Apa yang kamu ketahui tentang metode gravitasi dalam geofisika?

Metode Gravitasi

Survei gravitasi adalah metode yang digunakan untuk menginvestigasi tubuh batuan yang ada di bawah permukaan atau struktur yang memiliki hubungan dengan variasi densitas lateral. Contoh kasus penggunaan survei gravitasi akibat adanya perbedaan densitas adalah pencarian atau pendeteksian bijih mineral atau intrusi yang densitasnya berbeda dengan batuan di sekitarnya, cekungan yang terisi oleh batuan dengan densitas yang lebih rendah, patahan apabila menutup batuan sehingga adanya perbedaan densitas lateral, serta gua-gua bawah tanah.

Survei gravitasi mengukur perbedaan menit pada tarikan ke bawah yang dihasilkan oleh gravitasi sehingga membutuhkan instrument atau alat yang sangat sensitif. Pembacaan gravitasi bergantung pada faktor perbedaan densitas yang ada di bawah permukaan dan tidak memiliki hubungan dengan jenis batuan yang ada di bawah permukaan sehingga sangat penting mengoreksi efeknya menggunakan beberapa koreksi gravitasi saat pengolahan data dilakukan (Mussett dan Khan, 2000).

Teori Gravitasi
Dasar teori yang digunakan dalam pengukuran gravitasi adalah Hukun Gravitasi Newton. Newton menemukan bahwa adanya gaya tarikan antara dua massa m1 dan m2 yang proporsional terhadap besarnya massa tersebut, dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara dua massa, r. Hubungan ini dapat dituliskan dengan sebuah persamaan yang menggambarkan Gaya Gravitasi.

image
G adalah konstanta gravitasi universal yang memiliki nilai 6,672 x 10-11 m3/Kg.s2 di mana m1 dan m2 diukur dalam Kg, dan r dalam meter (Mussett dan Khan, 2000).

Pada Bumi yang berlapis-lapis, setiap lapisannya dapat dikecilkan menjadi satu titik yang mewakili pusa massa, sehingga keseluruhan Bumi bersifat sebagaimana semua massa ME terkonsentrasi di pusat. Hal ini menyebabkan gaya tarik Bumi terhadap massa yang lebih kecil, ms, pada permukannya sama dengan dua titik massa yang dipisahkan oleh jari-jari Bumi, RE, sehingga persamaan gravitasi di atas dapat dituliskan dengan:

image

Mengukur gaya tarik Bumi terhadap massa di permukaan menjadi sulit karena bergantung pada massa ms dan massa Bumi sehingga pengukuran gravitasi menggunakan percepatan yang dihasilkan oleh gaya. Apabila massa ms dilepaskan di atas permukaan Bumi, gaya F akan menyebabkannya jatuh dengan percepatan. Jika gaya = massa x percepatan, maka persamaan dapat dituliskan dengan:

image
image

Seluruh massa jatuh dengan percepatan yang sama sehingga ms dihilangkan dari kedua sisi persamaan. Pada persamaan tersebut, g adalah percepatan gravitasi yang dapat diukur dengan membiarkan massa jatuh dan menghitung seberapa cepat benda tersebut jatuh. Bumi dianggap berbentuk bola yang simetris/ apabila anggapan bentuk Bumi demikian, maka nilai g akan sama di mana pun di permukaan Bumi bagaimana pun massa internal terdistribusi. Namun, diketahui bahwa Bumi tidak berbentuk bola simetris dan adanya perbedaan tipe batuan secara lateral, sehingga diharapkan adanya variasi kecil g di permukaan. Ukuran variasinya bergantung pada persebaran batuan di bawah permukaan dan seberapa besat perbedaan densitas dengan batuan yang ada di sekitarnya (Mussett dan Khan, 2000).

Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan rentang densitas pada masing-masing jenis batuan

Pengukuran Gravitasi

Variasi gravitasi atau anomali sangat kecil sehingga diukur dalam miliGal (mGal atau mgal) di mana 1 mGal setara dengan 10-5 m/s2 ~ 10-6g. Hal yang dapat disimpulkan adalah hanya jika adanya variasi lateral densitas, maka akan terdapat anomali gravitasi. Percepatan gravitasi dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan dengan gravimeter. Gravimeter dapat mendeteksi perubahan g dengan ketelitian 10-8 g, bahkan terdapat alat-alat dengan tingkat kesensitifan yang lebih tinggi. Gravimeter menggunakan prinsip kesetimbangan pegas yang apabila dikenai gaya tarik gravitasi, pegas akan mengalami pemanjangan. Gaya tarik gravitasi proporsional terhadap massa sehingga massa yang lebih besar akan menarik pegas dengan gaya yang lebih besar pula. Apabila terdapat dua massa yang sama, maka akan terjadi kesetimbangan (Mussett dan Khan, 2000).

