (skala meso) yang sudah terbukti diberbagai tempat adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian lahan. Beberapa dampak positif sistem agroforestri pada skala meso ini antara lain:

  • memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah,
  • mempertahankan fungsi hidrologi kawasan,
  • mempertahankan cadangan karbon,
  • mengurangi emisi gas rumah kaca, dan
  • mempertahankan keanekaragaman hayati.

Fungsi agroforestri itu dapat diharapkan karena adanya komposisi dan susunan spesies tanaman dan pepohonan yang ada dalam satu bidang lahan.

###Peranan agroforestri terhadap sifat fisik tanah


Lapisan tanah atas adalah bagian yang paling cepat dan mudah terpengaruh oleh berbagai perubahan dan perlakuan. Kegiatan selama berlangsungnya proses alih-guna lahan segera mempengaruhi kondisi permukaan tanah.

Penebangan hutan atau pepohonan mengakibatkan permukaan tanah menjadi terbuka, sehingga terkena sinar matahari dan pukulan air hujan secara langsung. Berbagai macam gangguan langsung juga menimpa permukaan tanah, seperti menahan beban akibat menjadi tumpuan lalu lintas kendaraan, binatang dan manusia dalam berbagai kegiatan seperti menebang dan mengangkut pohon, mengolah tanah, menanam dan seterusnya.

Dampak langsung dari berbagai kegiatan tersebut adalah menurunnya porositas tanah yang ditandai oleh peningkatan nilai berat isi. Tanah (umumnya lapisan atas) menjadi mampat karena ruangan pori berkurang (terutama ruang pori yang berukuran besar). Berkurangnya ruangan pori makro mengakibatkan penurunan infiltrasi (laju masuknya air ke dalam tanah), penurunan kapasitas menahan air dan kemampuan tanah untuk melewatkan air (daya hantar air).

Sistem agroforestri pada umumnya dapat mempertahankan sifat- sifat fisik lapisan tanah atas sebagaimana pada sistem hutan.

Sistem agroforestri mampu mempertahankan sifat-sifat fisik tanah melalui:

  • Menghasilkan seresah sehingga bisa menambahkan bahan organik tanah.
  • Meningkatkan kegiatan biologi tanah dan perakaran.
  • Mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dalam lapisan perakaran.

Sifat-sifat fisik tanah (lapisan atas) yang paling penting dan dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan pepohonan adalah struktur dan porositas tanah, kemampuan menahan air dan laju infiltrasi. Lapisan atas tanah merupakan tempat yang mewadahi berbagai proses dan kegiatan kimia, fisik dan biologi yakni organisme makro dan mikro termasuk perakaran tanaman dan pepohonan. Untuk menunjang berlangsungnya proses-proses kimia, fisik dan biologi yang cepat diperlukan air dan udara yang tersedia pada saat yang tepat dan dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu tanah harus memiliki sifat fisik yang bisa mendukung terjadinya sirkulasi udara dan air yang baik.

Sistem agroforestri dapat mempertahankan sifat-sifat fisik lapisan tanah atas yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman, melalui:

  • Adanya tajuk tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah sehingga tanah terlindung dari pukulan air yang bisa memecahkan dan menghancurkan agregat menjadi partikel-partikel yang mudah hanyut oleh aliran air.

  • Sistem agroforestri dapat mempertahankan kandungan bahan organik tanah di lapisan atas melalui pelapukan seresah yang jatuh ke permukaan tanah sepanjang tahun. Pemangkasan tajuk pepohonan secara berkala yang di tambahkan ke permukaan tanah juga mempertahankan atau menambah kandungan bahan organik tanah. Kondisi demikian dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah serta lebih lanjut dapat meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan air.

  • Sistem agroforestri pada umumnya memiliki kanopi yang menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap. Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah dan penutupan tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang sedemikian ini sangat sesuai untuk perkembangbiakan dan kegiatan organisme.
    Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Kegiatan organisme makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopores) dan pemantapan agregat. Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah.

###Peranan agroforestri terhadap kondisi hidrologi kawasan


Hidrologi berhubungan dengan tata air dan aliran air dalam suatu kawasan, misalnya hujan, penguapan, sungai, simpanan air tanah, dan sebagainya. Satuan kawasan yang sering dipergunakan untuk analisis hidrologi adalah DAS atau daerah aliran sungai (watershed, catchment).

DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas ketinggian atau topografi di mana air hujan yang jatuh di dalamnya mengalir ke sungai-sungai kecil menuju ke sungai lebih besar, hingga ke sungai utama dan akhirnya bermuara di laut atau danau. Sebuah DAS merupakan satuan hidrologi dan bisa dibagi menjadi SubDAS, Sub-SubDAS, dan seterusnya sesuai dengan ordo sungai. Dalam sebuah DAS terdapat keterkaitan dan ketergantungan antara berbagai komponen ekosistem (vegetasi, tanah dan air) dan antara berbagai bagian dan lokasi (hulu-hilir).

Alih-guna lahan hutan menimbulkankan masalah-masalah yang berkaitan dengan degradasi lingkungan dan terutama fungsi hidrologi kawasan atau DAS. Penggundulan hutan seringkali dituduh sebagai penyebab utama timbulnya masalah-masalah hidrologi seperti perubahan pola hujan, peningkatan limpasan permukaan dan banjir.

Seringkali hubungan tersebut terlalu disederhanakan, sehingga orang beranggapan bahwa untuk memperbaiki kerusakan hutan dan fungsi hidrologi adalah dengan cara penghutanan kembali atau penghijauan. Kenyataannya, program penghijauan telah menghabiskan dana yang besar sekali tanpa bisa memperbaiki kerusakan fungsi hidrologi. Untuk memahami sebab-akibat dan permasalahan tentang degradasi lahan dan fungsi hidrologi, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang lengkap tentang siklus hidrologi dan peran hutan dalam siklus tersebut.

####1. Peran hutan terhadap fungsi hidrologi kawasan
Hutan bukan hanya kumpulan pepohonan tetapi merupakan suatu ekosistem dengan berbagai komponen dan fungsi masing-masing: vegetasi (campuran pohon dan tumbuhan yang tumbuh di bawahnya), kondisi tanah (porositas dan kecepatan infiltrasi), bentang lahan (dengan perbukitan, lembah dan saluran), dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi hidrologi:

  • Memelihara dan mempertahankan kualitas air.
  • Mengatur jumlah air dalam kawasan.
  • Menyeimbangkan jumlah air dan sedimentasi dalam kawasan DAS.

Penebangan hutan mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi hidrologi kawasan, di antaranya:

  • Hasil air dari DAS

Dampak langsung dari penebangan pepohonan dalam jangka pendek adalah penurunan evapotranspirasi (ET), sehingga menaikkan hasil air. Hasil air (water yield) suatu DAS adalah jumlah air yang keluar dari suatu kawasan tangkapan air (DAS) melalui sungai selama satu tahun. Aliran air dalam sebuah DAS dengan beberapa komponen siklus yang penting digambarkan secara skematis dalam Gambar dibawah. Dalam gambar ditunjukkan komponen aliran air yang penting yang dapat mempengaruhi hasil air (Q). Hasil air ini sama dengan total hujan dikurangi dengan simpanan dan kehilangan:

Gambar Kawasan DAS

Menurut Bruijnzeel (1997) peningkatan hasil air akibat penebangan hutan sebanding dengan jumlah biomas yang ditebang. Sebagai contoh, terjadi peningkatan hasil air dari suatu kawasan DAS sebesar 600 mm tahun-1 selama 3 tahun pertama setelah hutan ditebang.

  • Volume aliran dan debit banjir

Ada dua macam perubahan volume aliran yaitu yang disebabkan oleh (a) aliran bawah permukaan dan (b) aliran permukaan. Perubahan debit sungai yang disebabkan aliran bawah permukaan ditunjukkan dengan perubahan debit dasar (base flow), yang tampak jelas jika membandingkan antara debit dasar musim hujan dan musim kemarau. Perubahan volume aliran atau debit sungai yang disebabkan oleh adanya aliran permukaan yang terjadi sesaat sangat nyata pada saat atau setelah hujan. Aliran permukaan terjadi pada saat dan/atau segera setelah hujan. Perbedaan debit antara sebelum hujan dan setelah hujan disebabkan oleh adanya aliran permukaan, yang seringkali menunjukkan adanya lonjakan yang nyata atau luar biasa dan dinamakan debit banjir.

Besarnya aliran banjir (stormflow) dipengaruhi oleh kondisi daerah aliran, khususnya topografi, tanah dan karakteristik hujan. Pengamatan pada DAS mikro di Guyana Perancis yang memiliki curah hujan tahunan sekitar 3.500 mm menunjukkan bahwa jumlah aliran banjir dapat berkisar antara 7,3% sampai 20,0% dari total hujan, tergantung dari kondisi tanah. Kawasan yang memiliki muka air tanah dangkal (shallow groundwater) bahkan mencapai 34,4%.

