Apa yang menyebabkan Nida Rooms hampir kehabisan uang dalam bersaing dengan startup lain?

On-demand hotel startup Nida Rooms sepertinya mulai kehabisan uang, dan bahkan dalam beberapa kasus, tidak lagi membayar gaji karyawan dan vendor penyedia layanan mereka untuk beberapa bulan.

Padahal sebelumnya Nida Rooms menyatakan telah mendapatkan pendanaan sebesar 55 miliar rupiah pada bulan April lalu, menambahkan pendanaan sebelumnya yang sebesar 20 miliar rupiah.

Berbagai sumber di dalam perusahaan mengkonfirmasi kepada Tech in Asia (TiA) bahwa perusahaan sedang terlilit hutang. Beberapa karyawan tidak lagi mendapatkan pembayaran gajinya untuk ‘beberapa bulan terakhir’ dan mereka membagikan surel internal dari petinggi Nida Rooms yang menyatakan bahwa posisi kas perusahaan sedang ‘sangat ketat’.

Pihak lain, termasuk vendor penyedia layanan, menyatakan klaim piutang sebesar ratusan juta yang sudah lewat jatuh tempo. Tidak ada kabar kapan pembayaran akan dilakukan oleh Nida Rooms, meskipun telah ditagih berkali-kali.

Salah seorang karyawan mengungkapkan via email kepada TiA bahwa perusahaan sedang mengalami permasalahan keuangan. Sebagai imbasnya, Nida Rooms harus melakukan pembayaran kepada vendor layanan dengan cara mencicil, meskipun perjanjian kerjasama Nida Rooms dengan vendor tidak memperbolehkan pembayaran tagihan dengan mengangsur. Ia menambahkan pula bahwa sampai saat ini banyak vendor yang masih belum lunas pembayarannya.

Beberapa vendor layanan mengatakan keterlambatan pembayaran bahkan ada yang lewat jatuh tempo dari bulan Januari tahun ini.

Kaneswaran Avili, CEO Nida Rooms mengatakan melalui telepon kepada TiA bahwa tuduhan vendor tersebut tidak benar dan bahwa vendor memalsukan invoice untuk mengklaim transaksi fiktif.

Dia mengatakan bahwa ini adalah usaha kompetitor yang cemburu untuk mencegah startup ini mendapatkan pendanaan berikutnya.

Permintaan jawaban mengenai penundaan pembayaran gaji karyawan tidak dijawab oleh Kaneswaran.

Nida Rooms merupakan startup yang mirip dengan Oyo Rooms (India) dan Zen Rooms (yang didukung oleh Rocket Internet) yang berusaha menjadi solusi permasalahan fragmentasi industri hotel di Asia Tenggara. Nida Rooms menyediakan informasi layanan hotel pada tarif yang kompetitif. Startup ini melayani Indonesia, Thailand, Filipina, dan Malaysia, serta mengklaim menyediakan 3.100 kamar secara online.

Karyawan Nida Rooms menambahkan bahwa kondisi moral perusahaan sedang berada dalam titik nadirnya. Petinggi perusahaan nampaknya menolak memberikan jawaban atas pertanyaan mengenai pembayaran gaji dan tagihan.

Menurut saya faktor utama yang menyebabkan Nida Rooms merugi ialah kurangnya minat pasar terhadap Nida rooms itu sendiri. Hal-hal yang melatar belakangi kurangnya minat pasar yaitu :

  1. Less of social’s attract.
    ini merupakan kali pertama saya mendengar ada booking hotel Nida Rooms. Selama ini saya hanya mengetahui aplikasi seperti Traveloka dan Tiket.com. Kurangnya promosi .iklan serta ajakan kepada netizen hal tsb yg membuat Nida rooms kurang dikenal dan sulit bersaing dengan start up lainya.

  2. Kurangnya Minat Customer dilihat dari UX
    sesaat saya membandingkan UX dari menggunakan website Nida Room vs Traveloka. Website Nida Room terkesan lebih ramai akan widget dan agak sulit untuk mencari menu fungsional yang seharusnya mudah untuk ditemukan. Sedangkan Traveloka, dengan design yang simpel .fungsi fungsionalitas tersusun dengan baik sehingga hal tsb memudahkan user.

1 Like

Sebenarnya jika saya membaca dari beberapa berita online, Nida rooms ini memiliki motto lowest price guarantee yang dimana seperti yang saya tahu, Nida rooms ini menawarkan hotel-hotel setara dengan bintang tiga dan kebawah. Dimana sebenarnya Nida rooms menyasar hotel-hotel dengan harga yang rendah tetapi masih memberikan kenyamanan pada konsumennya. Seperti yang saya kutip dari NIDA Rooms Luncurkan Layanan "Nida For Business" Bahkan Nida rooms sempat meluncurkan “Nida for Business”, yang dapat dengan mudah digunakan para pebisnis ataupun perusahaan yang akan memberangkatkan karyawanya melakukan perjalanan dinas.

