Apa yang dimaksud dengan wanprestasi dalam hukum perdata?

Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan salah satu pihak yang terikat dengan perjanjian baik karena kesengajaan atau kelalaian.

Apa yang dimaksud dengan wanprestasi dalam hukum perdata ?

1 Like

Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu: karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian dan karena keadaan memaksa (overmacht atau force majeure), jadi di luar kemampuan debitur.

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena:

  1. Kesengajaan;
  2. Kesalahan;
  3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).

Wanprestasi diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak.

Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara Juru Sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya.

Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut “ingebreke stelling”.

Macam-Macam Bentuk Wanprestasi

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Tiga keadaan tersebut yaitu:

  • Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
  • Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru.
  • Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.

Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi dalam ilmu hukum kontrak dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” (Substansial Performance).

Yang dimaksud dengan doktrin pemenuhan prestasi substansial adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa sungguhpun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara “material” (material breach).

Karena itu, jika telah dilaksanakan substansial performance terhadap kontrak yang bersangkutan, tdaklah berlaku lagi doktrin exception non adimpleti contractus, yakni doktrin yang mengajarkan bahwa apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain dapat juga tidak melaksanakan prestasinya. Akan tetapi tidak terhadap semua kontrak dapat diterapkan doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial. Untuk kontrak jual beli atau kontrak yang berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial tidak dapat diberlakukan.

Untuk kontrak-kontrak yang tidak berlaku doktrin pemenuhan prestasi secara substansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara penuh, atau sering disebut dengan istilah-istilah sebagai berikut:

  1. Strict performance rule; atau
  2. Full performance rule; atau
  3. Perfect tender rule.

Jadi, berdasarkan doktrin pelaksanaan kontrak secara penuh ini, misalnya seorang penjual menyerahkan barang dengan tidak sesuai (dari segala aspek) dengan kontrak, maka pihak pembeli dapat menolak barang tersebut.

Akibat Hukum Wanprestasi

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini:

  • Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).
  • Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUHPerdata).
  • Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata).
  • Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata).
  • Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan di muka Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.

Ganti Rugi karena Wanpretasi

Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan juga kerugian yang diakibatkan karena wanprestasi. Persyaratan-Persyaratan yang ditetapkan oleh KUHPerdata sehingga terjadinya kerugian adalah sebagai berikut:

1. Komponen Kerugian

Komponen kerugian yang dapat diberikan berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :

  1. Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan.

  2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.

  3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.

Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada. Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur. Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan yaitu: dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai bentuk perlindungan terhadap debitur dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur.

2. Mulai Diwajibkannya Ganti Rugi

Mulai diwajibkannya sesuatu pembayaran ganti rugi atau starting point pembayaran ganti rugi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata adalah:

  • Sejak dinyatakan wanprestasi, debitur tetap melalaikan kewajibannya, atau

  • Terhadap sesuatu yang harus dibuat atau diberikan, sejak saat dilampauinya tenggang waktu di mana debitur dapat membuat atau memberikan tersebut.

Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut :

  • Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya.

  • Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut.

3. Kerugian Bukan karena Alasan Force Majeure

Terhadap debitur baru dapat dimintakan ganti rugi jika wanprestasi tersebut bukan dikarenakan oleh alasan yang tergolong ke dalam force majeure, yaitu dalam hal- hal sebagai beikut:

  1. Karena sebab-sebab yang tidak terduga
    Menurut Pasal 1244, jika terjadi hal-hal yang tidak terduga (pembuktiannya di pihak debitur) yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam melaksanakan kontrak, hal tersebut bukan termasuk dalam kategori wanprestasi kontrak, melainkan termasuk ke dalam kategori force majeure, yang pengaturan hukumnya lain sama sekali. Kecuali jika debitur beritikad jahat, di mana dalam hal ini debitur tetap dapat dimintakan tanggung jawabnya.

  2. Karena keadaan memaksa
    Sebab lain mengapa seseorang debitur dianggap dalam keadaan force majeure sehingga dia tidak perlu bertanggung jawab atas tidak dilaksanakannya kontrak adalah jika tidak dipenuhinya kontrak tersebut disebabkan oleh keadaan memaksa. Lihat Pasal 1245 KUHPerdata.

  3. Karena perbuatan tersebut dilarang
    Apabila ternyata perbuatan (prestasi) yang harus dilakukan oleh debitur ternyata dilarang (oleh perundang-undangan yang berlaku), maka kepada debitur tersebut tidak terkena kewajiban membayar ganti rugi (Pasal 1245 KUHPerdata).

