Apakah benar bahwa mengeluarkan uang untuk seseorang lebih membahagiakan dibandingkan mengeluarkan uang untuk diri sendiri?

berbagi

Terkadang kita ragu untuk memberikan uang kita kepada orang lain yang membutuhkan karena dampak yang kita dapat tidak secara langsung. Apakah benar bahwa mengeluarkan uang untuk seseorang lebih membahagiakan dibandingkan mengeluarkan uang untuk diri sendiri ?

Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Business School menunjukkan bahwa sebenarnya orang akan lebih bahagia jika memberikan uang pada orang lain. Bisa dilihat dari ekpresi mereka jika kita memberikan hadiah ulang tahun, perasaan itu jauh lebih bahagia dibandingkan saat kita menerima hadiah.

Yup, dan hal tersebut telah dibuktikan secara ilmiah melalui penelitian-penelitian yang dilakukan. Bahkan konsep tersebut sudah disampaikan oleh Aristoteles. Aristoteles berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk mencapai “eudaemonia,” yang terkait erat dengan konsep kebahagiaan modern. Menurut Aristoteles, eudaemonia lebih dari sekadar pengalaman hedonis yang menyenangkan; eudaemonia adalah keadaan di mana seorang individu mengalami kebahagiaan dari keberhasilan pelaksanaan tugas moral mereka.

Hal itu dibuktikan dari hasil functional magnetic resonance imaging (fMRI), bahwa memberikan uang untuk amal mengarah pada aktivitas otak yang sama di daerah yang terlibat dalam pengalaman kesenangan dan penghargaan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harbaugh, Mayr, dan Burghart (2007) aktivitas saraf dicatat ketika peserta penelitian memutuskan bagaimana membagi uang seratus dolar yang mereka miliki untuk diri sendiri dan untuk amal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan memberikan sumbangan untuk beramal menyebabkan pengaktivan di ventral striatum. Ventral striatum merupakan wilayah otak yang mewakili berbagai rangsangan terkait dengan nilai-nilai yang bermanfaat. (Aharon dkk. ., 2001; Vartanian & Goel, 2004; lihat Elliott, Friston, & Dolan, 2000). Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa dengan memberi, secara inheren, akan bermanfaat bagi diri kita sendiri.

Para peneliti di Massachusetts General Hospital / Harvard Medical School mempelajari peran ventral striatum otak dalam pengolahan penghargaan pada seseorang. Bahkan disfungsi pada ventral striatum dapat menyebabkan berbagai gangguan, termasuk depresi dan Obsesif compulsive Disorder (OCD).

Penelitian yang ebih baru dilakukan oleh Lyubomirsky, Tkach, dan Sheldon (2004), yang menunjukkan bahwa dengan melakukan tindakan kebaikan secara acak dapat meningkatkan tingkat kebahagiaan selama beberapa minggu secara signifikan.

Secara khusus, dalam penyelidikan mereka, Lyubomirsky dan rekan secara acak menugaskan kepada kelompok siswa untuk melakukan lima tindakan kebaikan secara acak per minggu selama 1 bulan setengah. Hasilnya seperti yang diperkirakan, bahwa siswa yang terlibat dalam tindakan kebaikan secara acak lebih bahagia secara signifikan dibandingkan dengan yang tidak melakukan kebaikan.

Bagaimana apabila pertanyaannya dibalik, apakah orang yang bahagia akan melakukan kebaikan lebih banyak ?

Salah satu studi eksperimental pertama yang menunjukkan bahwa kebahagiaan meningkatkan perilaku amal dilakukan oleh Isen dan Levin (1972), yang menunjukkan bahwa setelah mengalami peristiwa positif (seperti mendapat hadiah, atau menemukan uang di jalan), mereka lebih mungkin untuk membantu orang lain: Jadi, orang-orang yang merasa baik lebih mungkin untuk memberikan bantuan kepada orang lain.

Penelitian yang dilakukan Aderman (1972) mendapatkan data bahwa peserta yang berada dalam suasana hati positif lebih mungkin untuk memberikan bantuan kepada peneliti selama percobaan, bahkan berjanji untuk membantu peneliti dengan berpartisipasi dalam eksperimen kedua.

Kondisi mood yang positif juga telah terbukti meningkatkan perasaan altruisme pada manusia, misalnya, meningkatkan perilaku membantu atau menjadi sukarelawan (Harris & Huang 1973; Kazdin & Bryan 1971).

Selain itu, Wang dan Graddy (2008) menunjukkan bahwa orang yang bahagia secara emosional lebih mampu untuk membantu orang lain dan memiliki kepribadian yang lebih optimis, mendorong untuk mempunyai perilaku beramal.

Konow dan Earley (2008) juga berpendapat bahwa orang yang lebih bahagia memberi lebih banyak karena perilaku tersebut didorong oleh emosi positif mereka.

Dari hasil-hasil penelitian tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa terjadi peristiwa yang berkesinambungan ketika kita berbuat kebaikan, salah satunya adalah memberikan uang ke orang yang membutuhkan.

Ketika kita berbuat kebaikan, kita akan merasakan kebahagian, dan ketika kita merasa bahagia, kita akan lebih banyak berbuat kebahagian, sedangkan ketika kita lebih banyak berbuat kebaikan, maka kita akan semakin bahagia… begitu seterusnya…

Yang perlu menjadi catatan adalah, berbuat kebaikan tidak hanya dengan memberikan uang. Kita bisa memberikan apapun yang kita punya, misalnya berbagi ilmu pengetahuan, berbagi tenaga, bahkan berbagi senyuman pun akan mempunyai dampak yang sama, walaupun dengan kadar yang berbeda.

Berikut adalah jurnal penelitian yang meneliti terkait dengan pertanyaan diatas.

Feeling Good about Giving.pdf (133,4 KB)