  • Hasil sedimen

Sumber sedimen yang keluar dari daerah aliran sungai (DAS) adalah erosi dari lahan pertanian, tanah longsor dan erosi tebing sungai. Namun tidak semua bentuk erosi itu (terutama erosi dari lahan pertanian) keluar dari DAS dalam bentuk sedimen. Ada beberapa bentuk erosi: erosi percik (splash) adalah proses di mana partikel tanah terlepas (dari agregat) akibat pukulan butir hujan yang jatuh di permukaan tanah.

Partikel yang lepas ini mungkin terlempar beberapa sentimeter dari tempat asal, mudah sekali diangkut oleh aliran air di permukaan, yang dikenal sebagai erosi permukaan atau lembar (sheet erosion). Kedua bentuk erosi ini tidak menonjol pada kondisi di bawah hutan, tetapi menjadi sangat dominan ketika penutup tanah tidak ada lagi (gundul).

Permukaan tanah dan topografi yang tidak rata mengakibatkan terjadinya penggerusan oleh aliran air di permukaan yang selanjutnya berakibat terjadinya erosi alur (rill erosion) yang jika semakin lama berlangsung bisa semakin besar sehingga terjadi erosi parit (gully erosion). Sumber sedimen lain adalah longsor (landslide atau mass- wasting) yang umumnya terjadi pada tanah yang curam dengan curah hujan tinggi.

Pada kondisi DAS yang stabil dengan tanah yang permeabel di bawah vegetasi hutan umumnya hasil
sedimen sangat kecil (sekitar 0,25 ton per ha per tahun). Sementara di kawasan tropis yang labil (tektonik) dan curam, hasil sedimen yang terjadi pada tahun basah bisa mencapai 40 sampai 65 ton per ha per tahun.

Tidak semua material yang tererosi dari suatu plot akan masuk ke sungai sehingga menambah besarnya hasil sedimen. Sebagian partikel yang tererosi itu tertahan sementara (atau permanen) oleh adanya cekungan- cekungan tanah atau terendapkan di bagian bawah lereng atau dataran aluvial. Partikel yang bisa diendapkan ini pada umumnya adalah yang berasal dari erosi percik dan erosi lembar. Sebaliknya, sedimen yang berasal dari tanah longsor, erosi parit dan erosi tebing sungai umumnya langsung masuk ke dalam aliran sungai dan merupakan hasil sedimen kawasan (DAS) bersangkutan.

Ketiga peran hutan tersebut dapat terjadi karena keberadaan vegetasi, kondisi tanah dan bentang lahan yang dimiliki oleh hutan. Vegetasi hutan yang terdiri dari campuran pohon dan semak membentuk tajuk berlapis mengakibatkan terjadinya surplus arus air tahunan menuju ke tanah. Kondisi tanah di bawah ‘hutan’ mempunyai porositas dan kecepatan infiltrasi yang besar sehingga mendorong terjadinya aliran air ke lapisan tanah lebih dalam maupun aliran horisontal.

Bentang lahan hutan yang alami memiliki permukaan yang kasar (tidak rata) terdiri dari perbukitan dan lembah atau cekungan yang dapat berfungsi sebagai tandon air sementara dan tempat pengendapan, memungkinkan jumlah air yang mengalir ke dalam tanah lebih banyak dan lebih jernih karena endapannya tersaring. Kadang-kadang bisa dilihat dan dibandingkan tingkat kekeruhan air sungai yang mengalir pada musim hujan melalui kawasan ‘tertutup’ (hutan atau agroforestri) dengan sungai yang melewati kawasan pertanian. Perbedaan kekeruhan air sungai ini menunjukkan besarnya konsentrasi sedimen yang terangkut aliran air pada saat itu.

Perubahan fungsi hutan dapat dirasakan secara nyata ketika hutan sudah tidak ada lagi akibat penebangan pepohonan sampai habis. Menurut Bruijnzeel (1997), perubahan sangat besar terjadi pada periode antara 1-3 tahun setelah ditebang (walaupun segera dilakukan penanaman kembali).

Kondisi sangat kritis terjadi pada 6– 12 bulan pertama.

