Apakah konsekuensi yang diterima sebagai Penjamin (dalam hal penangguhan penahanan) jika tersangka/terdakwa kabur?


Apakah konsekuensi yang diterima sebagai Penjamin (dalam hal penangguhan penahanan) jika tersangka/terdakwa kabur?

Dasar hukum dari adanya jaminan atas penangguhan penahan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”):

“Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”

Pengaturan lebih lanjut tentang jaminan atas penangguhan penahanan ini kita temui dalam Pasal 35 dan 36 PP No.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“PP 27/1983”) (terakhir diubah dengan PP No. 58 Tahun 2010):
Pasal 35

  1. Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri;
  2. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.

Pasal 36

  1. Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan;
  2. Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri;
  3. Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.

Dari beberapa ketentuan di atas memang ada dua jenis jaminan yang dapat diberikan dalam rangka penangguhan penahanan yakni dengan jaminan uang atau orang. Jika yang dijaminkan adalah sejumlah uang, sesuai Pasal 35 PP 27/1983, ketika tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah melewati waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.

Sedangkan jika jaminannya adalah orang, instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin, yang disebut “uang tanggungan” apabila tersangka/terdakwa melarikan diri. Dan bila penjamin tidak bisa membayar uang tanggungan, Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03/1983 angka 8 huruf j menentukan bahwa penjamin orang akan disita harta bendanya sebagai pelunasan atas uang yang harus ditanggung si penjamin melalui penetapan pengadilan.

Bahkan, M.Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan” (hal. 215) menerangkan bahwa walaupun harta si penjamin telah habis disita dan dilelang semuanya untuk pelunasan uang tanggungan, pengadilan akan menunggu hingga ia memiliki harta lagi dan akan menyita dan melelang harta tersebut sampai lunas hutang uang tanggungannya kepada negara.

sumber: hukumonline.com

Dalam bukunya Yahya Harahap menggambarkan bagaimana beratnya risiko menjadi penjamin terdakwa dan menyarankan agar penjamin adalah keluarga terdakwa yang sudah sepantasnya menanggung risiko.

Jadi, konsekuensi yang harus diterima oleh penjamin seorang tersangka/terdakwa adalah harus membayar uang tanggungan yang telah ditetapkan apabila tersangka/terdakwa kabur, dan pelunasan uang tanggungan tersebut menjadi tanggung jawab penjamin hingga melibatkan seluruh harta bendanya.