Pembacaan alat harus dilakukan di tempat yang cukup stabil. Gravimeter memiliki thermostat yang berfungsi untuk mencegah pemanjangan atau pemendekan pegas akibat adanya variasi suhu di dalam gravimeter sehingga ketika pengukuran dilakukan, temperature lingkungan juga harus diperhatikan. Lalu, massa dikembalikanke posisi standar yang berarti jumlah pemutaran baut yang digunakan untuk mengenbalikan massa ke posisi standar adalah hasil pembacaan.

Survei gravitasi menggunakan variasi lateral g untuk menginvestigasi densitas dan struktur batuan bawah permukaan, namun nilai g bergantung pada beberapa factor lain seperti jarak dengan pusat Bumi. Hal ini membuat data hasil survei gravitasi membutuhkan beberapa koreksi untuk mendapatkan anomali gravitasi sebenarnya. Beberapa koreksi berhubungan dengan base station yang merupakan posisi yang biasanya dipilih karena nilai gravitasi base station telah diketahui (Mussett dan Khan, 2000).

Pengukuran percepatan gravitasi melibatkan penentuan panjang dan waktu. Pengukuran nilai gravitasi absolut membutuhkan peralatan yang kompleks dan pengamatan dengan periode panjang. Biasanya pengukuran gravitasi absolut dilakukan menggunakan pendulum atau teknik jatuh bebas. Di lapangan, prosedur yang biasanya digunakan adalah dengan mengukur nilai relatif gravitasi antara lokasi pengukuran dengan nilai gravitasi absolut di stasiun referensi terikat dengan International Gravity Standardization Network (IGSN). Dengan menggunakan pembacaan relatif antara lokasi di lapang dengan gravitasi pada stasiun IGSN maka nilai gravitasi absolut pada lokasi dapat ditentukan. (Telford et.al, 1976)

Source

Mussett, Alan E. dan Khan, M. Aftab. 2000. Looking into the Earth . New York: Cambridge University Press

Telford, W. M. 1990. Applied Geophysics . New York: Press Syndicate of University of Cambridge

Teori Pada Pengolahan Data Gravitasi dan Pemodelan

Koreksi

Gravitasi bumi dipengaruhi oleh beberapa variabel. Oleh sebab itu dalam pengolahan datanya, perlu dilakukan koreksi. Beberapa diantara jenis koreksi tersebut adalah koreksi lintang, koreksi bouguer, dan koreksi free air.

  • Teori Koreksi Lintang
    Bumi tidak berbentuk bulat sempurna (sphere) melainkan berbentuk oblate spheroid. Hal ini menyebabkan radius bumi di khatulistiwa lebih besar dibandingkan dengan radius bumi di kutub. Akibatnya gravitasi yang terukur di permukaan bumi tidak seragam, tergantung pula pada posisi dimana pengukuran dilakukan. Untuk melakukan koreksi ini digunakan rumus reference gravity dari International Association of Geodesy pada tahun 1967.

    g(λ) = gc (l + αsin2 + βsin4 )

    dimana λ adalah lintang pada titik pengamatan, sementara α dan β adalah koefisien yang berturut-turut adalah 5.27 x 10-3 dan 2.34 x 10-5 dan gc adalah nilai gravitasi di ekuator (lintang 0) yaitu sebesar 9,78 m/s2

  • Teori Koreksi Bouguer
    Koreksi Bouguer merupakan koreksi yang dilakukan untuk menghitung kelebihan massa pada titik observasi terhadap permukaan laut atau menghitung defisiensi massa pada titik observasi yang terletak di bawah permukaan laut. Persamaan koreksi ini dituliskan sebagai berikut.

    𝑔𝑏 = 0,04193 𝑥 𝜌 𝑥 ℎ (1.5)

    dimana,
    gb = Nilai gravitasi terkoreksi Bouguer
    ρ = Densitas batuan rata-rata disekitar lokasi pengukuran (mg/m3 )
    h = Ketinggian dari atas permukaan laut (m)

  • Teori Koreksi Free Air
    Koreksi udara bebas adalah koreksi yang mengakomodasi pengukuran yang tidak dilakukan pada sea level. Pada koreksi ini apabila pengukuran dilakukan pada suatu ketinggian di atas muka air laut maka seluruh material pada ruang antara titik pengukuran dan sea level diasumsikan sebagai udara. Percepatan gravitasi yang terbaca semakin berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Oleh karena itu dengan koreksi ini, pembacaan pada titik pengukuran dikembalikan ke nilai yang akan didapat bila pengukuran dilakukan pada sea level.