Periode ini dinamakan fase pemulihan (establishment). Pada tahun kedua sampai ketiga terjadi penurunan erosi dan debit yang menuju ke normal (seperti sebelum adanya penebangan). Namun demikian dalam periode ini masih terjadi perkolasi dan pencucian unsur hara yang sangat besar. Periode ini dinamakan sebagai periode pengembangan dan pematangan tegakan (stand development and maturation). Hasil penelitian di Sumberjaya (Lampung) menunjukkan bahwa periode pemulihan (establishment) yang terjadi pada konversi hutan menjadi agroforestri berbasis kopi berlangsung antara 4-5 tahun dan sesudah itu baru menunjukkan adanya fase pemulihan. Namun, sampai dengan tahun kesepuluh setelah penebangan hutan dan penanaman kopi kondisi hidrologi di kawasan ini belum bisa kembali seperti semula.

####3. Peran agroforestri terhadap fungsi hidrologi kawasan

Agroforestri memiliki beberapa persamaan dengan ‘hutan alam’ khususnya yang berkaitan dengan susunan vegetasi, pengaruh terhadap kondisi tanah dan kondisi bentang lahan. Sejauh mana fungsi hutan yang telah disebutkan dapat diperankan oleh agroforestri?

  • Susunan vegetasi

Aspek terpenting dalam komponen vegetasi adalah susunan tajuk dari sistem agroforestri yang berlapis-lapis, jenis pohon dan tanaman bawah. Komposisi vegetasi ini terkait dengan peran dan fungsi terhadap evaporasi dan transpirasi, intersepsi hujan, dan iklim mikro. Dalam hal ini beberapa sistem agroforestri memiliki kemiripan dengan hutan.

  • Kondisi tanah

Aspek terpenting dalam komponen tanah adalah sifat fisik lapisan atas, kemampuan sistem agroforestri untuk mempertahankan kehidupan dan kegiatan makro-fauna, menjaga kemantapan dan kontinyuitas ruangan pori serta mendorong daya hantar air atau laju infiltrasi yang tinggi .

  • Bentang lahan

Aspek terpenting dalam kaitan dengan bentang lahan adalah menjaga kekasaran permukaan (relief semi-makro) sehingga dalam kawasan masih dipertahankan adanya cekungan dan saluran yang dapat menahan air sementara. Adanya cekungan-cekungan alami memberi manfaat ganda:

  • Meningkatkan kapasitas menahan air sementara di permukaan tanah (surface storage), sehingga air ini tidak segera hilang mengalir di permukaan tetapi secara berangsur akan masuk ke dalam tanah walaupun hujan sudah berhenti.
  • Menyaring sedimen yang terangkut dalam limpasan permukaan dengan jalan mengendapkannya pada saat air menggenang (sebagai filter)

Pemahaman terhadap siklus hidrologi suatu kawasan dan fungsi serta peran setiap komponen hutan maupun agroforestri mengarahkan kita kepada pengetahuan yang benar akan fungsi hiduologi hutan dan agroforestri.

###Peranan agroforestri dalam mengurangi gas rumah kaca dan mempertahankan cadangan karbon.


Upaya meningkatkan cadangan C di alam secara vegetatif (misalnya dengan memperbanyak penanaman pepohonan) merupakan pelayanan terhadap lingkungan yang diharapkan dapat mengurangi dampak rumah kaca. Dalam pertumbuhannya, tanaman menyelenggarakan proses fotosintesis yang memerlukan sinar matahari, CO2 dari udara, air dan hara dari dalam tanah.

Dengan demikian keberadaan tanaman dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer, dan hasilnya berupa karbohidrat diakumulasi dalam biomasa tanaman. Tinggi rendahnya serapan CO2 di atmosfer bervariasi, tergantung pada jenis tanaman penyusun dan umur lahan. Menurut Collins et al. (1999) salah satu indikator keberhasilan usaha pengelolaan tanah adalah tetap terjaganya cadangan C sehingga keseimbangan lingkungan dan biodiversitas dapat terjaga pula.

Guna memahami isu lingkungan gas rumah kaca ini, diperlukan beberapa pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan gas rumah kaca, siklus C dalam skala global dan cadangan C yang ada di alam.

###Fungsi agroforestri dalam mempertahankan keanekaragaman hayati

Sistem agroforestri seringkali memiliki banyak spesies alami yang tumbuh pada sebidang lahan yang sama, sehingga ahli agroforestri dapat memberikan kontribusi penting dalam usaha melestarikan keanekaragaman hayati (biodiversitas). Apakah benar demikian?untuk itu perlu dijawab 3 pertanyaan di bawah ini:

  • Apa yang dimaksud dengan keanekaragaman hayati?
  • Mengapa keanekaragaman hayati harus dilindungi?
  • Beberapa penyebab terjadinya kepunahan?
  • Mampukah agroforestri mempertahankan keanekaragaman hayati?