4. Kerugian dapat Diduga

Untuk dapat diberikan ganti rugi kepada debitur berdasarkan Pasal 1247 KUHPerdata, maka kerugian yang ditimbulkannya tersebut haruslah diharapkan akan terjadi atau sedianya sudah dapat diduga sejak saat dilakukannya perbuatan yang menimbulkan kerugian tersebut. Ketentuan seperti ini tidak berlaku jika tidak dipenuhinya kontrak tersebut disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.

5. Kerugian Merupakan Akibat Langsung

Ganti rugi dapat dimintakan oleh kreditur dari debitur yang melakukan wanprestasi berdasarkan Pasal 1248 KUHPerdata terhadap suatu kontrak hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut, sungguh pun tidak terpenuhinya kontrak itu terjadi karena adanya tindakan penipuan oleh pihak debitur.

6. Ganti Rugi yang Ditetapkan dalam Kontrak

Apabila dalam suatu kontrak ada provisi yang menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak debitur jika debitur tersebut wanprestasi, maka pembayaran ganti rugi tersebut hanya sejumlah yang ditetapkan dalam kontrak tersebut. Tidak boleh dilebihi atau dikurangi berdasarkan pada Pasal 1249 KUHPerdata.

7. Ganti Rugi terhadap Perikatan tentang Pembayaran Sejumlah Uang

Terhadap pembayaran ganti rugi yang timbul dari perikatan tentang pembayaran sejumlah uang yang disebabkan karena keterlambatan pemenuhan prestasi oleh pihak debitur berdasarkan Pasal 1250 KUHPerdata, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • Ganti rugi hanya terdiri dari bunga yang ditetapkan oleh undang-undang, kecuali ada perundang-undangan khusus yang menentukan sebaliknya;

  • Pembayaran ganti rugi tersebut dilakukan tanpa perlu membuktikan adanya kerugian terhadap kreditur;

  • Pembayaran ganti rugi tersebut terhitung sejak dimintakannya di pengadilan oleh kreditur, kecuali jika ada perundang-undangan yang menetapkan bahwa ganti rugi terjadi karena hukum.

Referensi :

  • Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.
  • J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Bandung: PT Alumni, 1999, hlm 122.
  • Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Op.Cit…
  • Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1465 BW, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008.

Wanprestasi menurut Subekti adalah kelalaian atau kealpaan dari seseorang debitor yang dapat berupa empat macam, yaitu:

  • Tidak melakukan apa yang ia sanggupi akan dilakukannya.

  • Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.

  • Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat.

  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Ketika membicarkan tentang wanprestasi, maka sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari konsep hukum perjanjian, karena wanprestasi masuk dalam satu bahasan ketika membicarakan tentang hukum perjanjian, sehingga pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian lebih tepatnya disebut melakukan wanprestasi, sebagai bentuk pengingkaran terhadap isi perjanjian.

Wanprestasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada suatu keadaan atau peristiwa tidak terlaksananya prestasi oleh debitor. Wanprestasi dapat berwujud dalam beberapa bentuk menurut Gunawan Widjaja seperti:

  1. Debitor sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya.
  2. Debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya atau melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya.
  3. Debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya.
  4. Debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.

Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitor tidak mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitor untuk tidak melaksanakannya.

Bentuk-bentuk wanprestasi menurut Handri Raharjo adalah:

  1. Tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tetapi tidak bermanfaat lagi atau tidak dapat diperbaiki.

  2. Terlambat memenuhi prestasi.

  3. Memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya.

  4. Melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Kemudian Muhammad Syaifuddin, juga menyebut bentuk-bentuk wanprestasi yang mirip dengan di atas, beliau menyebutkan dalam wanprestasi ada empat macam wujudnya, yaitu:

  1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali.

  2. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya.

  3. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.

  4. Melaksanakan perbuatan yang dilarang di dalam perjanjian.

Tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian dapat dilihat dari kesalahan debitor disangkutkan dengan kelalaiannya melakukan prestasi dan karena keadaan memaksa. Dalam kamus hukum, wanprestasi diartikan sebagai

“Keadaan di mana debitor tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, tidak memenuhi janji dalam suatu perikatan, kealpaan, kelalaian.”

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestastie”, yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.

Pengertian yang umum mengenai wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.

Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.

Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Seorang debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaaan suatu prestasi di dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya jani untuk wanprestasi”.

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa apabila debitur “karena kesalahannya” tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena debitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena salahnya.

Wanprestasi (atau ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perkaitan atau perjanjian antara pihak. Baik perikatan itu di dasarkan perjanjian sesuai Pasal 1338 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1431 KUHPerdata maupun perjanjian yang bersumber pada undang-undang seperti diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1380 KUHPerdata.

Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi Miru wanprestasi itu dapat berupa perbuatan:

  1. sama sekali tidak memenuhi prestasi,
  2. prestasi yang dilakukan tidak sempurna,
  3. terlambat memenuhi prestasi, dan
  4. melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

Menurut A. Qirom Syamsudin Meliala wanprestasi itu dapat berupa:

  1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali, sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

  2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya, apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu, sehingga dapat dikatakan wanprestasi.

  3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru, debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Ganti Kerugian Akibat Wanprestasi


Ganti rugi dalam hukum perdata dapat timbul dikarenakan wanprestasi akibat dari suatu perjanjian atau dapat timbul dikarenakan oleh perbuatan melawan hukum. Ganti rugi yang muncul dari wanprestasi adalah jika ada pihak-pihak dalam perjanjian yang tidak melaksanakan komitmennya yang sudah dituangkan dalam perjanjian, maka menurut hukum dia dapat dimintakan tanggung jawabnya, jika pihak lain dalam perjanjian tersebut menderita kerugian karenanya.

Penggantian kerugian dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en interessen” diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata dan seterusnya. Kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguhsungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving). Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita.

KUHPerdata memperincikan kerugian (yang harus diganti) dalam tiga komponen sebagai berikut:

  1. Biaya (kosten) adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyatanyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.
  2. Rugi (schaden) adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
  3. Bunga (interesten) adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.

Pemberian suatu ganti rugi sebagai akibat dari tindakan wanprestasi dari suatu perjanjian, dapat diberikan dengan berbagai kombinasi antara lain pemberian ganti rugi (berupa rugi, biaya dan bunga), pelaksanaan perjanjian tanpa ganti rugi, pelaksanaan perjanjian dan ganti rugi, pembatalan perjanjian timbal balik tanpa ganti rugi, pembatalan perjanjian timbal balik dan ganti rugi.

Selanjutnya dalam literature dan yurisprudensi dikenal pula beberapa model ganti rugi atas terjadinya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:

  1. Ganti rugi yang ditentukan dalam perjanjian, yang dimaksudkan dengan ganti rugi yang ditentukan dalam perjanjian adalah suatu model ganti rugi karena wanprestasi dimana bentuk dan besarnya ganti rugi tersebut sudah ditulis dan ditetapkan dengan pasti dalam perjanjian ketika perjanjian ditanda tangani, walaupun pada saat itu belum ada wanprestasi.

  2. Ganti rugi ekspektasi adalah suatu bentuk ganti rugi tentang hilangnya keuntungan yang diharapkan (di masa yang akan datang), seandainya perjanjian tersebut tidak wanprestasi. jadi, dalam hal ini, pihak yang dirugikan karena wanprestasi ditempatkan seolah olah tidak terjadi wanprestasi dengan berbagai keuntungan yang akan didapatkannya.

  3. Pergantian biaya adalah ganti rugi dalam bentuk pergantian seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang harus dibayar oleh pihak lain, yang telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut. Karena perhitungan biaya yang telah dikeluarkan tersebut umumnya dilakukan dengan melihat kepada bukti-bukti pengeluaran berupa kwitansi-kwitansi.

  4. Restitusi adalah suatu model ganti rugi yang juga menempatkan perjanjian pada posisi seolah-olah sama sekali tidak terjadi perjanjian. Akan tetapi dalam hal ini, yang harus dilakukan adalah mengembalikan seluruh nilai tambah dalam wujudnya semula yang telah diterima oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak dari pihak yang satu ke pihak yang lainya. Nilai tambah yang dimaksud disini suatu nilai lebih yang telah diterima oleh para pihak seabgai akibat dari pelaksanaan perjanjian, nilai tambah tersebut harus dikembalikan dalam bentuk semula sebagai salah satu wujud dari ganti rugi.

  5. Quantum meruit merupakan model ganti rugi yang hampir mirip dengan model restitusi yang membedakan adalah nilai tambah yang harus dikembalikan dalam model ini bukan nilai tambah dalam wujud aslinya melainkan harga dari nilai tambah yang telah diterima, karena bendanya dalam bentuk asli sudah tidak dalam posisi untuk dikembalikan lagi. Misalnya semen yang telah diguanakan untuk bangunan maka tidak mungkin dikembalikan dalam bentuk bangunan, yang dapat dilakukan adalah nilai taksiran harga semen itu yang harus dikembalikan.

  6. Pelaksanaan perjanjian berupa pelaksanaan perjanjian adlah kewajiban melaksanakan perjanjian meskipun sudah terlambat, dengan atau tanpa ganti rugi.