Apa yang dimaksud modal manusia atau human capital?

modal manusia atau human capital

Modal manusia atau Human capital merupakan perangkat keterampilan karyawan

Human Capital diartikan sebagai manusia itu sendiri yang secara personal dipinjamkan kepada perusahaan dengan kapabilitas individunya, komitmen, pengetahuan, dan pengalaman pribadi. Walaupun tidak semata- mata dilihat dari individual tapi juga sebagai tim kerja yang memiliki hubungan pribadi baik di dalam maupun luar perusahaan (Stewart 1997).

Menurut Malhotra dan Bontis, Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan. Pembentukan nilai tambah dikontribusikan oleh human capital dalam menjalankan tugasnya akan memberikan Suistanable Revenue di masa yang akan datang bagi suatu perusahaan tersebut.

Human capital merupakan nilai tambah bagi perusahaan dalam perusahaan setiap hari, melalui motivasi, komitmen, kompetensi, serta efektivitas kerja tim, nilai tambah yang dapat dikontribusikan oleh pekerja berupa: pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan, pemindahan pengetahuan dari pekerja ke perusahaan serta perubahan budaya manajemen (Mayo 2000).

Andrew Mayo mendefinisikan “ human capital sebagai kombinasi warisan genetik, pendidikan, pengalaman, dan perilaku tentang hidup dan bisnis”.

Human capital merupakan segala sesuatu mengenai manusia dengan segala kapabilitas yang dimilikinya, sehingga dapat menciptakan nilai bagi organisasi untuk mencapai tujuan.

Konsep Human Capital


Menurut Jac Fitz-enZ (2009), Human capital muncul akibat dari pergeseran peran sumber daya manusia dalam organisasi dari sebagai beban menjadi asset /modal. Konsep human capital menggagas nilai tambah yang dapat diberikan oleh karyawan (manusia) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Chatzkel menyatakan bahwa human capital -lah yang menjadi faktor pembeda dan basis aktual keunggulan kompetitif organisasi. Teori human capital , sebagaimana dinyatakan oleh Ehrenberg dan Smith, mengkonseptualkan bahwa karyawan memiliki serangkaian keterampilan yang dapat “disewakan” kepada organisasi mereka.

Menurut Larkan (2008), Human capital lahir didasari oleh fenomena bahwa pada abad 21 ini kesadaran manajemen perusahaan dalam pengelolaan SDM semakin tinggi. Perusahaan- perusahaan mulai menyadari bahwa kinerja perusahaan bukan hanya ditentukan oleh capital yang berupa finansial, mesin, teknologi, dan modal tetap, melainkan terutama dipengaruhi oleh intangible capital , yaitu Sumber Daya Manusia (SDM).

Seperti dideskripsikan oleh Scarborough dan Elias (2009), konsep human capital sebaiknya dipandang sebagai jembatan yaitu mendefinisikan hubungan antara praktik manajemen SDM dengan kinerja bisnis. Mereka menunjukkan bahwa human capital memiliki definisi yang dinamis, implisit, tidak baku, dan kontekstual. Karakteristik ini membuat human capital sulit di evaluasi.

Ciri human capital yang sangat penting bagi kinerja perusahaan adalah keluwesan dan kreativitas individu, kemampuan mereka untuk mengembangkan keterampilan seumur hidup, dan merespons berbagai konteks situasi. Mereka menyebutkan bahwa acuan teori human capital adalah manusia dan keterampilan, sementara acuan teori physical capital adalah pabrik dan peralatan.

Manusia sebagai pelaku bisnis memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreativitas, disiplin, profesionalisme, serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai IPTEK maupun kemampuan manajemen. Dalam kehidupan yang nyata manusia memegang peranan utama dalam meningkatkan produktifitas dan alat produksi yang canggih serta dituntut menjadi sumber daya manusia (SDM) yang terampil / ahli. Keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja individu karyawan.

Human capital merupakan karakteristik sumber daya manusia (SDM) yang ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki yang digunakan untuk menciptakan nilai bagi organisasi (Collin and Clark, 2003).

Creating value (menciptakan nilai) adalah upaya penciptaan nilai melalui membangun kapabilitas, penguatan arah strategi bisnis, dan mengutamakan peluang istemewa untuk mewujudkan keunggulan daya saing oraganisasi (Ingham:2007).

