Apa yang dimaksud Kesesakan?

Apa yang dimaksud Kesesakan?

Gifford (1987) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan subjektif akan terlalu banyaknya orang di sekitar individu. Kesesakan mungkin berhubungan dengan kepadatan yang tinggi, tetapi kepadatan bukanlah syarat mutlak untuk menimbulkan kesesakan.

Lebih lanjut lagi, apa yang dimaksud kesesakan?

Menurut Altman (1975) kesesakan merupakan persepsi subjektif individu akan keterbatasan ruang dikarenakan stimulus spasial dan sosial yang berlebih dan mekanisme regulasi-privasi tidak bekerja secara efektif sehingga privasi yang didapat kurang dari yang diinginkan.

Stokols dalam Altman (1975) menyatakan kesesakan sebagai konsep psikologis dengan dasar pengalaman dan motivasi. Ada beberapa poin penting dari pendekatan Stokols. Pertama, kesesakan adalah reaksi pribadi yang bersifat subjektif, bukan variabel fisik. Kedua, kesesakan adalah motivasi yang sering berakibat pada maksud tingkah laku, yaitu untuk segera diakhiri atau menghilangkan rasa ketidaknyamanan. Ketiga, kesesakan muncul pada perasaan yang berbeda di ruangan yang terlalu sempit.

Aspek-aspek Kesesakan

Kesesakan bisa muncul jika terdapat situasi atau gangguan yang bersifat menghalangi aktivitas individu dalam suatu tempat atau ruangan. Gifford (1987) menyatakan bahwa aspek-aspek kesesakan yaitu sebagai berikut :

  1. Aspek Situasional
    Meliputi banyaknya orang yang saling berdekatan, pekerjaan dan tujuan terhambat karena banyaknya orang-orang di sekitar, ruangan yang sempit dan terlalu banyak orang di dekat kita, tujuan terhalang sekelompok orang, mengalami gangguan fisik atau perasaan tidak nyaman karena ruang sempit saat kedatangan orang.

  2. Aspek Behavioral
    Aspek behavioral meliputi melakukan reaksi yang mengarah pada perilaku yang berlebihan seperti agresi dan reaksi yang ringan seperti meninggalkan tempat kejadian, menghindari tatapan ataupun menarik diri dari interaksi sosial.

  3. Aspek Emosional
    Aspek emosional dari kesesakan seperti reaksi negatif terhadap orang lain, reaksi negatif dan bisa juga perasaan positif terhadap situasi tersebut. Kesesakan mempengaruhi perasaan seseorang menjadi bersifat negatif, perasaan yang berhubungan dengan suasana hati buruk.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesesakan

Perilaku yang menunjukan reaksi terhadap kesesakan berbeda antara satu individu dengan individu lain. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap situasi yang menimbulkan kesesakan. Menurut Bell at. al. (1978), mengemukakan bahwa adanya faktor personal dan faktor situasional, yaitu :

  1. Faktor personal, bahwa semakin sering atau konstan suatu stimulus muncul, maka akan timbul proses pembiasaan yang bersifat psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) dalam bentuk respon yang menyebabkan kekuatan stimulus tadi melemah. Karena proses pembiasaan ini berhubungan dengan waktu, maka dalam kaitannya dengan kesesakan di kawasan tempat tinggal, lamanya individu tinggal di kawasan tersebut akan mempengaruhi perasaan sesaknya.

  2. Faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik setting.

Loo (dalam Laksmiwati, 2013) mengklasifikasikan determinan kesesakan menjadi tiga, yaitu :

  1. Faktor lingkungan, meliputi faktor fisik (dimensi, tempat, densitas, dan suasana ruang/tempat) dan faktor sosial (norma, kultur, dan adat istiadat).

  2. Faktor situasional, meliputi karakteristik hubungan antar individu, lama, serta intensitas kontak.

  3. Faktor intrapersonal, meliputi karakteristik dari seseorang sepeti usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan sikap.

Dampak Kesesakan

Holahan (dalam Sarwono 1992) menyatakan bahwa dampak kesesakan pada manusia dibedakan oleh :

  1. Dampak kesesakan pada penyakit dan patologi sosial.
  • Reaksi fisiologis misalnya, meningkatnya tekanan darah.

  • Penyakit fisik misalnya psikosomatis, pusing dan gatal-gatal.

