Apa yang kamu ketahui tentang fase-fase perkembangan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)?

image

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan pada hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan tanggal 05 Februari 1947 di Sekolah Tinggi Islam (STI) Jalan Setiodiningratan Yogyakarta.1 Lafran Pane,2 seorang mahasiswa Tingkat 1 Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), bersama dengan rekan-rekannya mendirikan HMI, yaitu: Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Maisaroh Hilal (Singapura), Suwali, Yusdi Ghozali (PII-Semarang), Mansyur, Siti Zainah (Palembang), M. Anwar (Malang), Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang), Baidron Hadi (Yogyakarta).

Ada dua tujuan dasar dibentuknya HMI, yaitu:

  • untuk mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia

  • untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Sebagai upaya mencapai tujuan itu, HMI membentuk struktur organisasi terutama untuk menghadapi dan mengatasai hambatan organisasi. Organisasi HMI terdiri dari atas lima struktur, yaitu:

  1. struktur kekuasaan
  2. struktur pimpinan
  3. lembaga-lembaga khusus
  4. lembaga kekaryaan
  5. majelis pertimbangan organisasi

Struktur kekuasaan dipegang oleh Forum Kongres, Konferensi Cabang (Konfercab) serta Rapat Anggota Komisariat (RAK). Sedangkan struktur pimpinan terdiri atas Pengurus Besar (PB), Pengurus Cabang (PC), serta Pengurus Komisariat (PK).

Selain itu, juga dibentuk Koordinator Komisariat (Korkom) untuk memperlancar dan mempermudah manajemen organisasi dan Badan Koordinasi (BADKO) sebagai pembantu Pengurus Besar dalam mengkoordinir cabang. Korkom berfungsi sebagai pembantu cabang dalam mengkoordinir Komisariat. Hingga Oktober 2003. Juga dibentuk lembaga-lembaga Khusus seperti Korps Pengader Cabang (KPC), Korps HMI-Wati (KOHATI), dan lain-lain untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang terkait dengan bidang khusus. Sedangkan lembaga-lembaga kekaryaan, seperti Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) dan Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) dibentuk untuk meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme para anggota HMI.6 Selain struktur organisasi, kepemimpinan di HMI juga menjadi penting untuk mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuannya itu.

Seperti apa fase-fase perkembangan HMI?

Periode 1946-1947
Periode tahun 1946-1947 ini dapat disebut sebagai fase konsolidasi spiritual. Dikatakan demikian karena HMI tidaklah didirikan amat mudah. Terdapat hambatan berat yang justru muncul dari Islam sendiri. Adapun faktor yang menghambat berdirinya HMI, yaitu:

  1. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
  2. Pelajar Islam Indonesia (PII)
  3. reaksi-reaksi dari Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY).

Sedangkan faktor yang mendukung berdirinya HMI yaitu posisi dan arti kota Yogyakarta sebagai:

  1. Ibukota NKRI pada waktu itu dan Kota Perjuangan
  2. pusat gerakan Islam
  3. kota universitas/kota pelajar;
  4. pusat kebudayaan yang terletak di Pusat Jawa (Central of Java)
  5. kebutuhan penghayatan dan keagamaan mahasiswa
  6. adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
  7. adanya Sekolah Tinggi Islam (STI), Balai Perguruan Tinggi (BPT) Gajah Mada dan Sekolah Tinggi Teknik (STT)
  8. adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
  9. ummat Islam Indonesia mayoritas.

Periode 1947
Periode tahun 1947 dapat disebut sebagai fase pengokohan HMI. Disebut demikian karena selama lebih kurang sembilan bulan; dari tanggal 5 Februari 1947 hingga tanggal 30 November 1947, reaksi-reaksi atas kelahiran HMI mulai berakhir. Selama masa itu HMI berusaha mengatasi dan menjawab berbagai hambatan, dan tantangan, ancaman dan gangguan yang dapat dikatakan datang setiap saat. Kemampuan HMI menjawab hal itu dapat dilihat dari eksistensi HMI terus berdiri tegak dan mulai terlihat kokoh.

