Apakah ada kaitannya dengan asas pembuktian terbalik dalam Delik Gratifikasi?


Apakah ada kaitannya dengan asas pembuktian terbalik dalam Delik Gratifikasi? Hambatan apa saja untuk dapat membuktikan kasus tersebut

Mengenai asas pembuktian yang digunakan, pengaturan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor menentukan bila nilai gratifikasinya di atas Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. Sedangkan, apabila nilai gratifikasinya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Artinya, asas pembuktian terbalik hanya diterapkan terhadap kasus suap yang nilai gratifikasinya di atas Rp10 juta atau lebih.

Salah satu hambatan dalam membuktikan apakah suatu gratifikasi merupakan suap atau tidak, adalah adanya kesulitan dalam menentukan apakah pemberian gratifikasi tersebut berhubungan dengan suatu jabatan atau pekerjaan. Contohnya, sebagaimana dijelaskan artikel Parsel Lebaran Antara Kepentingan Penguasa, Pengusaha, dan Pemberantasan Korupsi, pemberian parsel (gratifikasi) pada saat Lebaran, Natal atau Tahun Baru di kalangan pejabat sudah menjadi tradisi yang berlangsung puluhan tahun. Pada praktiknya, akan sulit untuk memilah mana pemberian parsel yang dilakukan dengan dengan niat silaturahim, dan pemberian parsel mana yang diiringi harapan naik jabatan atau dapat proyek.

Selain itu, menurut Buku Saku Memahami Gratifikasi (hal. 1), implementasi penegakan peraturan gratifikasi ini tidak sedikit meng­hadapi kendala karena banyak masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa memberi hadiah (baca: gratifikasi) merupakan hal yang lumrah. Secara sosiologis, hadiah adalah sesuatu yang bukan saja lumrah tetapi juga berperan sangat penting dalam merekat ‘kohesi sosial’ dalam suatu masyarakat maupun antar-masyarakat bahkan antar-bangsa.

Jadi menurut hemat kami, memang masih terdapat hambatan-hambatan dalam dalam penegakan peraturan gratifikasi ini. Namun, hal ini bukanlah disebabkan oleh dianutnya asas pembuktian terbalik. Penerapan asas pembuktian terbalik justru kami nilai membantu mempermudah proses pembuktian, karena penuntut umum tidak lagi harus membuktikan bahwa gratifikasi tersebut merupakan suap.

sumber: hukumonline.com