Apakah dasar hukum melakukan Ijtihad ?

Ijtihad

Ijtihad adalah mencurahkan segenap kemampuan dalam mencari hukum-hukum syar’i yang bersifat zhanni, dalam batas sampai dirinya merasa tidak mampu melebihi usahanya itu.

Apakah dasar hukum melakukan Ijtihad ?

Ijtihad menjadi sebuah keniscayaan dalam sebuah sistem hukum yang integral dan universal, ia menjadi ujung tombak bagi permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Ijtihad dalam Islam disandarkan pada dalil-dalil Umum yang terdapat di Al- Qur’an dan As-Sunnah.

Di antara ayat yang menjadi dasar bagi ijtihad adalah firman Allah Ta’ala :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya . QS An-Nisaa : 59

Adanya kalimat “ al-rad” dalam ayat tersebut mengindikasikan akan adanya ijtihad yang harus dilakukan oleh manusia. Selain itu, ayat lain menyebutkan “ wa amruhum syurâ bainahum ”, kata “ syura” dalam ayat tersebut mengandung arti pembahasan segala sesuatu untuk menentukan hukum syar’i pada setiap permasalahan dengan merujuk pada dalil yang terdapat pada nash ataupun tidak. Hal ini tidak lain merupakan suatu ijtihad.

Begitu juga dengan perkataan Rasul yang menyebutkan bahwa Allah akan mengutus seorang pembaharu agama pada umat Islam dalam setiap seratus tahunnya. Pembaharu (mujaddid) tersebut sudah barang tentu adalah orang yang memiliki pengetahan yang luas dan kafa’ah dalam ilmu syariah sehingga mampu menghidupkan Sunah dan menghindari bidah. Tidak lain adalah ijtihad itu sendiri.

Menurut Ali Hasbalah yang dikutip Satria Efendi M. Zein, perintah mengembalikan sesuatu yang diperdebatkan kedalam Al-Quran dan Sunnayh adalah peringatan agar orang tidak mengikuti hawa nafsunya, dan mewajibkan untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya dengan jalan ijtihad dengan menerapkan kaidah-kaidah umum yang disimpulkan dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah, seperti menyamakan hukum sesuatu yang tidak ditegaskan hukumnya dengan sesuatu yang sisebutkan dalam Al-Quran karena persamaan ‘illatnya seperti dalam praktek qiyas (analogi), atau dengan meneliti kebijaksanaan-kebijaksanaan syariat.

Melakukan ijtihad seperti inilah yang dimaksud mengembalikan sesuatu kepada Allah dan Rasul-Nya seperti yang dimaksud oleh ayat itu

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu) . QS An-Nisa’ : 83

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu (Q.S. An-Nisa : 105)

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. Q.S. Al- ‘Ankabut : 69

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir” QS Ar- Ruum : 21

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. QS Asy-Syura : 38

Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan . QS Al-Hasyr : 2

Adapun dasar hukum Ijtihad dalam As-Sunnah adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam :

  • Hadits yang diriwayatkan oleh Umar,

    “Hakim apabila berijtihad kemudian dapat mencapai kebenaran maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala”. HR Bukhari dan Muslim

  • Rasulullah juga pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud sebagai berikut:

    “Berhukumlah engkau dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, apabila sesuatu persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut. Tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka ijtihadlah”

  • Hadits yang menerangkan dialog Rasulullah dengan Mu’adz bin Jabal, ketika Muadz diutus menjadi hakim di Yaman berikut ini:

    Diriwayatkan dari penduduk Homs, sahabat Muadz ibn Jabal, bahwa Rasulullah ketika bermaksud untuk mengutus Muadz ke Yaman, beliau bertanya : Apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?, Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur’an. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?, Muadz menjawab:,Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur’an?, Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.” HR. Abu Dawud