Apa yang dimaksud Mutual Legal Assistance?

Apa yang dimaksud Mutual Legal Assistance?

Apa yang dimaksud Mutual Legal Assistance?

MLA atau bantuan timbal balik merupakan suatu saran atau wadah untuk meminta bantuan kepada negara lain untuk melakukan penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan terhadap suatu perkara yang melibatkan dua negara atau lebih. MLA sangat dianjurkan dalam berbagai pertemuan Internasional dan Konvensi PBB, misalnya dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Negara penandatangan dianjurkan untuk memiliki kerjasama internasional antara lain, dalam bentuk MLA guna memberantas korupsi. MLA melibatkan proses hukum dan akan berdampak pada kepentingan pribadi suatu negara. Hal ini berkaitan dengan hal-hal semacam penyitaan harta jaminan, pengambilalihan saksi, penahanan pelaku kejahatan.

Keuntungan dari MLA adalah pemerintah yang dimohonkan mengijinkan negara pemohon untuk menerapkan aturan penegakan hukum dan memperoleh barang bukti untuk melaksanakan penuntutan.

Secara nasional, pelaksanaan MLA telah diatur dengan Undangundang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perjanjian Bantuan Timbal Balik yang berlaku sejak 3 Maret 2006. Undang-undang ini mengatur mengenai ruang lingkup MLA, prosedur Mutual Assistance Request (MAR) dan pembagian hasil tindak pidana yang disita kepada negara yang membantu. MLA pada intinya dibuat secara bilateral atau multilaretal. MLA bilateral ini dapat didasarkan pada perjanjian MLA atau atas dasar hubungan baik timbal balik (resiprositas) dua negara.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang pengesahan Treaty on Mutual Legal Assistance in criminal matters (Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana) yang dalam hal ini telah disepakati oleh pemerintah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam yang bersepakat untuk meningkatkan efektivitas lembaga penegak hukum dari para pihak dalam pencegahan, penyidikan, penuntutan, dan yang berhubungan dengan penanganan perkara pidana melalui kerjasama dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, dengan menandatangani Treaty on Mutual Legal Assistance in criminal matters.

Sehingga dari Undangundang Nomor 15 Tahun 2008 tersebut menegaskan telah ada perjanjian yang sah antara Indonesia dengan Filipina melalui perjanjian Treaty on Mutual Legal Assistance in criminal matters.

bentuk kerjasama antar negara dalam praktik hukum kebiasaan internasional dapat dilakukan melalui Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs). Bentuk kerjasama ini muncul di dalam praktik pemberantasan kejahatan internasional, yang bersifat transnasional ataupun kejahatan internasional sebagai tindakan pelaksanaan perjanjian lain, yang selama ini telah dilakukan di antara Negara-negara yang terlibat di dalamnya.

pembentukkan kerjasama dalam bentuk Mutual Legal Assistance Treaties ( MLATs ) ini merupakan sejarah terpanjang yang pernah terjadi dalam praktik hukum internasional. Perjanjian diawali dengan perjanjian antara pe-merintah Amerika Serikat dan pemerin-tah Swiss. Perundingan antara wakilwakil pemerintah kedua Negara dilaku-kan sejak tahun 1972, ditandatangani pada tahun 1973, serta berlaku efektif pada tahun 1977 (setelah 50 tahun).

Tindak lanjut dari perjanjian tersebut, pada tanggal 10 November 1987 telah ditanda tangani suatu Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah kedua negara untuk menambah/melengkapi ketentuan-ketentuan yang sudah dicantumkan dalam MLATs tahun 1973 antara kedua negara. MoU tersebut di namakan MoU on Mutual Assistance in Criminal matters and Ancillary Administrative pro-

Berbagai perjanjian internasional, baik perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral telah disepakati sebagai salah satu cara yang paling niscaya dalam internationally coordinated efforts to combat international crimes . Bentuk-bentuk kerjasama internasional, seperti Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs) sudah semakin banyak disepakati, misalnya yang diatur cukup komprehensif dalam United Nations Convention Against Corruption Tahun 2003, United nations Conventions Against Transnational Organized Crime Tahun 2000.

Sedangkan pada tingkat Regional ASEAN, telah disepakati Treaty Mutual Legal Assistance in Criminal Matters tahun 2004. Perjanjianperjanji-an seperti tersebut di atas tentu saja sangat menghormati jurisdiksi dan mengandalkan ketentuan hukum nasional dari negara pesertanya. Namun dibutuhkan tindakan dan aturan untuk meng-koordinasikan kegiatan-kegiatan nasional tersebut sehingga semakin meningkat sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya kejahatan-kejahatan internasional.

Selain itu penegakan dapat dilakukan dengan melalui kerja sama internasional atau mutual legal assistance treaty atau judicial assistance treaty antara dua negara atau lebih, sebagaimana dilaksanakan telah dilaksanakan, khususnya di antara negara-negara ASEAN serta antara pemerintah Amerika Serikat dan Swiss, jerman, Belanda, Meksiko, Panama, Nikaragua, dan Italia. Contoh lain, usaha-usaha masyarakat internasional atau Negara-negara dalam mencegah dan memberantas kejahatan transnasional dapat dilakukan dengan kerjasama secara fisik maupun dengan menuangkan pengaturannya dalam konvensi-konvensi internasional yang sudah lama berlaku.