Apa yang dimaksud dengan Trauma Okuli?

Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.

Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :

  1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
  • Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
  • Mungkin terjadi robekan konjungtiva
  • Adanya perlukaan kornea dan sklera
  • Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
  1. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
  • Adanya dinding orbita yang tertembus
  • Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
  • Prolaps bisa muncul, bisa tidak.

Apa yang dimaksud dengan Trauma Okuli?

Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopakmata, saraf mata, dan rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

Etiologi


image

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Macam-macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut :

1. Mekanik

  • Trauma tumpul, misalnya terpukul, terkena bola, penutup botol
  • Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan.

2. Kimia

  • Trauma kimia basa, misalnya sabuncuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, atau lem.
  • Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.

3. Radiasi

  • Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
  • Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

Patofisiologi


Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga, yakni trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebakan karena adanya benda asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma (conter-coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan diafragma lensa dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita, laserasi, dan hematoma.

Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan struktur dan pembuluh darah yang berada di iris memisah sehingga darah masuk ke camera oculi anterior. Masuknya darah ke camera oculi anterior ini menyebabkan terjadinya hifema dan penurunan tajam penglihatan. Ruptur koroid menyebabkan adanya perdarahan subretina yang akan menstimulasi terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat mengakibatkan pemisahan retina dan penurunan tajam penglihatan.

Laserasi kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan pada muskulus levator palpebra. Adanya kelemahan pada muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis. Laserasi konjungtiva menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada akhirnya juga akan menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan.

Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan kerusakan lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang pengeluaran aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya mengakibatkan adanya edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera oculi posterior. Proses inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma dan katarak sehingga penglihatan dapat menurun.


Gambar Patofisiologi trauma okuli

Tanda dan Gejala


Gejala pada trauma okuli bergantung pada jenis trauma serta berat dan ringan trauma, yaitu :

  1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Namun bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.

  2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

  3. Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata atau kornea secara perlahan.

  4. Trauma Radiasi

    • Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel.

    • Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema.

    • Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea, sklera dan sebagainya).

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli adalah sebagai berikut:

  1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
    Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.

  2. Memar pada sekitar mata
    Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra. Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.

  3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
    Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.

  4. Penglihatan ganda
    Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.

  5. Mata bewarna merah
    Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.

  6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
    Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.

  7. Sakit kepala
    Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit kepala.

  8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
    Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan pada mata.

  9. Fotopobia
    Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.

Diagnosis


Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli jarang mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain yang lebih mengancam nyawa.

  1. Anamnesis
    Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata, dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular yang berpotensi membutakan.

    Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan riwayat penyakit mata atau operasi mata amat membantu dalam mendiagnosis suatu trauma okuli. Riwayat penyakit sistemik, pengambilan obat-obatan, riwayat alergi, suntikan imunisasi tetanus dan pengambilan oral terakhir perlu ditanyakan sebagai kemungkinan persediaan operasi.

  2. Pemeriksaan fisik
    Pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-lain.

    Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga terbukti tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap kemungkinan terjadinya fraktur harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan pada pemeriksaan fisis. Namun, biasanya ini tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami trauma harus diperiksa dengan sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan mengurangi trauma yang lebih lanjut.

  3. Pemeriksaan penunjang

    • Foto polos
      Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan berbanding CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan. Antaranya foto polos 3 posisi, proyeksi Water’s, posisi Caldwelldan proyeksi lateral. Posisi-posisi ini berfungsi untuk melihat dasar orbita, atap orbita dan sinus paranasalis.

    • Ultrasonografi
      USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola mata dan menentukan lokasi ruptur.

    • CT-scan
      CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi ruptur yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf optic, adanya benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata dan orbita.

    • Magnetic Resonance Imaging
      MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola mata dan orbita.

Tatalaksana


Penatalaksanaan trauma okuli dibedakan berdasarkan mekanisme traumanya, yaitu :

1. Trauma Tumpul

Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata.

Pemberian pertolongan pertama berupa:

  • Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% - 1,0 %.

  • Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan

  • Memberikan moral support agar pasien tenang

  • Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena trauma

  • Dalam hal hifema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:

    1. Tutup kedua bola mata
    2. Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
    3. Evaluasi ketajaman penglihatan
    4. Evaluasi tekanan bola mata
  • Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.