###Fungsi dan peran agroforestri dalam aspek sosial-budaya

Secara luas telah dipahami, bahwa tujuan utama pengembangan agroforestri baik secara umum ataupun di Indonesia adalah dalam rangka menekan degradasi hutan alam dan lingkungan hidup (aspek ekologi), serta upaya untuk memecahkan problema sosial-ekonomi masyarakat, terutama di wilayah-wilayah pedesaan (aspek sosial- ekonomi).

Pemahaman tersebut di atas dapat dikatakan ‘naif’, karena terkesan menempatkan manusia hanya sebagai obyek dari kegiatan uji coba pihak luar, padahal sebenarnya justru sebagai elemen penting dari agroforestri. Konsep agroforestri secara keseluruhan menempatkan manusia (masyarakat) sebagai subyek, yang secara aktif berupaya dengan daya dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan permasalahan kebutuhan, menghadapi tantangan, dan memanfaatkan peluang kehidupan. Mengolah lahan beserta unsur lingkungan hayati dan nir-hayati lainnya dari sekedar elemen alami menjadi sumber daya yang bernilai, bertujuan menjaga eksistensi dan meningkatkan taraf kehidupan pribadi, keluarga, dan komunitasnya.

Oleh karena itu implementasi agroforestri selama ini juga memiliki peranan penting dalam aspek sosial-budaya masyarakat setempat. Tentu saja, aspek sosial-budaya tersebut akan lebih erat dijumpai pada praktek-praktek agroforestri yang telah berpuluh dan bahkan beratus tahun ada di tengah masyarakat (local traditional agroforestry) dibandingkan pada sistem-sistem agroforestri yang baru diperkenalkan dari luar (introduced agroforestry). Dalam kaitan ini ada beberapa alasan sebagai berikut:

  • Praktek-praktek agroforestri tradisonal merupakan produk pemikiran dan pengalaman yang telah berjalan lama di masyarakat dan teruji sepanjang peradaban masyarakat setempat dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya.

  • Produk dan fungsi-fungsi yang dihasilkan oleh komponen penyusun agroforestri tradisional memiliki manfaat bagi implementasi kegiatan budaya masyarakat yang bersangkutan.

Meskipun fungsi sosial-budaya agroforestri diakui lebih banyak dijumpai pada sistem yang tradisional, akan tetapi perlu digarisbawahi pula bahwa hal tersebut tidak merupakan ‘faktor pembatas’ yang bersifat mutlak, dikarenakan:

  • Budaya suatu masyarakat pada hakekatnya tidak pernah bersifat statis, tetapi senantiasa dinamis sesuai dengan perkembangan waktu serta kebutuhan. Mengembangkan agroforestri seringkali disebutkan tidak berarti ‘kembali ke jaman batu’, dengan mengulang berbagai teknik pemanfaatan lahan kuno, tetapi juga harus progresif dan oleh karenanya memerlukan inovasi dan pengetahuan modern.

  • Setiap pengenalan sistem atau teknologi agroforestri baru juga penting memperhatikan sosial-budaya setempat, misalnya dalam pemilihan jenis pohon, desain dan teknologi. Hal ini dimaksudkan guna meningkatkan kemampuan masyarakat lokal untuk mengimplementasikannya sesuai dengan kondisi sosial-budaya yang dimiliki (kapasitas adopsi).

  • Tingkat adopsi yang tinggi terhadap suatu sistem atau teknologi agroforestri, akan meningkatkan produktivitas dan sustainabilitas sebagai kriteria penting lainnya dari agroforestri itu sendiri.

Beberapa aspek sosial-budaya dari agroforestri

Beberapa aspek sosial-budaya yang langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh agroforestri adalah:

####Fungsi agroforestri dalam kaitannya dengan aspek tenurial

Aspek tanah (secara fisik) merupakan faktor penting dalam perkembangan tata dan pola penggunaan serta penguasaan lahan, terutama dalam komunitas tradisional. Pada banyak komunitas (di luar Jawa), penguasaan dan pemilikan lahan tidak bisa dibedakan secara jelas. Begitu juga dengan nilai lahan dan nilai pohon yang ditanampun sulit untuk dipisahkan. Pembukaan hutan alam untuk perladangan (shifting cultivation) dan penanaman pohon atau tanaman berkayu lainnya tidak semata-mata berkaitan dengan upaya untuk menghasilkan produk-produk material (kayu, buah- buahan, sayu-mayur, dan bahan mentah lainnya) bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari suatu kelompok masyarakat.