Hasil studi Penning et al (1998) menjelaskan bahwa manajemen human capital harus memperhatikan sumber-sumber pengetahuan dan aliran pengetahuan–pengetahuan tersebut. Aliran pengetahuan dimaksudkan sebagai proses perkembangan keahlian dan pelembagaan pengetahuan.

Dalam buku ROI of Human Capital Jac Fitzenz (2009) mengungkapkan dorongan untuk mengukur human capital ini merefleksikan perubahan peran manajemen sumber daya manusia dari peran administratif menjadi partner bisnis yang strategis. Lebih lanjut dikatakan orang semakin menyadari bahwa sumber keunggulan bersaing bukan berasal dari desain produk atau layanan yang canggih, strategi pemasaran yang terbaik, desain teknologi, atau manajemen keuangan yang paling cerdas, tetapi berasal dari adanya sistem yang tepat, aktivitas memotivasi, dan mengelola organisasi sumber daya manusia.

Konsep human capital muncul karena adanya pergeseran peranan sumber daya manusia. Human capital muncul dari pemikiran bahwa manusia merupakan intangible asset yang memiliki banyak kelebihan yaitu:

  • Kemampuan manusia apabila digunakan dan disebarkan tidak akan berkurang melainkan bertambah baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi organisasi.

  • Manusia mampu mengubah data menjadi informasi yang bermakna

  • Manusia mampu berbagi intelegensia dengan pihak lain.

Menurut Derek Stokey (2003) perlunya human capital pada masa sekarang berdasarkan pada:

  • Kuatnya tekanan persaingan keuntungan finansial dan nonfinansial

  • Pemimpin bisnis dan politik mulai mengakui bahwa memiliki orang yang skill dan motivasi tinggi dapat memberikan perbedaan peningkatan kinerja yang signifikan

  • Terjadi perubahan yang cepat yang ditandai adanya proses dan teknologi yang baru tidak akan bertahan lama apabila pesaing mampu mengadopsi teknologi yang sama. Namun untuk mengimplementasikan perubahan, tenaga kerja yang dimiliki industri harus memiliki skill dan kemampuan yang lebih baik.

  • Untuk tumbuh dan beradaptasi, kepemimpinan organisasi harus mengenali nilai dan kontribusi manusia.

Konsep utama dari human capital menurut Becker (1993) adalah bahwa manusia bukan sekedar sumber daya namun merupakan modal (capital) yang menghasilkan pengembalian ( return ) dan setiap pengeluaran yang dilakukan dalam rangka mengembangkan kualitas dan kuantitas modal tersebut merupakan kegiatan investasi. Pada saat mengoptimalkan dan mengukur Return On Investment ( ROI ) pada human capital, perlu memahami bagaimana hal tersebut berinteraksi dengan bentuk capital lainnya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. HC ROI merupakan sejumlah benefit yang diperoleh organisasi atau tingkat pengembalian / profitabilitas dari sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja.

Komponen Human Capital


Menurut Andrew Mayo (2000) bahwa :

Human Capital memiliki lima komponen yang memiliki peranan yang berbeda dalam menciptakan human capital perusahaan yang pada akhirnya menentukan nilai sebuah perusahaan. Kelima komponen Human Capital tersebut adalah individual capability, individual motivation, the organization climate, workgroup effectiveness dan leadership”.

Komponen Human Capital
Gambar Komponen Human Capital (Andrew Mayo, 2000)

1. Individual Capability

Kecakapan individu dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan nyata ( actual ability ) dan kecakapan potensial ( potential ability ). Kecakapan nyata yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar ( achievement atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan diuji sekarang. Kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan. Kecakapan potensial dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum ( intelligence atau kecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat dan atitudes ).

Menurut Mayo (2000) individual capability

meliputi lima kriteria, yaitu:

  • Personal capabilities , yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dari dalam dirinya sendiri, meliputi penampilan, pikiran, tindakan, dan perasaannya.

  • Profesional andtechnical khow-how , yaitu kemampuan untuk bersikap profesional dalam setiap situasi dan kondisi serta adanya kemauan untuk melakukan transfer knowledge dari yang senior ke junior.

  • Experience , yaitu seseorang yang berkompeten dan memiliki pengalaman yang sudah cukup lama di bidangnya serta memiliki sikap terbuka terhadap pengalaman.

  • The network and range of personal contacts , yaitu seseorang dikatakan berkompeten apabila memiliki jaringan atau koneksi yang luas dengan siapa saja terutama orang-orang yang berhubungan dengan profesinya

  • The value and attitudes that influence actions , yaitu nilai dan sikap akan mempengaruhi tindakannya di dalam lingkungan kerja seperti memiliki kestabilan emosi, ramah, dapat bersosialisasi, dan tegas.