  • Patologi sosial misalnya, meningkatnya kejahatan, kecenderungan bunuh diri, gangguan jiwa, dan kenakalan remaja.

  1. Dampak kesesakan pada tingkah laku.
  • Agresif.

  • Menarik diri dari lingkungan sosial.

  • Berkurangnya tingkah laku menolong.

  • Kecenderungan untuk lebih banyak melihat sisi jelek orang lain jika terlalu lama bersama orang lain itu di tempat yang padat atau sesak.

  1. Dampak kesesakan pada suasana hati dan hasil usaha.
  • Hasil usaha atau prestasi kerja menurun.

  • Suasana hati (mood) cenderung menurun.

Teori-teori Kesesakan

Terdapat tiga model teori, yaitu Beban Stimulus, Kendala Perilaku, dan Teori Ekologi (Bell at. al., 1978) berikut adalah penjelasannya :

1. Teori Beban Stimulus

Kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Model kendala perilaku menerangkan bahwa kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu.

2. Teori Kendala Perilaku

Kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Kesesakan akan terjadi bila sistem regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif lebih banyak kontak social yang tidak diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang butuh energy fisik maupun psikis, guna mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.

3. Teori Ekologi

Teori ini membahas kesesakan dari sudut proses sosial, yaitu :

  1. Menurut Micklin (dalam Bell at. al., 1978) : Sifat-sifat umum pada ekologi manusia :
  • Teori ekologi perilaku : Fokus pada hubungan timbale balik antara manusia dan lingkungan.

  • Unit analisisnya : Kelompok sosial, bukan individu dan organisasi social memegang peranan penting Menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

  1. Menurut Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori Manning terdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor setting dimana hal itu terjadi.

Gifford (1987) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan subjektif akan terlalu banyaknya orang di sekitar individu. Kesesakan dipengaruhi oleh karakteristik individu dan situasi sosial. Individu mungkin merasa sesak dalam sebuah ruang luas yang hanya diisi oleh dua orang tetapi tidak merasa sesak ketika berada di antara ribuan orang lain dalam sebuah konser musik.

Menurut Altman (1975) kesesakan merupakan persepsi subjektif individu akan keterbatasan ruang dikarenakan stimulus spasial dan sosial yang berlebih dan mekanisme regulasi-privasi tidak bekerja secara efektif sehingga privasi yang didapat kurang dari yang diinginkan.

Kesesakan adalah keadaan psikologis yang bersifat subjektif yang dialami individu yang didasari oleh perasaan akan terlalu sedikitnya ruang yang tersedia dan adanya gangguan atau hambatan tertentu dalam interaksi sosial atau dalam usaha mencapai suatu tujuan.

Reaksi Kesesakan


Kesesakan biasanya menimbulkan stres secara fisik maupun psikis. Biasanya stres ini terjadi pada individu yang menyukai jarak antarpribadi yang lebar atau menyukai kesendirian. Menurut Gifford (1987) Kesesakan yang dirasakan individu dapat menimbulkan reaksi-reaksi pada:

  1. Fisiologis dan kesehatan
    Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat berdampak pada fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Hasil penelitian D’Atri; Epstein, Woolfolk & Lehrer serta Evans, (dalam Gifford, 1987) menyatakan bahwa kepadatan yang tinggi mempengaruhi tekanan darah dan fungsi jantung. Evans meneliti subjek dengan jenis kelamin berbeda yang di tempatkan dalam ruangan yang sempit dan lapang selama tiga setengah jam, detak jantung dan tekanan darah responden diukur sebelum dan setelah eksperimen, ternyata diperoleh data terjadinya peningkatan denyut jantung dan tekanan darah dalam ruang dengan kepadatan yang tinggi, dibanding dengan ruang yang lapang. Selain peningkatan tekanan darah dan detak jantung, kesesakan yang dialami dapat menyebabkan penyakit fisik berupa psikosomatik seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal bahkan kematian (Sarwono, 1995).

