Apa yang dimaksud DPRD sebagai lembaga legislatif?

download Dprd

Istilah legislatif mengingatkan pada ajaran trias politika Montesqieu. Dalam negara terdapat tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Adapun yang dimaksud kekuasaan legilatif membuat peraturan atau undang-undang.

Dengan demikian DPRD dapat lebih melaksanakan peran dan fungsinya dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah terutama dalam mewujudkan demokrasi di daerah.

Sejak terjadinya reformasi pada tahun 1998, tonggak sejarah baru dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia seolah dimulai dari awal. Mulai dari tahun 1999 hingga tahun 2002, UUD 1945 telah mengalami perubahan (amandemen) sebanyak empat kali. Dalam kerangka amandemen UUD 1945 itu, bangsa kita telah mengadopsi prinsip-prinsip baru sistem ketatanegaraan, yakni mulai dari prinsip pemisahan atau pembagian kekuasaan, prinsip checks and balances, hingga prinsip supremasi hukum dalam penyelesaian ‘konflik politik’. Menurut Huda (2005), melalui amandemen UUD 1945 itu, lahirlah sejumlah lembaga-lembaga negara, baik yang kewenangannya diberikan oleh konstitusi (constitutionally entrusted power) maupun yang yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang (legislatively entrusted power)

Dalam UU No. 22 Tahun 1999 telah memperlihatkan peran dan kewenangan DPRD sangat kuat dan luas, karena dalam undang-undang ini menegaskan bahwa kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah. Namun UU No. 32 Tahun 2004 sebagai penggantinya justru meperlihatkan peran fungsional DPRD yang melemah, terutama ditinjau dari segi fungsi pengawasannya terhadap Pemerintahan Daerah. Meskipun pada Pasal 42 huruf c, telah ditegaskan bahwa DPRD berwenang :

“Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah”.

Namun di sisi lain Pasal 217 juga telah menegaskan bahwa Pemerintah Pusat juga berwenang untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pembinaan meliputi :

  • koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan;
  • pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
  • pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
  • pendidikan dan pelatihan; dan
  • perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

UUD 1945 Hasil Amandemen memuat bab khusus tentang pemerintahan daerah, yakni Bab VI (Pemerintahan Daerah) yang memiliki 3 (tiga) pasal, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Ketiga pasal ini merupakan hasil amandemen kedua UUD 1945, yang disahkan pada tahun 2000. Ketiga Pasal tersebut dijadikan landasan yuridis-konstitusional bagi perundang-undangan pemerintahan daerah dan lembaga legislatif daerah.

Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, perihal lembaga perwakilan daerah-yang sering disebut DPRD-merupakan salah satu aspek yang diatur di dalam perundang-undangan yang mengatur pemerintahan daerah. Adapun perundang-undangan dimaksud meliputi: (i) UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 18/1965), (ii) UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (selanjutnya disebut UU 5/1974), (iii) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 22/1999), (iv) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 32/2004), (v) PERPPU No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut PERPPU 3/2005), (vi) UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan sebagai UU atas PERPPU No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 8/2005), dan (vii) UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 12/2008).

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Penyelenggara pemerintahan daerah terdiri atas pemerintah daerah dan DPRD. Pemerintahan daerah mencakup (a) pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi; dan (b) pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Pemerintah daerah tersebut terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah. Telah dikemukakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kedudukan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah menempatkan DPRD sebagai institusi yang sejajar dengan pemerintah daerah. Dalam kedudukan yang sejajar itu, DPRD bersama‐sama dengan Kepala Daerah melaksanakan fungsi‐fungsi pemerintahan daerah yang meliputi segala urusan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemberian posisi DPRD sebagai badan legislatif diintrodusir oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 22/1999). Dalam Pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Lebih dari itu, ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (2) bahwa DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Di samping itu, UU 22/1999 juga mendudukkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah yang nota bene wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

Peneguhan kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat-dalam bingkai UU 22/1999-diperkuat lagi dengan pemberian hak yang berbobot politik besar, yakni hak meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati dan Walikota. Lebih dari itu, DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan. Bahkan, pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak permintaan DPRD tersebut diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun karena merendahkan martabat dan kehormatan DPRD; dan tindakan merendahkan semacam ini dikenal dengan contempt of parliament.