Kegiatan tersebut sekaligus merupakan upaya perlindungan, yang diartikan sebagai tanda penguasaan lahan. Hal ini sudah dikenal sebagai salah satu karakter masyarakat tradisional. Sebagai contoh pada sistem kebun pekarangan dan kebun hutan tradisional (traditional home-and forest- gardens) yang dilaksanakan oleh masyarakat asli Dayak di Kalimantan, yaitu antara lain budidaya lembo (lihat Sardjono, 1990).

  1. Merupakan tanda batas pemilikan/penguasaan lahan oleh individu/keluarga pada wilayah yang dikuasai secara komunal atau wilayah bebas (baca: tanah negara). Perlu diketahui, bahwa pada masyarakat tradisional tidak/belum batas buatan (besi, kayu/bambu, dan lain-lainnya). Batas alam (sungai, gunung) dan pohon-pohonan tertentu (yang ditanam atau dipelihara oleh seseorang) sangat umum dikenal.

  2. Kawasan yang merupakan harta-benda (pusaka) yang akan dapat diwariskan kepada generasi penerus. Kondisi ini memungkinkan dilestarikannya aspek struktur dan etika dalam keluarga, walaupun dalam kondisi semakin meningkatnya pengguna lahan dan berarti penyempitan areal yang dapat diusahakan untuk aktivitas produksi dewasa ini konflik antar anggota keluarga terkait dengan masalah tanah sulit dihindarkan.

Meskipun menurut aspek legal formal hanya tanah bersertifikat hak milik yang memungkinkan dialihkan atau diperjual-belikan, tetapi dalam kenyataannya klaim-klaim adat atas tanah baik secara internal (antar anggota keluarga/masyarakat) dan secara eksternal dengan pihak luar (tanah yang diperoleh dari hadiah di masa kerajaan atau jaman kolonial dahulu) tetap memiliki kekuatan riil di masa kini.

Dalam kaitannya dengan aspek tenurial ini, agroforestri juga memiliki potensi di masa kini dan masa depan sebagai solusi dalam memecahkan konflik menyangkut lahan negara (misal pada hutan lindung; contoh pada kasus HL. Sungai Wain di Balikpapan, Kalimantan Timur) yang dikuasai oleh para petani penggarap, ataupun pemanfaatan hutan produksi melalui sistem tumpangsari (kasus di hutan jati), kawasan hutan lainnya (kasus di areal proyek SFDP di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat).

####Fungsi agroforestri dalam upaya melestarikan identitas kultural masyarakat

Hutan dan terutama pohon-pohonan memiliki keterkaitan erat dengan identitas kultural masyarakat. Apalagi kalau mau mempelajari lebih dalam mengenai asal-usul manusia dalam kepercayaan beberapa kelompok masyarakat lokal tradisional, maka kedua komponen tersebut tidak bisa dipisahkan begitu saja. Sehingga tidak mengherankan, bilamana masyarakat Dayak memberikan simbol hutan dengan burung rangkong (hornbill), yang merupakan bagian lambang budaya mereka yang tertinggi, dan dengan demikian sangat dihormati untuk tidak semena-mena dieksploitasi (Alqadrie, 1994).

Di samping itu kegiatan yang terkait dengan penggunaan lahan hutan untuk kegiatan pertanian gilir-balik (istilah untuk perladangan berpindah tradisional, yang menurut banyak pihak dapat dikategorikan sebagai agroforestri ortodoks – lihat Sardjono, 1990), sekali lagi tidak semata-mata menjadi bagian dari aktivitas produksi sebagaimana pada sistem pertanian modern.

Kegiatan dimaksud memiliki fungsi dalam melestarikan berbagai identitas kultural mereka seperti silaturahmi dan tolong-menolong antar komponen masyarakat (melalui sistem gotong royong yang dilakukan bergiliran setiap membuka lading baru), pembagian kerja antara kaum laki-laki dan perempuan dalam tahapan pekerjaan di antaranya penanaman padi/palawija, penggunaan alat-alat kerja tradisional, hingga pada penggunaan berbagai varietas benih padi lokal serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan ritual (seperti upacara- upacara yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan pertanian yang dilakukan).