  2. Penampilan kerja
    Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi pekerjaan yang bersifat kompleks daripada pekerjaan yang sederhana, selain itu individu yang yakin mampu menyelesaikan tugasnya dalam kepadatan yang tinggi tetap dapat menampilkan performa kerja yang lebih baik daripada individu yang tidak yakin dengan kemampuannya.

  3. Interaksi sosial
    Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni ketertarikan sosial, agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan non verbal bahkan humor. Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat menimbulkan dampak sosial yang negatif seperti ketertarikan sosial yang menurun, agresifitas yang meningkat, menurunnya kerja sama dan penarikan diri secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan dengan berbagai cara seperti meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat pribadi dalam perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan gerakan defens atau mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan lawan bicara, menghindari kontak mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.

  4. Perasaan / afeksi
    Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti kejengkelan dan ketidaknyamanan akibat ruang yang didapat tidak sesuai dengan keinginan atau terhambatnya tujuan yang ingin dicapai karena kehadiran banyak orang. Emosi yang positif muncul apabila individu berhasil mengatasi rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan secara efektif.

  5. Kendali dan strategi penanggulangan masalah
    Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun informasi yang jelas dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat membantu individu memilih strategi penanggulangan masalah yang tepat untuk mengatasi kesesakan yang timbul akibat ruang yang padat. Kemampuan dalam mengembangkan strategi penanggulangan masalah pada tiap individu berbedabeda dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal yang pada akhirnya akan membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan kesesakan.

Pengukuran Kesesakan


Kesesakan dalam penelitian ini diukur dengan skala kesesakan yang disusun berdasarkan aspek-aspek kesesakan oleh Gifford. Kesesakan mengacu pada faktor internal dan eksternal. Kalb & Keating (dalam Gifford, 1987) meneliti para pelanggan toko buku universitas dalam situasi yang ramai. Subjek penelitian diminta mengungkapkan situasi yang dialami. Responden tersebut menyatakan kesesakan mengacu pada perasaan negatif dalam diri yang timbul akibat keramaian yang terjadi (internal focus) dan di sisi lain kesesakan mengacu pada bagaimana keramaian itu terjadi atau lebih menunjuk pada faktor di luar diri (external focus).

Menurut Stokols dan Sundstrom (dalam Gifford, 1987) kesesakan memiliki tiga aspek yakni:

  1. Aspek situasional, didasarkan pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang terhambat oleh kehadiran orangorang yang terlalu banyak, ruangan yang menjadi semakin sempit karena kehadiran orang baru ataupun kehabisan ide.

  2. Aspek emosional, menunjuk pada perasaan yang berkaitan dengan kesesakan yang dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang lain maupun pada situasi yang dihadapi. Perasaan positif dalam kesesakan tidak dapat dipungkiri, namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil menangani rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.

  3. Aspek perilakuan, kesesakan menimbulkan respon yang jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan meninggalkan ruang, tetap bertahan namun berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata, beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesesakan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan meliputi faktor individu, sosial dan fisik (Gifford, 1987) :

  1. Faktor individu
    Faktor individu terdiri atas kepribadian, minat dan harapan-harapan individu. Faktor kepribadian meliputi kemampuan kontrol dalam diri individu. Kendali diri internal yakni keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi lebih dipengaruhi oleh diri individu sendiri dapat membantu individu menghadapi stres akibat kesesakan yang dirasakan. Minat berkaitan dengan kecenderungan berafiliasi atau bersosialisasi. Individu yang memiliki ketertarikan terhadap individu lain dalam ruangan yang padat akan memiliki toleransi terhadap kesesakan yang lebih tinggi daripada individu yang tidak memiliki kecenderungan untuk berafiliasi dengan individu lain dalam ruang yang padat.

    Hal ini terlihat dalam penelitian Stuart Miller, dkk (dalam Gifford, 1987) pada tahun 1971 yang menyatakan bahwa kecenderungan berafiliasi yang tinggi membantu individu menghadapi kepadatan yang tinggi daripada ketika harus menghadapi kepadatan yang tinggi seorang diri. Harapan atau prasangka juga mempengaruhi rasa sesak yang dirasakan, individu yang berharap pertambahan orang baru hanya sedikit tidak terlalu merasa sesak dibanding individu yang menyangka pertambahan orang baru dalam ruangan akan lebih banyak dari keadaan sebenarnya. Selanjutnya pengalaman pribadi akan mempengaruhi tingkat stres yang terjadi akibat kepadatan yang tinggi. Individu yang telah terbiasa dengan situasi yang padat akan lebih adaptif dan lebih bersikap toleran dalam menghadapi kepadatan dalam situasi baru.

