Apa yang terjadi pada Dheo ?

Siapapun yang pernah kita temui di jalan, di kendaraan umum, di rumah sakit, dimana pun, mereka membawa sebuah awan kecil di atas kepala mereka. Awan kecil tentang masalah-masalah yang mereka pendam. Ya. Setiap orang pasti punya masalah; sebagian memilih menyembunyikannya, sebagian lagi memilih melampiaskannya.Hari itu, angin kering berdesir, menerbangkan daun-daun berguguran yang terserak. Hari ini seperti tidak bersahabat bagi siapapun, terutama bagi langkah kaki gontai yang mengharapkan sebuah pekerjaan tetap.”Aku harus bagaimana?! Aku… Nggak bisa ngomong langsung sama Harry!”Dheo mendongak, ia berhenti menatap langkah gontainya. Matanya menyapu jalanan, mencari sumber suara.”Kalo aku bilang putus, dia pasti akan menerorku!” Kata seorang perempuan cantik dengan seragam sekolah yang bersih.”Sudahlah! Kamu menghilang saja dari Harry! Cuma butuh satu langkah dan kamu putus dari dia.” Kata perempuan di depannya, sepertinya dia sahabat perempuan cantik itu.Dheo menghela nafas.Apa peduliku? batin Dheo pahit. Dia kembali melangkahkan kaki saat terdengar perempuan cantik itu menangis tersedu.“I wish I could John! Aku nggak bisa bilang begitu saja ke suamiku ten…” Seorang wanita tua menabrak Dheo. Ponselnya terjatuh.“Oh! Maaf, nyonya!” Ucap Dheo sambil menyerahkan ponsel wanita itu.Wanita itu hanya tersenyum kecut dan berlalu.

What’s wrong with you people?! Jerit Dheo dalam hati.

Dua minggu berlalu, saat yang ditunggu-tunggu Dheo datang. Ini adalah… Entah bagaimana menyebutnya, namun, ia harus melakukannya. Ya. Harus.
Langkahnya bergema di koridor rumah sakit. Aroma yang mengerikan itu, ya; bau khas rumah sakit yang menyebalkan.

Room Number 14

Dheo menahan nafas. Dengan penuh kekuatan ia membuka pintu kamar pasien tersebut.
Seorang wanita terbaring lemah, ia tidak bereaksi.
“Mom, aku tau suatu hari nanti aku akan kehilanganmu. Senyumanmu, omelanmu saat aku malas mandi, rayuanmu saat aku harus berangkat sekolah. Semuanya, Mom.”

Wanita itu menoleh lemah pada Dheo.
“Mom, aku tau kau menginginkan anak perempuan. Aku baca emailmu di laptop saat kau meninggalkannya menyala di kamar. 7 tahun lalu kau mendambakan anak perempuan, tapi….” Dheo menahan nafas. “Tapi ternyata lahirlah aku. Laki-laki.” Lanjutnya.

Wajah wanita itu tidak bereaksi.
“Mom, aku rela memakai rok untukmu, kalau perlu aku akan memakai pita agar senyumanmu kembali. Bagaimana?”

Wajah wanita itu tetap datar, tapi air mata bergulir pelan ke pipinya.
“Mom, last but not least…” Dheo memberanikan diri memandang wajahnya. “I love you.”

  • Dheo membutuhkan pekerjaan dan terinspirasi dari orang-orang yang ditemuinya di jalan tadi. Anak sekolah yang tidak berani bilang putus dan nyonya tua yang tidak berani bilang ke John tentang masalahnya.
  • Ia membuat jasa online yang menawarkan orang untuk menyampaikan apa yang tak bisa mereka utarakan langsung melalui Dheo. Ia membuka website dan menawarkan diri menjadi kurir message.
  • Client pertama Dheo adalah seorang anak umur 7 tahun yang ibunya sedang menderita alzheimer. Anak itu tidak sanggup mengutarakan langsung pada ibunya mengenai betapa cintanya dia terhadap ibunya itu.
  • Dheo membacakan isi email clientnya yang berisi kata-kata untuk wanita di rumah sakit itu.