Hal menunjukkan bahwa sebenarnya dari Nida roomsnya sendiri sudah berusaha memperbaiki kualitas layanan yang ditawarkan, tetapi jika Nida rooms masih memiliki alasan terlilit hutang, bisa jadi bersumber dari sistem SDM dari startup tersebut yang kurang baik. Bisa karena salah dalam memilih karyawan, atau bisa jadi karena ada faktor kurang siapnya startup tersebut untuk menangani masalah yang ada atau hambatan-hambatan yang mengiringi perkembangannya.



Tampilan web dari Nida rooms

Selain itu jika saya saat ini melihat tampilan dari web Nida rooms tidak ada hal yang menarik didalamnya, tidak adanya maintenace dan perawatan web tersebut . Hal ini bisa saja menjadi penyebab mengapa startup tersebut tidak menarik hati konsumen. Karena jelas, jika dibandingkan dengan tampilan dari web serupa lainnya, jelas sekali kentara perbedaannya. Jika saya sebagai orang awam menilai web Nida rooms tersebut, ini berarti dari SDMnya sendiri yang kurang berkompeten dalam memberikan tampilan web yang disuguhkan kepada pengguna. Yang dimana tampilan ini sangat berpengaruh dalam proses pelayan konsumen, karena pada dasarnya Nida rooms adalah situs booking hotel secara online.


Ada enam hal yang menyebabkan kesalahan dalam mengelola keuangan perusahaan .

Jika Anda adalah seorang pengelola startup, banyak masalah yang harus Anda persiapkan dengan matang termasuk mengoptimalkan keuangan usaha startup Anda.Untuk Anda, terutama yang masih berusia muda, kondisi keuangan startup Anda akan terasa lebih penting dibandingkan keuangan pribadi Anda.Bisa saja Anda malah jatuh miskin, alih-alih mengembangkan usaha yang menguntungkan karena salah melakukan pengelolaan keuangan.

  • Terlalu Royal Menginvestasikan Uang Pribadi

Saat startup Anda berkembang, tidak mustahil Anda mulai berpikiran untuk memiliki sebuah tempat usaha yang memadai, dibanding hanya mengelola usaha pada kantor kecil yang sempit. Hal ini yang menyebabkan pengusaha muda dan pemilik startup untuk mengeluarkan dana pribadi untuk menyewa gedung atau kantor baru yang sebenarnya tidak terlalu urgent.Akibatnya fatal,Bisa saja Anda merugi karena pemasukan tidak seimbang dengan pengeluaran dana pribadi yang Anda gunakan.

Idealnya, sebagai seorang entrepreneur muda, Anda harus memfokuskan pengeluaran Anda pada pengembangan produk.Bukan sekadar gengsi dan menghabiskan dana pribadi atau dana pengembangan usaha Anda pada hal sebenarnya tidak penting-penting amat.

  • Memakai Dana Pengembangan Usaha Untuk Memenuhi Kebutuhan Pribadi,
    Sebagai seorang startup, Anda pasti menginvestasikan banyak dana pribadi pada usaha Anda. Sebagai akibat dari hal tersebut, Anda pasti sesekali menggunakan uang perusahaan Anda untuk memenuhi kebutuhan hidup Anda.

  • Tidak Mempersiapkan Diri Untuk Menghadapi Situasi Kritis

Sangat manusiawi, bagi Anda yang memiliki motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi untuk meyakini bahwa perusahaan Anda akan selalu baik-baik saja.

  • Tidak Memisahkan Aset Pribadi dan Aset Perusahaan

Kesalahan mengelola keuangan perusahaan selanjutnya adalah tidak memisahkan penggunaan aset pribadi dan aset perusahaan.

  • Menggunakan Kartu Kredit Pribadi Untuk Tujuan Bisnis

Sebagai startup, perusahaan Anda mungkin akan bergantung pada pendanaan pribadi dari Anda sendiri. Tapi jangan tergantung pada penggunaan kartu kredit pribadi untuk mendanai bisnis Anda. Akibatnya akan fatal, terutama pada pengelolaan keuangan dan kinerja organisasi perusahaan Anda. Pada saat ada audit perusahaan mendadak, misalnya.

Bagaimana cara Anda menyediakan catatan pengeluaran perusahaan Anda jika tercampur dengan transaksi pribadi?

Solusinya adalah dengan membuka rekening dan kartu kredit atas nama perusahaan Anda. Gunakan kredit tersebut secara bijak dan hindari pemakaian bila kebutuhan pendanaan perusahaan Anda tidak terlalu mendesak.