Bukan hanya pada kegiatan pertanian gilir-balik atau perladangan, agroforestri berbasis hutan (forest-based agroforestry) sebagaimana pada sistem kebun-hutan pada masyarakat tradisional (lihat budidaya lembo - Sardjono, 1990), juga banyak yang dibangun sekaligus dimaksudkan untuk mengamankan tempat-tempat yang ‘dikeramatkan’ atau ‘dihormati’, seperti makam-makam leluhur, dan bekas- bekas tempat yang tinggal bersama (rumah panjang).

Di samping itu beberapa jenis pohon dan tanaman lainnya yang hadir pada kebun hutan juga memiliki nilai penting bagi keberlangsungan identitas kultural masyarakat. Beberapa contoh adalah pohon-pohon madu (Koompasia spp.) yang sekaligus juga berfungsi untuk melestarikan budaya lomba memanjat pohon di kalangan generasi muda pada beberapa kelompok masyarakat Dayak, pohon-pohon produksi yang sekaligus juga berkualitas baik untuk peti mati (misalnya durian/Durio zibethinus), jenis-jenis tanaman hias tetapi juga berfungsi untuk ritual (misalnya pinang/Areca catechu). Forest-based agroforest seperti lembo juga merupakan medan untuk melestarikan kegiatan tradisional masyarakat asli yaitu berburu satwa liar, terutama saat musim-musim buah besar.

Dari apa yang diuraikan di atas, dapat pula dikemukakan bahwa pemahaman akan nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal amatlah penting dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestri modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat.

####Fungsi agroforestri dalam kaitannya dengan kelembagaan lokal

Salah satu ciri dari masyarakat tradisional adalah terdapatnya kelembagaan lokal yang mengatur kehidupan sehari-hari anggota komunitas di samping peraturan perundangan resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karenanya tidak mengherankan bahwa pada banyak masyarakat asli atau masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah/desa-desa terpencil di Indonesia akan dikenal dua pimpinan, yaitu kepala desa (village head) yang mengurusi administratif pemerintahan serta kepala adat (traditional leader) yang lebih terkait dengan hubungan kehidupan antar warga sehari-hari, termasuk dalam hal pemanfaatan lahan seperti agroforestri.

Keberlangsungan praktek agroforestri lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sangsi, nilai, dan kepercayaan (yang keempatnya merupakan unsur- unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas.

####Fungsi agroforestri dalam pelestarian pengetahuan tradisional

Selama berabad-abad masyarakat mengumpulkan (1) Informasi secara luas; (2) Ketrampilan, serta (3) teknologi berbagai hal. Aspek pengetahuan tradisional amatlah penting dalam agroforestri, karena memang sistem penggunaan lahan ini berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesian yang sebagian besar merupakan komunitas tradisional. Dalam kesempatan ini hanya akan ditampilkan satu contoh peran agroforestri terkait dengan pelestarian pengetahuan tradisional mengenai pengobatan.

Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu ciri dari agroforestri tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture). Sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alam guna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan baku pengobatan. Meskipun hampir di seluruh kecamatan di Indonesia sudah tersedia Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pusban), tetapi masyarakat masih banyak yang memanfaatkan lingkungannya sebagai ‘tabib’ bilamana mereka sakit.

Sebagai contoh pada masyarakat Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kalimantan Timur mengenal berbagai macam tumbuhan obat, di antaranya tanaman berkayu yang tumbuh dalam sistem kebun pekarangan dan kebun hutan mereka (budidaya lembo) serta berkhasiat obat disajikan dalam tabel berikut:

###Fungsi dan peran agroforestri terhadap aspek sosial-ekonomi

Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan/atau ternak) membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik, dalam hal jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk. Karakteristik agroforestri yang sedemikian ini sangat mempengaruhi fungsi sosial-ekonomi dari sistem agroforestri.

Jenis produk yang dihasilkan sistem agroforestri sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi dua kelompok (a) produk untuk komersial misalnya bahan pangan, buah-buahan, hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit, getah, dan lain-lain, dan (b) pelayanan jasa lingkungan, misalnya konservasi sumber daya alam (tanah, air, dan keanekaragaman hayati).

Pola tanam itu dapat dilakukan dalam suatu unit lahan pada waktu bersamaan (simultan) atau pada waktu yang berbeda/berurutan (sekuensial), melibatkan beraneka jenis tanaman tahunan maupun musiman. Pola tanam dalam sistem agroforestri memungkinkan terjadinya penyebaran kegiatan sepanjang tahun dan waktu panen yang berbeda-beda, mulai dari harian, mingguan, musiman, tahunan, atau sewaktu-waktu. Keragaman jenis produk dan waktu panen memungkinkan penggunaan produk yang sangat beragam pula. Tidak semua produk yang dihasilkan oleh sistem agroforestri digunakan untuk satu tujuan saja. Ada sebagian produk yang digunakan untuk kepentingan subsisten, sosial atau komunal dan komersial maupun untuk jasa lingkungan.

