Apa yang dimaksud dengan wewenang pemerintah ?

wewenang pemerintah

Wewenang atau kewenangan sama dengan istilah Belanda “ bevoegdheid ”. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.

Apa yang dimaksud dengan wewenang pemerintah ?

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu:

  • hukum;
  • kewenangan (wewenang);
  • keadilan;
  • kejujuran;
  • kebijakbestarian; dan
  • kebajikan.

Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan negara agar negara dalam keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga negara itu dapat berkiprah, bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya. Oleh karena itu negara harus diberi kekuasaan.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau negara.

Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ sehingga negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten complex) dimana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek-kewajiban. Dengan demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata. Artinya, kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi ( inkonstitusional ), misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari konstitusi.

Ateng Syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid) .

Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “ onderdeel ” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur) , tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum, evoegheid wet kan worden omscrevenals het geheel van bestuurechttelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer (

Wewenang merupakan keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hukum publik.

Sumber Wewenang Pemerintah


Seiring dengan pilar utama negara hukum bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan , artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.

Secara teoritik kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang- undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Indrohato mengemukakan bahwa dalam atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Disini diciptakan suautu wewenang baru. Lebih lanjut bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintah itu dibedakan antara:

  • Yang berkedudukan sebagai original ligislator ; di negara kita ditingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama dengan pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan pemerintah Daerah yang melahirkan peraturan.

  • Yang bertindak sebagai delegated legislator , seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau Jabatan Tata Usaha Negara tertentu.

Pada delegasi terjadilah pelimpahan suautu wewenang yang telah ada oleh badan atau Jabatan Tatat Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintah secara atributif kepada Badan atau jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi, suautu delegasi selalu didahului oleh adanya suautu atribusi wewenang.

Dalam kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G. Brouwer dan A.E. Schilder, mengatakan:

With atribution, power is granted to an administrative authority by an independent legislative body. The power is initial (originair), which is to say that is not derived from a previously existing power. The legislative body creates independent and previously non existent powers and assigns them to an authority.

Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one administrative authority to another, so that the delegate (the body that the acquired the power) can exercise power in its own name.

With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to the body (mandataris) to make decision or take action in its name.

Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya. Adanya perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan menganai kemungkinan delegasi tersebut.

Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:60

delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

  • Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

  • Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut

  • Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar.

Referensi
  • A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius.
  • Rusadi Kantaprawira, 1998 “Hukum dan Kekuasan”, Makalah, Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia.
  • J.G. Brouwer dan Schilder, 1998, A Survey of Dutch Administrative Law , Nijmegen, Ars Aeguilibri.
  • Philipus M. Hadjon, “Tentang wewenang”, Surabaya, Majalah Fakultas Hukum Unair No. 5 & 6Tahun XXI, Edisi September-Desember.