  2. Faktor sosial
    Faktor sosial antara lain kehadiran dan tingkah laku orang yang berjarak paling dekat, koalisi yang terbentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan informasi yang diterima individu berkaitan dengan kesesakan yang dirasakan. Hambatan terhadap tujuan yang ingin dicapai dapat menimbulkan stres. Ketika kepadatan meningkat, privasi menjadi menurun sehingga individu harus berpikir keras untuk menghadapi situasi yang menekan, gangguan secara fisik meningkat dan kemampuan kontrol dapat berkurang. Faktor sosial lain adalah kualitas hubungan diantara individu yang harus berbagi ruang. Individu yang memiliki cara pandang yang sama akan merasa cocok satu sama lain dan lebih mudah menghadapi situasi yang padat, sementara informasi yang jelas dan akurat akan membantu individu menghadapi kesesakan yang dialami.

  3. Faktor fisik
    Faktor fisik meliputi keadaan ruang, bangunan, lingkungan, kota, dan arsitektur bangunan seperti ketinggian langit-langit, penataan perabot, penempatan jendela dan pembagian ruang. Menurut penelitian Baum, dkk (dalam Gifford, 1987) pada tahun 1978, koridor yang panjang menimbulkan rasa sesak juga persaingan dan penarikan diri secara sosial, menurunkan kerja sama, dan menimbulkan kontrol diri yang rendah.

Kesesakan ada hubungannya dengan kepadatan namun kepadatan bukanlah merupakan syarat yang mutlak untuk menimbulkan perasaan sesak. Secara teoritis perlu dibedakan antara kepadatan (density) dengan kesesakan (crowding). Kepadatan mengacu kepada jumlah orang dalam ruang (space) sehingga sifatnya mutlak, sedangkan kesesakan adalah persepsi seseorang terhadap kepadatan, sehingga sifatnya subjektif (Halim, 2008: 72).

Gifford (1987) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan seseorang atau perasaan subjektif karena banyaknya orang disekitarnya.

Sarwono (1995) menjelaskan bahwa kesesakan berarti :

  • Kesesakan adalah persepsi tentang kepadatan, dalam artian jumlah manusia. Jadi, tidak termasuk didalamnya kepadatan dalam arti hal-hal lain yang non manusia. Orang yang berada sendirian di tengah sabana yang luas maupun dalam hutan rimba yang penuh pohon dan binatang buas atau di tengah kota yang penuh bangunan tetapi tidak berpenghuni, tidak akan mempersepsikan kesesakan seperti yang dialami oleh penumpang kereta api atau bus atau pengunjung resepsi pernikahan yang disekitarnya terdapat banyak orang.

  • Kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subjektif. Orang yang sudah biasa naik bus yang padat penumpangnya mungkin sudah tidak merasa sesak lagi. Sebaliknya orang yang terbiasa menggunakan kendaraan pribadi, bisa merasa sesak dalam bus yang setengah kosong.

Sears (2007) mengungkapkan bahwa kesesakan merupakan perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif atau rasa sesak adalah keadaan psikologis yang menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang telah diperoleh. Altman (1975) menyatakan bahwa faktor situasional sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kesesakan. Stresor yang menyertai kesesakan seperti suara gaduh, panas, polusi dan karakteristik setting (tipe rumah dan tingkat kepadatan).

Stokols (dalam Altman 1975) menyatakan kesesakan sebagai konsep psikologis dengan dasar pengalaman dan motivasi. Ada beberapa poin penting dari pendekatan Stokols. Pertama, kesesakan adalah reaksi pribadi dan subjektif, bukan variabel fisik. Kedua, kesesakan adalah keadaan motivasi yang sering berakibat pada maksud tingkah laku, yaitu untuk segera diakhiri atau menghilangkan rasa ketidaknyamanan. Ketiga, kesesakan muncul pada perasaan yang berada di ruangan yang terlalu sempit. Stokols juga membedakan antara kesesakan non-sosial, dimana faktor-faktor fisik dapat membangkitkan perasaan sesak pada individu terhadap keterbatasan ruang gerak pada suatu ruangan yang sempit, dan kesesakan sosial dimana rasa sesak terutama datang dari kehadiran orang yang terlalu banyak dalam suatu ruangan.