Dintinjau dari aspek sosial ekonomi, sistem agroforestri memiliki keunggulan dan kelemahan jika dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya. Dalam bab ini diperkenalkan beberapa indikator yang biasa digunakan untuk mengevaluasi performa sistem agroforestri ditinjau dari aspek sosial ekonomi.

###Agroforestri dan Penyediaan Lapangan Kerja

Pola penyerapan tenaga kerja dan karakteristik tenaga kerja yang dibutuhkan dalam sistem agroforestri dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah jenis dan komposisi tanaman (pepohonan dan tanaman semusim), tingkat perkembangan atau umur.

Sistem agroforestri membutuhkan tenaga kerja yang tersebar merata sepanjang tahun selama bertahun-tahun. Hal ini mungkin terjadi karena kegiatan berkaitan dengan berbagai komponen dalam sistem agroforestri yang memerlukan tenaga kerja terjadi pada waktu yang berbeda-beda dalam satu tahun. Kebutuhan tenaga kerja dalam sistem pertanian monokultur bersifat musiman: ada periode di mana kebutuhan tenaga sangat besar (misalnya musim hujan) dan periode di mana tidak ada kegiatan (musim kemarau).

Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan kebutuhan tenaga kerja pada sistem agroforestri justru lebih rendah dibandingkan sistem pertanian monokultur, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan.
Dalam perkembangan praktek agroforestri terdapat dua periode yang perlu diperhatikan, yaitu (a) periode pengembangan, mulai saat persiapan sampai dengan mulai memberikan keuntungan, dan (b) periode operasi, mulai memberikan keuntungan (cash flow positif).

Perkembangan praktek agroforestri tersebut juga berpengaruh terhadap alokasi dan penyerapan tenaga kerja. Macam kegiatan pengelolaan tanaman dan pepohonan sangat menentukan jenis pekerjaan dan ketrampilan yang dibutuhkan serta jumlah tenaga dan pembagian atas dasar jender.

###Agroforestri dan Jasa Lingkungan

Manfaat agroforestri terhadap lingkungan terkadang tidak dapat langsung dan segera dirasakan oleh petani agroforestri sendiri, tetapi justru dinikmati oleh anggota masyarakat di sekitar lokasi maupun di lokasi yang jauh (misalnya di bagian hilir) dan bahkan secara global. Dengan kata lain, tindakan konservasi lahan yang diterapkan oleh petani agroforestri tidak banyak mendatangkan keuntungan langsung bagi mereka, bahkan seringkali petani harus menanggung kerugian dalam jangka pendek.

Oleh sebab itu ada upaya untuk mengusahakan imbalan atau kompensasi bagi petani di bagian hulu jika mereka menerapkan usaha tani konservasi. Namun itu masih tetap merupakan ide yang belum dapat diterapkan seadil-adilnya. Masih banyak persoalan dan hambatan yang harus dipecahkan sebelum ide itu dapat direalisasikan.

Salah satu persoalan yang masih belum bisa dipecahkan adalah cara penentuan atau pemberian nilai terhadap lingkungan. Perlunya penentuan nilai terhadap lingkungan antara lain:

  • Imbalan yang diterima para pemberi jasa lingkungan (petani yang menerapkan konservasi lahan) melalui penjualan hasil produknya terlalu rendah atau tidak sebanding dengan produk serupa yang yang dihasilkan tanpa penerapan konservasi lingkungan.

  • Jasa lingkungan yang dihasilkan oleh para petani agroforestri yang menerapkan pengelolaan konservasi tidak bisa dijual dan tidak dihargai secara wajar oleh para penikmat jasa tersebut.

  • Kepedulian terhadap konservasi lingkungan oleh berbagai tingkatan pengambil keputusan dari berbagai lapisan masyarakat sangat rendah.

Adanya kesenjangan antara produsen jasa lingkungan yang umumnya miskin dan berdomisili di hulu dengan penikmat jasa lingkungan di berbagai bagian dari bentang lahan seharusnya bisa dijembatani. Salah satu upaya menjembatani kesenjangan ini adalah dengan mengembangkan cara-cara pemberian nilai terhadap lingkungan. Namun sampai dengan saat ini belum ada cara penilaian terhadap lingkungan yang direkomendasikan.