Apa yang harus dilakukan pada pasien yang mengalami edema paru?

Edema paru

Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernapas akibat terjadinya penumpukan cairan di dalam kantong paru-paru (alveoli).

Apa yang harus dilakukan pada pasien yang mengalami edema paru ?

Terapi awal yang paling penting adalah pemberian oksigen, jika perlu dengan ventilasi mekanik. Pemberian ventilasi mekanik bertujuan tidak hanya untuk mengurangi kerja pernapasan saja, tetapi juga meningkatkan oksigenasi dengan mencegah kolaps alveoli memakai positive end-expiratory pressure (PEEP). Peningkatan oksigenasi menyebabkan cairan keluar ke intersitisial sehingga tidak mengganggu pertukaran gas.

Jika edema paru disebabkan oleh gagal jantung dengan peningkatan tekanan mikrovaskular pulmonal, maka dapat dilakukan terapi untuk perbaikan fungsi jantung. Perbaikan fungsi jantung dapat dicapai dengan berbagai cara, oksigen dan digitalis diberikan untuk meningkatkan volume semenit, pemberian morfin dapat membantu mengurangi preload dan afterload karena mengurangi ansietas.

Penurunan afterload ventrikel kiri akan memungkinkan peningkatan fraksi ejeksi tanpa meningkatkan kerja miokardial.

Aminofilin dapat diberikan, karena selain mengurangi afterload, efek lainnya dapat memperbaiki kontraktilitas dan menyebabkan bronkodilatasi. Perbaikan kontraktilitas miokardium d adrenergik dengan obat-obat inotropik seperti dopamin, dobutamin, atau isoproterenol dengan meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pengisian ventrikel.

Preload juga dapat dikurangi dengan posisi duduk, juga dengan pemberian ventilasi tekanan positif. Sebagai tambahan, perlu juga diberikan terapi suportif, seperti merencanakan pemberian cairan dengan cermat, dengan memberikan sejumlah cairan pengganti dehidrasi, sambil melakukan koreksi asam basa, dan kemudian memberikan cairan pemeliharaan.

Diuretik diberikan dengan tujuan mengurangi volume plasma dan pengisian atrium kiri, juga untuk meningkatkan tekanan koloid osmotik. Mekanisme kerja diuretik dalam mengatasi edema paru adalah dengan meningkatkan kapasitas vena, dan meningkatkan eksresi garam dan air sehingga mengurangi pengeluaran cairan dari mikrovaskular paru.

Pada edema berat, furosemid dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1−2 mg/kgBB. Dosis ini biasanya menghasilkan diuresis nyata yang menurunkan tekanan mikrovaskular paru dan meningkatkan konsentrasi protein di dalam plasma. Dua perubahan ini menghambat filtrasi cairan ke dalam paru dan mempercepat masuknya air ke dalam mikrosirkulasi paru dari interstisial. Terapi berkelanjutan dengan furosemid, kadangkala disertai dengan penggunaan diuretik lain seperti spironolakton dan tiazid, digunakan untuk membantu mengendalikan edema paru. Pada terapi jangka panjang dengan diuretik sering terjadi kehilangan sejumlah besar kalium klorida. Deplesi elektrolit ini biasanya dapat dicegah dengan menggunakan suplementasi kalium klorida, 3−5 mEq/kgBB setiap hari.

Jika terdapat hipotensi, zat inotropik seperti dopamin dan dobutamin juga mempunyai efek terhadap pembuluh darah paru. Jika terdapat resistensi vaskular yang tinggi, maka dobutamin lebih efektif karena dapat meningkatkan volume jantung semenit tanpa meningkatkan resistensi vaskular sistemik, bahkan menyebabkan vasodilatasi sistemik.

Pemberian albumin intravena bermanfaat jika edema paru disebabkan oleh penurunan tekanan koloid osmotik. Untuk mencegah efek penumpukan cairan sementara akibat albumin, maka pemberiannya harus lambat dan disertai diuretik. Pada bayi, serta anak-anak dengan edema paru berat, infus albumin atau plasma biasanya tidak memberikan keuntungan. Pemberian tersebut cenderung meningkatkan tekanan mikrovaskular paru, sebagai usaha mengimbangi efek peningkatan tekanan osmotik protein intravaskular. Selanjutnya, protein yang diberikan dapat bocor ke interstisial paru, sehingga menambah beratnya edema.

Pada edema paru yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas kapiler, seperti ARDS, maka dapat ditambahkan steroid dan nonsteroid antiinflammation drugs (NSAID) dosis tinggi. Jika disebabkan sepsis dan disseminate intravascular coagulation (DIC), maka dapat diberikan heparin dan dekstran. Pemberian antioksidan dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus ARDS atau NRDS.

Jika anemia dan edema paru berat terjadi bersama-sama, transfusi pengganti dengan packed red cells (PRC) akan lebih aman dan memberikan keuntungan yang lebih besar.

Kondisi-kondisi yang merusak kerja miokardium (hipoglikemia, hipokalsemia, infeksi) membutuhkan terapi spesifik, sementara faktor-faktor/keadaan yang meningkatkan aliran darah paru (hipoksia, nyeri, dan demam) seharusnya dihindari atau diterapi secepatnya.

Jika tindakan-tindakan ini tidak berhasil mengurangi edema, perlu diberikan dukungan ventilator dengan PEEP. Positive end-expiratory pressure tidak mengurangi kandungan air paru, tetapi mendistribusi ulang cairan dalam rongga-rongga udara, dan memperbaiki pertukaran gas respirasi.

Beberapa penelitian menemukan bahwa pemberian ventilasi mekanik dengan PEEP dan continuous positive airway pressure (CPAP) cukup efektif. Positive end-expiratory pressure dapat mengurangi penumpukan cairan di paru, sedangkan CPAP dapat mencegah terjadinya kolaps unit alveoli dan membuka kembali unit alveoli yang sudah kolaps. Keadaan ini akan meningkatkan kapasitas residu fungsional (functional residual capacity, FRC). Peningkatan FRC akan memperbaiki komplians paru, meningkatkan produksi surfaktan, dan menurunkan resistensi vaskular. Hasil akhirnya adalah penurunan kerja pernapasan, peningkatan oksigenasi, dan penurunan afterload jantung.

Prognosis

Prognosis


Goldberrefluks gastroesofagus dkk., setelah memantau 94 pasien dengan edema paru hidrostatik, melaporkan mortalitas di RS sebesar 17%, dan data selama satu tahun adalah 51,2%. Feddulo dkk. secara retrospektif mengevaluasi hasil akhir dari pasien-pasien dengan edema paru kardiogenik yang membutuhkan ventilator mekanik. Mereka melaporkan angka mortalitas sebesar 56% dan menemukan bahwa derajat penurunan fungsi ventrikel kiri berhubungan dengan mortalitas.