Apakah cinta dalam diam termasuk zina hati menurut islam ?

Hati

Hati merupakan bagian terpenting manusia karena dari sanalah segala niat dapat berawal. Zina pun terdapat beragam jenisnya. Salah satunya adalah zina hati yang seringkali dilakukan namun tidak disadari. Apakah cinta dalam diam termasuk zina hati menurut islam ?

Pacar adalah sebuah status yang dilekatkan pada 2 insan manusia berbeda jenis apabila mereka telah bersepakat satu sama lain untuk menjalin hubungan. Sedangkan pacaran merupakan bentuk aktivitasnya. Aktivitas-aktivitas pacaran antara lain: jalan berdua, pegangan tangan, telepon-teleponan, saling mengkhawatirkan, sampai dengan peluk-pelukan, kecup-kecupan, dan sebab cinta itu katanya buta… bisa sampai raba-rabaan. Apa boleh begitu? Ya boleh, asaaaaal… sudah halal

Sayangnya, yang namanya pacaran itu umumnya dilakukan sebelum halal (menikah). Dan memang dalam Al Qur’an tidak ada yang namanya pacaran. Entah siapa yang membuat nama tersebut sehingga disalah persepsikan dan disalah gunakan. Nah ini bahaya! Perhatikan bentuk-bentuk aktivitas pacaran di atas itu. Bila sudah menikah, melakukan aktivitas tersebut ya halal saja, berkah malah. Tapi bila dilakukan sebelum menikah, semua berpotensi besar mendekati pada zina, dan Allah sungguh tak meridhoinya. Berikut adalah hadist yang dapat menjawab pertanyaan yang seringkali membuat kaula muda galau, yaitu:

“Zinanya mata adalah melihat (sesuatu), zinanya lisan adalah mengucapkan (sesuatu), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (sesuatu), sedangkan alat kelamin membenarkan atau mendustakan itu (semua).”HR Bukhari & Muslim

Kata “sesuatu” yang muncul berulangkali dalam hadits shahih di atas maksudnya adalah yang mengarah pada keinginan untuk berhubungan kelamin. Itulah makanya di akhir hadits ditutup dengan “… sedangkan alat kelamin membenarkan atau mendustakan itu (semua)”. Maka dari itu, melihat yang bukan muhrim belum tentu zina. Bila tak dibarengi dengan desir rasa ingin berbuat ‘sesuatu’ itu tadi, ya tidak mengapa. Kecuali melihat yang bukan muhrim kemudian berpikiran macam-macam, itu baru zina. Begitupun dengan menyukai seseorang, itu bukanlah zina asalkan tidak diiringi dengan pemikiran-pemikiran ‘kotor’ yang mengarah kepada ‘sesuatu’ itu tadi.

Dan sesungguhnya, perasaan itu fitrah, anugerah Allah. Allah hantarkan rasa untuk mewarnai dunia. Setiap langkah meretas semangat membara karena diri merasa dicintai dan mencintai. Untuk mengejawantahkannya, Allah sediakan satu-satunya solusi yaitu melalui pernikahan, berkah dan halal. Pertanyaannya tadi, bagaimana bila rasa menyukainya itu muncul ketika belum halal. Tetaplah terima perasaannya sebagai anugerah Allah, lalu terjemahkan dengan akal sehat dan pikiran yang jernih, lalu masukkan diri ke dalam 2 pilihan: bila siap maka segera halalkanlah melaui pernikahan, bila belum siap maka mencintailah dalam diam. Saya dalam bahasan ini berpikir logis dan manusiawi. Sulit bila fitrah ditahan-tahan, betul? Maka nikmatilah perasaannya tapi tak perlu diutarakan. Bila belum siap menikah tapi juga sulit menahan rasa untuk tidak diutarakan, maka anjuran sahabat-sahabat Rasul, berpuasalah. Sebab puasa menahan diri dari segala hawa nafsu.

Jadi, kesimpulan yang dapat diambil adalah:

Perasaan itu anugerah Allah, berkah. Yang tidak berkah adalah perbuatan tidak baik yang lahir dari perasaan tersebut.