Pada ilmu linguistik, selain ada istilah kata, kalimat, dan paragraf, ada juga istilah wacan.
Apa yang dimaksud dengan wacana?
Pada ilmu linguistik, selain ada istilah kata, kalimat, dan paragraf, ada juga istilah wacan.
Apa yang dimaksud dengan wacana?
Wacana menurut J.S. Badudu (2000) adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis. Sementara itu Samsuri mengungkapkan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.
Menurut Lull (1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Mills (1994) merujuk pada pendapat Foucault memberikan pendapatnya yaitu wacana dapat dilihat dari level konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan. Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu. Sedangkan menurut metode penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Dari uraian di atas, jelaslah terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.
Struktur wacana menurut Tarigan (1987: 32) ada tiga, yaitu awal/abstrak, tengah/orientasi, dan akhir/koda. Berdasarkan media penyampaiannya, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan *(spoken discourse). *** Wacana lisan adalah satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan (Tarigan, 1987: 122).
Kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan kata dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian-kemari, yang diturunkan dari dis- ‘dari, dalam arah yang berbeda’, dan currere ‘lari’, (Sobur, 2009:9). Istilah discourse ini selanjutnya digunakan oleh para ahli bahasa dalam kajian linguistik, sehingga kemudian dikenal istilah Discourse Analyse atau dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah l’Analyse du Discours.
Larousse menyatakan bahwa « le discours est suite des mots et de phrases utilisée à l’écrit ou à l’oral, par opposition à la langue en tant que système » .‘Wacana merupakan serangkaian kata atau kalimat, baik yang berupa tulisan maupun ujaran dalam sistem bahasa’, (2009).
Menurut Kridalaksana (2005), wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
Sedangkan menurut Tarigan (2009), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Sejalan dengan pendapat di atas, Sudaryat (2009) mengemukakan ciri-ciri wacana yaitu (1) satuan gramatikal, (2) satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap, (3) untaian kalimat-kalimat, (4) memiliki hubungan proposisi, (5) memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, (6) memiliki hubungan koherensi, (7) memiliki hubungan kohesi, (8) rekaman kebahasaan yang utuh dari peristiwa komunikasi, (9) bisa transaksional juga interaksional, (10) mediumnya bisa lisan maupun tulisan, dan (11) sesuai dengan konteks atau kontekstual.
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap atau terbesar dan dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal tertinggi yang terdiri dari seperangkat kalimat yang berkaitan satu sama lain, dan membentuk suatu jaringan yang berupa pertalian semantik, dilengkapi dengan kohesi dan koherensi.
Kata ‘wacana’ memiliki pengertian yang luas karena digunakan oleh banyak kalangan. Dalam lingkup sosiologi, wacana berkaitan dengan hubungan konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam lingkup linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat (Eriyanti, 2001).
Menurut Handiyani & Wildan (2008), “wacana merupakan rangkaian kalimat (baik lisan maupun tulisan) yang menghubungkan preposisi satu dengan yang lainnya sehingga membentuk satu kesatuan”. Sependapat dengan Handiyani & Wildan, (Rizki, 2016) mengatakan bahwa wacana merupakan pengungkapan bahasa melalui serangkaian kata-kata yang membentuk makna.
Lebih kritis, Foucault (Rizki, 2016) memandang wacana sebagai: “Sekelompok pernyataan yang merupakan milik formasi kewacanaan yang sama, terdiri dari sejumlah kecil pernyataan yang menjadi tempat untuk menetapkan sekelompok kondisi eksistensi. Wacana bukanlah bentuk tanpa waktu yang ideal. Dari awal sampai akhir wacana bersifat historis, atau merupakan penggalan sejarah yang memiliki batas, pembagian, transformasi, mode khusus, dan temporalitasnya sendiri.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas (Hayon, 2007) menyimpulkan bahwa wacana berbicara tentang suatu topik sampai tuntas. Secara umum, wacana merupakan hubungan antara bentuk dan fungsi (Renkema, 2004). Bentuk dan fungsi yang dimaksud dapat dilihat dalam contoh di bawah ini (Renkema, 2004):
A: Ada film bagus nanti malam.
B: Maaf, saya harus belajar.
A: Yah, sayangnya…
B: Maaf.
Dalam contoh di atas, ujaran A memberikan bentuk pernyataan bahwa ada film bagus nanti malam. Ujaran tersebut berfungsi sebagai ajakan terhadap B. B mengetahui bahwa ujaran tersebut merupakan ajakan. B bisa saja menjawab ‘Oh ya’ atau ‘Saya tidak tahu’, namun B menjawab harus belajar yang memiliki implikasi menolak ajakan A. Dalam hal ini, bentuk pernyataan dapat memiliki fungsi ajakan dan penolakan.