    Gravitasi pada ketinggian h dapat dihitung dengan mengalikan gravitasi pada sea level dengan perbandingan radius keduanya.

    g(h) = go 〖(R/(R+h))〗^2

    dimana R adalah radius bumi pada sea level dan h adalah jarak titik pengukuran diatas sea level. Karena h<<R maka

    g(h) ≅ g0 (1-2h/R)-2

    Perhitungan koreksi free air dapat diperoleh dengan mengurangkan nilai gravitasi pada sea level g0 dengan nilai gravitasi pada ketinggian g(h)

    δg = go – g(h) = (2hg_0)/R

Teori Pemisahan Anomali

Pada pengolahan metode gravitasi, diperoleh peta CBA atau Complete Bouguer Anomaly yang merupakan peta nilai anomali Bouguer total. Peta ini memiliki komponen residual dan regional. Pada pengolahan selanjutnya dibuat peta regional dan peta residual yang terpisah yang digunakan sesuai kebutuhan target eksplorasi. Untuk eksplorasi dangkal digunakan peta residual yang dipengaruhi oleh batuan dangkal sedangkan untuk target eksplorasi dalam menggunakan peta anomali regional. Terdapat beberapa metode untuk pemisahan regional dan residual. Beberapa diantaranya adalah inversi, kurva fitting dan moving average.

Proses pemisahan anomali regional dan residual diawali dengan analisa spektrum dimana dilakukan transformasi domain waktu ke domain frekuensi sehingga sihasilkan spektrum amplitudo dan spektrum fase. Dari kedua spektrum ini dapat dilakukan estimasi kedalaman menggunakan konstanta gelombang (k) dan amplitudo (A). Selanjutnya lebar windowing digunakan untuk filter saat dilakukan pemisahan anomali.

Salah satu jenis filter yang dapat digunakan adalah moving average. Pada metode ini nilai anomali gravitasi dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai anomali regional. Selanjutnya anomali residual diperoleh dengan mengurangkan hasil pengukuran gravitasi dengan nilai anomali regional hasil perata-rataan.

Teori Forward Modelling

Pemodelan ke depan adalah suatu proses perhitungan data yang secara teoritis akan teramati di permukaan bumi jika diketahui harga parameter model bawah permukaan tertentu. Dalam pemodelan dicari suatu model yang cocok atau fit dengan data lapangan, sehingga model tersebut dianggap mewakili kondisi bawah permukaan di daerah pengukuran. Seringkali istilah forward modelling digunakan untuk proses trial and error. Trial and error adalah proses cobacoba atau tebakan untuk memperoleh kesesuaian antara data teoritis dengan data lapangan. Diharapkan dari proses trial and error ini diperoleh model yang cocok responnya dengan data.

Teori Inverse Modelling

Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan ke depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan langsung dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau pencocokan data karena proses di dalamnya dicari parameter model yang menghasilkan respon yang cocok dengan data pengamatan. Diharapkan untuk respon model dan data pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi, dan ini akan menghasilkan model yang optimum.

Estimasi Densitas

Estimasi densitas dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Nettleton dan metode parasnis. Dasar dari metode Nettleton adalah prinsip koreksi Bouguer dan koreksi medan. Metode ini dilakukan dengan cara membuat grafik anomali Bouguer dengan berbagi macam nilai densitas, kemudian dibandingkan dengan topografinya. Nilai densitas yang dianggap benar apabila nilai densitas minimum terhadap topografi. Jika rapat massa yang digunakan sesuai maka penampang anomali gravitasi menjadi lebih smooth .

Metode kedua adalah metode parasnis. Metode ini didasarkan pada persamaan anomali Bouguer dengan asumsi nilai anomali Bouguer adalah nol. Persamaan dari metode parasnis adalah

image
Dari asumsi tersebut diperoleh persamaan

image
Dari persamaan terakhir, dibuat plot sebaran data pada koordinat kartesian dimana ruas kiri menjadi variabel y dan ruas kanan menjadi variabel x. Dari hasil plot akan diperoleh garis linear dengan metode kuadrat terkecil ( least square) dan didapatkan persamaan regresi linear dimana a merupakan nilai densitas batuan rata-rata.

Analisa Derivative

Penentuan batas litologi dan jenis patahan dapat dilakukan menggunakan analisa derivative. Terdapat dua jenis analisa derivative yaitu First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD).
FHD merupakan turunan mendatar pertama atau disebut juga gradien horizontal. Gradien horizontal diakibatkan oleh adanya batas atau tepi suatu body. Gradien horizontal dapat digunakan untuk menentukan lokasi batas kontak kontras densitas dari data gaya berat (Cordell, 1979). Persaman dari FHD adalah

image
SVD digunakan untuk menggambarkan anomali residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal. SVD dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis patahan naik atau turun. Berikut adalah persamaan dari SVD:
image
Terdapat beberapa prinsip untuk menentukan jenis patahan. Pertama apabila SVD min lebih kecil dibanding SVD max maka patahan tersebut merupakan patahan normal. Bila sebaliknya maka patahan tersebut merupakan patahan naik. Apabila SVD max sama dengan SVD min maka patahan tersebut berjenis patahan mendatar.