Periode 1947-1949
Periode tahun 1947-1949 dapat disebut sebagi fase perjuangan bersenjata. Disebut demikian karena sesuai tujuan didirikannya HMI, maka konsekuensinya pada masa perang kemerdekaan adalah HMI tidak boleh tinggal diam. HMI harus turun ke medan laga untuk bertempur melawan pihak agresor. HMI mengambil bagian perjuangan dengan cara membantu pemerintah baik sebagai staf, penerangan dan penghubung maupun sebagai prajurit tempur di lapangan.

Hal yang sama juga dilakukan oleh HMI pada pemberontakkan PKI Madiun tanggal 18 September 1948. Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro (Ketua PPMI) membentuk Corps Mahasiswa untuk membantu pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun. Corps Mahasiswa yang dipimpin oleh Komandan Hartono dan Wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro mengerahkan anggotanya ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Keberadaan Corps Mahasiswa perlu ditegaskan karena dari perannya itulah kemudian PKI menaruh dendam terhadap HMI di kemudian hari, seperti terbukti tahun 1964- 1965 menjelang meletusnya peristiwa G30S/PKI.

Periode 1950-1963
Periode tahun 1950-1963 dapat disebut sebagai fase pertumbuhan dan perkembangan HMI. Disebut demikian karena selama keterlibatan kader-kader HMI dalam arena pertempuran melawan agresi Belanda dapat dikatakan pembinaan organisasi HMI sangat terabaikan. Namun peristiwa penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 membuat kader-kader HMI yang tadinya melaksanakan tugas-tugas keagamaan dan kebangsaan di medan perang kembali melanjutkan kuliahnya di kampus masing-masing. Konsolidasi internal organisasi mulai dilaksanakana pada tahun 1950 yang ditandai oleh peristiwa pemindahan PB HMI dari Yogyakarta ke Jakarta pada bulan Juli 1951.

Periode 1964-1965
Periode tahun 1964-1965 dapat dikatakan sebagai fase yang penuh tantangan bagi kader-kader HMI. Disebut demikian karena dendam PKI kepada HMI mulai menemukan ruang setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII. PKI dan para simpatisannya yang menganggap HMI sebagai kekuatan ketiga ummat Islam membuatnya sangat bersemangat membubarkan HMI. Dendam PKI dan dan para simpatisannya tidak hanya membuat HMI dan kader- kadernya mendapat fitnah akibat hasutan dan propaganda, tapi juga menjadi korban penculikan. Kerugian materil dan moril HMI baru berhenti setelah pemerintah menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang sejak peristiwa tanggal 30 September 1965.

Periode 1966–1968
Periode tahun 1966–1968 dapat disebut sebagai fase kebangkitan HMI dan Pelopor Orde Baru. Disebut demikian karena HMI yang sangat sadar akan kegagalan Orde Lama berperan serta dalam mempelopori lahirnya Orde Baru. HMI melalui Wakil Ketua PB HMI, Mari’ie Muhammad, memprakarsai terbentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) tanggal 25 Oktober 1965. Ada dua tugas pokok yang dilakukan oleh KAMI, yaitu:

  • mengamankan Pancasila;
  • memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI

Aksi massa KAMI yang mulai membuat Orde Lama berang adalah Rapat Umum pada tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta. Kemudian puncaknya pada tanggal 10 Januari 1966, KAMI mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat, Tritura, yaitu menuntut penguasa dan harga turun, serta PKI dibubarkan. Rezim anti-Orde Lama yang tidak menerima tuntutan itu akhirnya melakukan tindakan represif yang menyebabkan meninggalnya sejumlah mahasiswa, seperti Arif Rahman Hakim (UI) dan Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar dan Margono di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar. Namun gugurnya pahlawan-pahlawan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) itulah yang kemudian menjadi jalan licin bagi kelahiran Orde Baru yang ditandai oleh keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar).

Periode 1969-1970
Periode tahun 1969-1970 dapat disebut sebagi fase pembangunan. Disebut fase pembangunan karena setelah Orde Baru dan Pancasila diterima, kader-kader HMI telah melibatkan diri dalam pembangunan sesuai Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I) yang dimulai pada tanggal 1 April 1969. HMI dan kader-kadernya berpartisipasi dalam pembangunan dalam dua bentuk, yaitu:

  • turut serta menciptakan suasana, situasi dan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan
  • memberikan konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
  • pelaksana pembangunan.