Esser (dalam Altman, 1975: 49) menyatakan kesesakan sebagai suatu kondisi mental yang dipenuhi stres dan dia juga ada hubungan antara proses psikologi dan fisiologi. Dia menduga bahwa rasa sesak berasal dari ketidakharmonisan antara susunan saraf pusat dengan kondisi stimulus. Kesesakan dapat melibatkan bagian otak yang secara biologis lebih kompleks dan sistem saraf pada kebutuhan yang mendasar atau biologis terhalangi oleh kepadatan suatu populasi.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam merespon situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan ini dapat diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini akan terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan usaha pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus menerus dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan personalnya

Aspek – Aspek Kesesakan

Kesesakan muncul jika terdapat situasi atau gangguan yang sifatnya menghalangi aktivitas individu dalam suatu setting. Selain itu kesesakan digambarkan sebagai persepsi orang terhadap dirinya sendiri dalam menerima stimulus yang berlebihan terhadap tekanan sosial yaitu bila terjadi reaksi yang lebih besar dari yang diharapkan (Permitasari, 2006). Gifford (1987) menyatakan bahwa aspek-aspek kesesakan adalah sebagai berikut :

  • Aspek Situasional Meliputi banyaknya orang yang saling berdekatan, hambatan dalam tujuan atau pekerjaan karena banyaknya orang-orang di sekitar, adanya ruangan yang sempit di mana ada terlalu banyak orang di dekat kita, tujuan kita terhalang serombongan orang, ruang jadi berkurang dengan kedatangan tamu atau teman sehingga merasakan gangguan secara fisik atau perasaan tidak enak.

  • Aspek Behavioral Menjaga jarak dari tindakan agresi dengan menggunakan respon yang halus seperti meninggalkan tempat kejadian meliputi bentuk-bentuk reaksi individu yang berkisar antara agresi berlebihan (jarang) hingga respon yang lebih ringan seperti meninggalkan tempat, menghindari tatapan mata ataupun menarik diri dari interaksi sosial.

  • Aspek Emosional Kesesakan merupakan suatu pengalaman yang subjektif dan muncul sebagai akibat reaksi negatif terhadap orang lain dan perasaan positif terhadap situasi tersebut. Secara tidak langsung mempengaruhi perasaan seseorang dan biasanya bersifat negatif yang merupakan pengalaman subjektif dan suatu reaksi yang berhubungan dengan perasaan. Mengacu pada suasana hati biasanya suasana hati yang buruk.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek kesesakan yaitu aspek situasional, behavioral dan emosional. Ketiga aspek ini saling berhubungan dan berkelanjutan. Eroglu dkk dalam Yildirim & AlkalinBaskaya (2007) menjelaskan bahwa kesesakan terdiri atas dua dimensi, yaitu :

  • Persepsi crowding manusia yang didasarkan pada jumlah individu. Persepsi kesesakan tersebut melibatkan jumlah individu dalam satu ruang, dimana banyak-sedikit individu menjadi poin terpenting dalam menimbulkan perasaan sesak.

  • Persepsi crowding spasial yang berdasarkan pada jumlah barang dan perlengkapan serta konfigurasi individu. Persepsi ini lebih pada kondisi pada ruang serta posisi individu dalam ruang tersebut. Ketiga aspek kesesakan menurut Gifford (1987) yang meliputi aspek situasional, behavioral dan emosional merupakan bagian dari salah satu dimensi yang dikemukakan oleh Eroglu dkk yaitu persepsi kesesakan manusiawi yang didasarkan jumlah individu. Ketiga gejala tersebut akan dijadikan dasar dalam pembuatan instrumen penelitian, sebab peneliti hanya membatasi aspek kesesakan pada persepsi crowding manusia saja.

Referensi

https://lib.unnes.ac.id/23360/1/1511411098.pdf