2. Trauma Tajam

Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan untuk mempertahankan bola mata dan mempertahankan penglihatan. Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada penderita dapat diberikan:

  • Antibiotik spectrum luas
  • Analgetik dan sedativa
  • Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka.(4)

3. Trauma Akibat Benda Asing

  1. Ekstra Okular
  • Tetes mata
  • Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
  • Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
  • Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat dengan jarum
  • Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat dengan jarum.
  • Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local selama beberapa hari.
  • Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet.
  1. Intra okuler

    • Pemberian antitetanus
    • Antibiotik
    • Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menyebabkan iritasi.

4. Trauma Kimia

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti.

Tatalaksana trauma kimia mencakup:

  1. Penatalaksanaan Emergency

    • Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.

    • Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.

    • Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kntak lembek dan artificial tear (air mata buatan).

  2. Penatalaksanaan Medikamentosa
    Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea

    • Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

    • Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.

    • Asam askorbat untuk mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.

    • Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.

    • Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).

    • Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier fisiologis.

    • Asam Sitrat untuk menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.(2, 4, 9)

  3. Pembedahan
    Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan :

    • Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.

    • Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.

    • Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
      Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut :

    • Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.

    • Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

    • Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

    • Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

    • Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

Komplikasi


Sama halnya dengan penatalaksanaannya, komplikasi yang timbul akibat trauma okuli juga dibedakan berdasarkan mekanisme traumanya, yaitu :

  1. Komplikasi Trauma Tembus Okuli :

    • Infeksi
    • Iritis
    • Katarak
  2. Komplikasi Trauma Tumpul okuli :

    • Midriasis
    • Glaukoma
    • Katarak
    • Dislokasi lensa
    • Vitreous haemorrhage
    • Atrofi N. Opticus
  3. Komplikasi Trauma Okuli karena Zat Kimia

    • Zat Kimia Asam :

      • Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea
      • Vaskularisasi kornea
      • Glaucoma
      • uveitis
    • Zat Kimia Basa :

      • Simblefaron
      • Kornea keruh, edema, neovaskular
      • Mata kering
      • Katarak traumatik
      • Glaucoma sudut tertutup
      • Entropion.

Trauma okuli merupakan salah satu penyebab utama morbiditas pada mata dan hilangnya fungsi penglihatan yang bersifat unilateral pada penduduk di negara berkembang (Serrano dkk, 2003; Negrel dkk, 1998). Faktor risiko yang berkaitan dengan trauma okuli, di antaranya adalah jenis kelamin laki-laki, lingkungan tempat kerja, kecelakaan lalu lintas, serta tingkat sosial ekonomi rendah. Kebutaan yang disebabkan oleh trauma okuli jarang bersifat bilateral, namun mengingat bahwa penderita trauma okuli pada umumnya berada dalam usia produktif, sehingga dapat mengakibatkan hilangnya waktu bekerja akibat perawatan trauma yang panjang, oleh karena itu trauma okuli dikatakan memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan sosial-ekonomi pasien (Nirmalan dkk, 2004; McCarty dkk, 1999)

Trauma okuli dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, namun hingga saat ini masih belum terdapat klasifikasi yang standar. Duke-Elder membagi trauma okuli menjadi dua, yaitu mekanik dan non mekanik, selain itu dia juga membagi trauma berdasarkan lingkungan tempat terjadinya, seperti industrial, agrikultural, serta rekreasional (Duke-Elder, 1972). Kuhn dan rekannya membagi trauma menjadi open globe dan closed globe. Klasifikasi tersebut berdasarkan kedalaman luka pada dinding bola mata, yang dalam hal ini adalah kornea dan sklera. Trauma dikatakan open globe apabila kedalaman luka mencapai keseluruhan tebal dinding bola mata, sedangkan trauma closed globe adalah trauma yang hanya mengenai sebagian dinding bola mata.

Open globe sendiri dapat dibagi menjadi laserasi apabila disebabkan oleh benda tajam, dan ruptur apabila disebabkan oleh benda tumpul (Kuhn, 1996). Kedua klasifikasi tersebut, hanya terbatas pada trauma mekanik, sedangkan mata juga dapat mengalami trauma yang bersifat non mekanik, seperti di antaranya adalah trauma kimia dan trauma termal, oleh karena itu pada kedua jenis trauma itu, digunakan klasifikasi yang berbeda. Klasifikasi yang dapat digunakan untuk trauma non mekanik, di antaranya adalah klasifikasi Dua dan Roper-Hall (Dua, 2001; Ropper-Hall, 1965).