  • Menggunakan Kas Perusahaan Untuk Memuaskan Nafsu Pribadi

Ada kecenderungan tidak dewasa yang umumnya dilakukan pengusaha muda sukses pada awal karir mereka. Salah satunya adalah terlalu percaya diri dan mulai berfoya-foya.

Pelayanan yang membingungkan

Untuk mempelajari cara kerja layanan agregator hotel murah tersebut, kami coba mengunjungi beberapa hotel yang tersedia di Nida Rooms secara acak. Kami pun menemukan sebuah pola yang sama.Para hotel tersebut baru bergabung dengan Nida Rooms sekitar bulan Juni hingga Juli 2016. Dari kelima hotel tersebut, tidak ada satu pun yang mempunyai logo Nida Rooms di luar. Mereka justru memasang logo dari layanan agregator lain yang merupakan pesaing dari Nida Rooms.Seorang pemilik hotel mengatakan kepada saya kalau ia terpaksa mencopot logo Nida Rooms setelah mendapat peringatan dari layanan lain,
yaitu Zenrooms.Kanesh mengakui kalau pihaknya memang masih harus mengejar ketertinggalan dalam hal pemasangan logo. Saat ini, ia mengklaim baru memasang logo di 2.500 dari total 4.200 hotel yang bekerja sama dengan mereka.Empat hotel yang saya kunjungi mengatakan kalau mereka hanya satu hingga dua kalimendapat pesanan—atau bahkan tak pernah mendapatkan pesanan dari Nida Rooms. Hanya satu hotel besar dengan jumlah kamar mencapai 100 buah, yang mengatakan kalau mereka mendapatkan 10 pesanan
dari Nida Rooms pada bulan lalu.Saya pun menginap di salah satu hotel yang saya kunjungi, dan sang manajer mengatakan kalau tim Nida Rooms datang kepada mereka sekitar beberapa bulan yang lalu untuk mengambil foto dan meninggalkan beberapa perlengkapan mandi berlogo Nida Rooms.Perlengkapan mandi tersebut saya dapatkan sebelum masuk kamar, namun di dalam kamar sendiri tidak ada satu pun logo Nida Rooms. “Kami bahkan belum menyelesaikan kontrak dengan mereka,” ujar sang manajer kepada saya.Sebagai perbandingan, saya pun menginap di sebuah hotel lain lewat Zenrooms beberapa hari kemudian. Dan saya pun kembali tidak menemukan logo Zenrooms baik di dalam maupun luar kamar.
Secara umum, manajer tempat saya menginap tidak punya banyak hal positif untuk dikatakan terkait layanan pemesanan kamar online, seperti Reddoorz yang merupakan kompetitor Nida Rooms hingga layanan travel agent online Traveloka. Menurutnya, layanan-layanan tersebut sering terlambat melakukan pembayaran.
Saya kembali menghubungi sang manajer tiga minggu setelah saya menginap, dan menurutnya ia masih belum mendapatkan pembayaran dari Nida Rooms.
“Harus diakui kalau beberapa pemilik hotel belum benar-benar mengerti model bisnis ini, dan terkadang ada beberapa kesalahpahaman meski telah ada kesepakatan formal,” tutur Steven Vanada, Vice President dari
CyberAgent Ventures kepada Tech in Asia.

sumber : Tech in Asia Indonesia - Menghubungkan Ekosistem Startup Indonesia

Perlu adanya inovasi yang lebih untuk menjawab diskusi kali ini. Yang pertama Nida Rooms masih hanya melakukan ekspansi market di Asean seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan beberapa negara sekitar Asean. Untuk menjadi yang terbaik dan utama Nida Rooms seharusnya melakukan ekspansi bukan dikhususkan ke Asean namun World Wide.

Saya sendiri belum memahami market research Nida Rooms namun menurut saya lebih baik Market Point harus ditunjukkan secara global agar meningkatkan daya beli masyarakat terhadap jasa perhotelan.


Ada benarnya pendapat dari joshua, tetapi jika dilihat lagi dari saat ini saja nida rooms yang berjuang dalam kancah Asean saja sudah kalah dengan jasa serupa lainnya, bagaimana Nida rooms mau melebarkan sayapnya lagi? Tentu hal ini mebutuhkan banyak pertimbangan, selain itu juga dana yang tidak sedikit untuk menutupi kerugian yang telah ada.

Memang menurut saya, langkah dari awal sudah salah dan pemasaran yang kurang tepat, dari mulai web yang masih butuh perbaikan sana-sini, lalu pelayanan yang belum bisa bersaing dengan jasa serupa. Jika Nida rooms dapat bertahan, tentu akan mengeluarkan biaya yang membengkak dan inovasi baru yang berbeda dari produk pesaingnya, karena jika nida rooms berusaha untuk menyaingi seperti traveloka atau agoda tentu itu hal yang sulit.