Apakah Candi Borobudur dulunya dikelilingi danau?

Pada tahun 1931, seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Daratan Kedu – lokasi Borobudur menurut legenda Jawa, dulunya adalah sebuah danau purba.

Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Ini sebuah hipotesa yang menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan saat itu.

Van Bemmelen dalam bukunya “The Geology of Indonesia” menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini hingga lenyap dari sejarah.

Fakta geologi juga memberi dukungan pada pendapat itu.

“Di sekitar candi terdapat sumur yang airnya asin. Tapi yang sumurnya asin tidak di semua daerah, hanya di titik tertentu,” tutur Purnomo soal dugaan Borobudur dibangun di tengah danau purba.

Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8. Di kawasan Candi Borobudur ini ternyata terdapat danau purba yang memiliki lebar sekitar 8 kilometer sekitar 10 ribu tahun yang lalu atau Kala Plistosen Akhir.

Danau tersebut hilang akibat proses alamiah dan non alamiah karena mengalami proses pendangkalan. Hal itu dapat diamati dari material penutup endapan danau yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanik, tektonik, gerakan masa tanah dan batuan, serta aktivitas manusia. Bahkan jejak lingkungan danau juga dapat ditelusuri dari relief candi dan troponin yang menunjukkan adanya lingkungan danau.

Dosen Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta, Ir. Helmy Murwanto, M Si., memaparkan keberadaan danau purba di sekitar candi Borobudur dapat dikenali melalui singkapan endapan danau berupa lempung hitam yang tersingkap. Endapan danau yang tersingkap ini diakibatkan oleh proses geomorfologi. Sebaran endapan lempung hitam cukup luas itu ditemui di lembah sungai pacet yang berada di kaki Bukit Tidar, Mertoyudan yang diperkirakan sebagai bagian utara danau, hingga mencapai lembah sungai Sileng kaki pegunungan Menoreh sisi selatan danau. “Kedua singkapan tersebut mempunyai jarak sekitar 8 kilometer,” kata Helmy dalam ujian promosi doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (7/2).

Dari hasil penelitian disertasinya, Helmy mengungkapkan material penutup endapan danau berasal dari material vulkanik dan sedimen dari pegunungan Menoreh. Didukung hasil interprestasi citra satelit menunjukkan bahwa beberapa tempat merupakan lembah yang menyerupai alur sungai. Lembah tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian. Lembah ini terdapat di sekitar desa Bumisegoro, Pasuruhan, Saitan dan Deyangan.

Adapun perubahan bentuk lahan danau menjadi dataran lakustrin disebabkan oleh aktivitas vulkanik, tektonik, longsoran lahar dan aktivitas manusia. Pendangkalan danau menjadi dataran lakustrin diakui Helmy tidak berlangsung dalam satu waktu tetapi berkali-kali. Tidak hanya itu, perubahan pola aliran sungai yang mengalir ke danau purba Borobudur terbentuk akibat proses pendangkalan dan pengeringan danau. Keberadaan jalan lurus penghubung antara Candi Mendut, Pawon dan Borobudur dimungkinkan keberadaannya setelah danau mengalami pengeringan secara sebagian.

“Aktivitas manusia di sekitar candi Borobudur dipengaruhi oleh keberadaan danau. Hal ini terefleksikan dalam relief Candi Borobudur dan troponin di sekitar candi Borobudur,” ujarnya.

Dari hasil pemetaan spasiotemporal, danau ini dibagi menjadi tiga periode yakni Kala Plistosen Akhir, Kala Holosen dan Kala Resen. Pembagian waktu ini didasarkan pada hasil uji umur batuan. Pada masing-masing Kala tersebut mempunyai luasan danau yang sangat berbeda-beda. Kala Plistosen Akhir atau di atas 10 ribu tahun yang lalu.

“Danau ini sangat luas dan saat itu masih belum terdapat peradaban dan bahkan Candi Borobudur saja belum dibangun,”

Bukan Mustahil Candi Borobudur Berada di Bekas Danau Purba

Magelang (ANTARA News) - Keberadaan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah bukan mustahil di bekas kawasan danau purba karena di kedalaman sekitar 40 meter dari permukaan tanah di kawasan itu saat ini terdapat air asin.

“Bukan mustahil ada danau purba, tetapi kemungkinan besar jutaan tahun lalu, sebelum dibangun Candi Borobudur, bukan mustahil pula Borobudur dibangun di kawasan rawa,” kata Budayawan Borobudur Ariswara Sutomo di Magelang, Sabtu.

Peneliti geologis Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Helmy Murwanto melakukan penelitian danau purba Borobudur sejak 1995 hingga saat ini.

Danau purba Borobudur mulai hilang akibat endapan vulkanik dan letusan sejumlah gunung berapi purba seperti Sumbing, Merapi, dan Merbabu. Diperkirakan akhir abad ke-13 danau purba Borobudur itu hilang dan mengakibatkan banyak sungai purba mencari aliran ke tempat lain menuju Laut Selatan.

Ariswara menyebut temuan air asin berada di Desa Candirejo, Sigug dan Ngasinan di kawasan Candi Borobudur yang pada masa lalu diperkirakan sebagai bagian lautan.

Pegunungan Menoreh yang berada di dekat Candi Borobudur dan berupa batu-batu karang kemungkinan sebagai karang laut pada zaman lampau. Batuan marmer di Selogriyo, Pegunungan Menoreh juga salah satu bukti bahwa pada zaman dahulu kawasan itu bagian dari lautan.

Ia menyatakan meragukan danau purba mulai hilang antara abad ke-10 hingga akhir abad ke-13.

“Kemungkinan hilangnya danau purba jauh sebelum abad itu, sebelum Borobudur dibangun, Borobudur dibangun abad ke-8,” kata Ariswara yang juga penulis buku “Temples of Java” itu.

Sewaktu Candi Borobudur dibangun, katanya, di kawasan itu telah ada pemukiman penduduk.

Pemakaman umum di beberapa desa di sekitar Borobudur ada yang berumur sebelum tahun 1300. Nisan makam kuno itu bukan dari batu melainkan dari kayu jati relatif tipis.

“Di kampung-kampung sekitar sini, ada makam-makam tua dengan kayu jati tipis, artinya sudah jadi pemukiman, kalau masih danau purba maka belum ada pemukiman,” katanya.

Jika Candi Borobudur dibangun di sebuah bukit yang dikelilingi danau, katanya, kemungkinan mudah runtuh.

Menurut dia, kemungkinan Candi Borobudur dibangun di atas bukit yang di sekelilingnya berupa rawa, bekas suatu danau purba. Hingga saat ini di sebelah selatan Candi Borobudur terdapat Desa Sabrang Rowo yang artinya menyeberangi rawa.

“Orang yang akan menuju ke lokasi pembangunan candi harus menyeberangi sebuah rawa. Mereka adalah para pejabat atau pengawas pembangunan candi yang tinggal di Desa Bumi Segoro, kalau mau masuk ke desa itu ada Desa Gopalan, asal usulnya dari kata gupala (Patung Dwarapala) sebagai tanda pintu masuk ke sebuah rumah pejabat,” katanya.

Keberadaan danau purba di Candi Borobudur, katanya, memang masih perlu diperdebatkan.

Perdebatan secara ilmiah tentang danau purba itu akan semakin menjadi daya pikat kunjungan wisatawan ke Borobudur dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang Candi Borobudur, kata Ariswara.(*)