2. Individual Motivation

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2008), “Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan”.

Motivasi terbentuk dari sikap ( attitude ) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Sikap mental karyawan yng positif terhadap situasu kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapau kinerja yang maksimal. Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi, dan tujuan). Artinya, karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi, dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Motivasi dalam berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi.

Edward Murray (2008) berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut:

  • Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya

  • Melakukan sesuattu dengan mencapai kesuksesan

  • Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan

  • Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu

  • Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan

  • Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti

  • Melakukan sesuatu yang lebih baik daripada orang lain

3. The Organization Climate

Budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

Berdasarkan hasil riset dari C.O’Reily III, J.Rhatman dan D.F Caldwell dikemukakan tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi, yaitu sebagai berikut:

  • Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking) , sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.

  • Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.

  • Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokuskan pada hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

  • Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.

  • Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan individu.

  • Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.

  • Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.

  • Suasana kerja yang kondusif akan mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi yang maksimum kepada perusahaan. Karyawan yang merasa puas terhadap perusahaan tempat dia bekerja, kemungkinan besar akan memilih terus bekerja di tempat tersebut walaupun muncul peluang tawaran pekerjaan di tempat lain. Apabila karyawan sudah mempunyai keterikatan yang kuat dengan perusahaan, maka mereka akan bekerja keras demi perkembangan perusahaan.

4. Workgroup Effectiveness

Efektifitas tim kerja didasarkan pada dua hasil-hasil produktif dan kepuasan pribadi. Kepuasan berkenaan dengan kemampuan tim untuk memenuhi kebutuhan pribadi para anggotanya dan kemudian mempertahankan keanggotaan serta komitmen mereka. Hasil produktif berkenaan dengan kualitas dan kuantitas hasil kerja seperti yang didefinisikan oleh tujuan-tujuan tim yaitu konteks organisasional, struktur, strategi, lingkungan budaya, dan sistem penghargaan. Karakter tim yang penting adalah jenis, struktur, dan komposisi tim. Karakteristik-karakteristik tim ini mempengaruhi proses internal tim, yang kemudian mempengaruhi hasil dan kepuasan. Para pemimpin harus memahami dan mengatur tingkat-tingkat perkembangan, kekompakan, norma-norma, dan konflik supaya dapat membangun tim yang efektif.

Menurut Ali Muhammad Abdul (2004:89), “karakteristik tim kerja yang efektif ini memiliki tiga aspek dan dapat dijadikan standar efektivitas sebuah tim”. Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Aspek Internal

    • Definisi yang baik tentang tugas-tugas tim
    • Penetapan target jangka panjang dan periodik
    • Pembatasan masalah dan macam-macamnya
    • Terdapat alternatif yang relevan
  2. Aspek Manajerial

    • Persiapan yang baik
    • Persamaan yang matang
    • Penetapan standar-standar penilaian hasil
    • Kerangka-kerangka yang diikuti
    • Kepemimpinan yang baik bagi tim
    • Pembuatan keputusan dengan kata sepakat bukan dengan aklamasi atau suara yang paling minim
  3. Aspek Perilaku/Sosial

    • Keikutsertaan semua anggota dalam mendiskusikan masalah dan solusi penyelesaian
    • Menerima tugas yang dibebankan kepada anggota dan mempersiapkan diri untuk melaksanakannya dengan baik
    • Memberikan atensi dan kesadaran dan pemahaman kepada orang secara bijaksana
    • Mengungkapkan perasaan dan indra terhadap pemikiran dan pandangan
    • Kesadaran anggota dan pemahaman mereka terhadap masalah yang ada, kerangka penyelesaian, usaha-usaha pelaksanaan, kerjasama, pengorbanan, dan pemberian bantuan dan adanya polemik dan konflik kerangka kerja, bukan sekitar kepribadian.

5. Leadership

Menurut Tannebaum, Weschler and Nassarik kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.

Sedangkan Shared Goal, Hemhiel & Coons mengatakan “Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan”.

Selanjutnya beliau mengatakan, karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:

  • Seseorang yang belajar seumur hidup
    Seseorang belajar tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Selain itu, mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber pembelajaran.

  • Berorientasi pada pelayanan
    Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberikan pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.

  • Membawa energi yang positif
    Dalam menggunakan energi yang positif didasarkan pada keihklasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan dalam kondisi yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif.