Apa yang kamu ketahui tentang Rejim Ekspor-Impor China?

Rejim Ekspor-Impor China

Ekspor adalah kegiatan menjual barang ke luar negeri. Sedangkan impor adalah membeli barang dari luar negeri sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Apa yang kamu ketahui tentang Rejim Ekspor-Impor China?

Periode Sebelum Masuk Dalam Keanggotaan WTO


Sejak diberlakukannya kebijakan ekonomi terbuka pada tahun 1978, pemerintah China telah menghapus kebijakan lisensi ekspor dan kuota. Pemerintah China juga melakukan reformasi di sektor valuta asing dimana individu diijinkan untuk membuka rekening mata uang asing di Bank of China dan bank-bank lain yang diberi wewenang mengelola mata uang asing dan nilai tukar mata uang asing didevaluasi beberapa kali sebelum menggunakan sistem nilai tukar tetap. Kebijakan potongan pajak pertambahan nilai komoditas ekspor cukup membantu ketika terjadi krisis. Sistem pengurangan kewajiban juga diterapkan untuk mendukung program pemrosesan ekspor China. Implikasinya, reformasi yang dilakukan pemerintah China berhasil mengubah perilaku perusahaan-perusahaan China menjadi lebih responsif terhadap sinyal pasar dan hal ini mengubah pola perdagangan dimana pertumbuhan ekspor kemudian terkonsentrasi pada sektor yang bertenaga kerja intensif seperti tekstil, pakaian, sepatu dan mainan; dan yang kemudian diarahkan pada sektor manufaktur. Reformasi institusional juga dilakukan China dalam transisi dari ekonomi terpimpin ke sistem yang berorientasi pada pasar. Aturan antidumping diberlakukan pada tahun 1997 (sebelum masuk ke WTO). Pada saat yang bersamaan pembelian pemerintah juga diliberalisasi melalui sistem lelang atau negosiasi kompetitif.

Sebelum era reformasi 1978, tarif hanya sedikit mempengaruhi pola impor karena tarif hanya digunakan untuk mengurangi jarak harga barang impor dengan harga barang sejenis di pasar domestik China. Pada tahun 1980-an China mengurangi cakupan perencanaan ekspor dan pada saat yang bersamaaan mengenakan tarif tinggi ke berbagai komoditas, kecuali untuk bahan mentah dan barang setengah jadi yang digunakan untuk memproduksi dan merakit barang yang akan diekspor kembali dan untuk barang modal yang digunakan dalam perusahaan patungan atau asing. Namun, China terus melakukan penurunan tarif impor secara sistematis dari rata-rata sebesar 55,6% di tahun 1982 sampai sebesar 15,3% di tahun 2001.

Selain tarif, pemerintah China juga langkah-langkah kebijakan non-tarif untuk mengontrol dan mengatur impor dan hal ini dinilai lebih memberatkan ketimbang kebijakan tarif impor. Yang paling memberatkan adalah kebijakan lisensi impor dan kuota dan batasan terhadap hak dagang. Sementara itu penggunaan daftar pengganti impor, registrasi dan persyaratan lelang bagi impor produk pilihan, serta standar keamanan dan kualitas juga merupakan kebijakan non-tarif yang cukup membebani. Namun, beberapa perubahan telah dilakukan oleh pemerintah China: (1) menambah jumlah perusahaan domestik yang diberi wewenang untuk melakukan perdagangan dari sejumlah 12 perusahaan di tahun 1978 menjadi 35000 di tahun 2001; (2) pada tahun 1992 daftar pengganti impor dihapus; (3) otomatisasi registrasi untuk produk impor khusus. Meskipun telah melakukan perubahan, penghalang non-tarif ini masih signifikan.

Periode Setelah Masuk Dalam Keanggotaan WTO


Upaya China untuk bergabung dalam keanggotaan WTO memakan waktu selama 15 tahun dan peran AS dalam negosiasi untuk hal tersebut sangat sentral. Hal ini terbukti dengan dimasukkannya poin-poin klausul kesepakatan bilateral China-AS kedalam kesepakatan penerimaan China ke WTO. Bergabungnya China sebagai anggota yang ke-143 pada tanggal 11 Desember 2001 praktis berimplikasi signifikan dan sangat mempengaruhi perilaku kebijakan perdagangan dan investasi China. Secara garis besar, perilaku perdagangan dan investasi China terbatasi dengan disetujuinya beberapa klausul berikut:

  1. Membuka kesempatan hak dagang penuh dan distribusi bagi perusahaanperusahaan asing di China.
  2. Pemotongan tarif produk-produk pertanian dari kisaran rata-rata sebesar 22% menjadi 17,5% sedangkan untuk produk-produk pertanian yang diprioritaskan terhadap AS (seperti daging sapi, anggur, keju, produk peternakan dan daging babi) jatuh pda kisaran antar 31%-14%. Untuk tarif industri secara keseluruhan jatuh pada kisaran 24,6% sampai 9,4% dengan prioritas terhadap produk berteknologi informasi sebesar 13,3% sampai 0%.
  3. Penetapan sistem tingkat tarif kuota untuk impor komoditas pertanian (seperti gandung, jagung, kapas, beras dan lain-lain) hingga tingkat tertentu pada kisaran tarif rendah 1-3%, sementara untuk impor produk pertanian diatas level tersebut akan diijinkan untuk dikenakan tarif yang lebih tinggi.
  4. Penyesuaian kuota dan pembatasan-pembatasan lainya diijinkan dalam tempo 2 tahun.
  5. Penghapusan larangan impor produk-produk pertanian dengan alasan kebersihan dan kesehatan yang tidak ilmiah, subsidi akhir ekspor, dan pengurangan subsidi domestik.
  6. Pembukaan sektor jasa, termasuk distribusi, asuransi, telekomunikasi bernilai tambah, perbankan, saham, dan jasa-jasa profesional. China juga dituntut untuk memperluas cakupan produk jasa dan secara bertahap menghapus pembatasan terhadap penyedia jasa asing.
  7. Pengurangan penghalang perdagangan otomotif. Tarif otomotif akan jatuh dari kisaran 80-100% menjadi 25% sedangkan untuk suku cadang pada rata-rata 10% sebelum 2006.
  8. Penghapusan penghalang-penghalang investasi di China termasuk alih teknologi, konten lokal, dan persyaratan kinerja ekspor.
  9. Penerimaan terhadap penggunaan klausul mekanisme penyelamatan (safeguard mechanism), countervailing dan antidumping dalam periode penyesuaian terhadap pemasukan tiba-tiba dari produk-produk China yang berpotensi mengancm keberadaan pasar domestik AS.