Apa yang dimaksud dengan Terapi Kognitif Beck ?

Terapi kognitif

Terapi kognitif, yang dikembangkan oleh Aaron Beck, merupakan terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan kerja sama aktif antara klien dengan terapis untuk mencapai tujuan terapetik. Terapi ini berorientasi terhadap rnasalah sekarang dan pemecahannya. Terapi kognitif fokus terhadap pemahaman keyakinan yang menyimpang dan menggunakan teknik untuk mengubah pemikiran maladaptif.

Apa yang dimaksud dengan Teori Kognitif Beck ?

Aaron T. Beck seorang Psikiater yang lahir di Providence, Rode Island. Dia menyelesaikan studi di Brown University dan mendapatkan M.D. dalam bidang Psychiatry di Yale University pada tahun 1946. Pada awalnya dia seorang psychoanalyst dan banyak melakukan research on the psychoanalytic treatment of depression. Dia mulai mempelajari pendekatan kognitif sebagai treatmen bagi mereka.

Beck memformulasikan teori kognitif untuk gangguan depresi setelah bertahun-tahun melakukan observasi klinis dan studi empiris terhadap pikiran dan keyakinan para penderita depresi. Selama eksperimen tersebut, Beck mengidentifikasi pola berpikir yang berkorelasi dengan gejala-gejala depresi.

Beck mencatat bahwa pola pikir orang yang mengalami depresi ditandai dengan cara pandang yang negatif terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Dia menyatakan bahwa pikiran-pikiran negatif tersebut adalah hasil dari bias dalam pemprosesan informasi yang pada akihirnya mengakibatkan kesimpulan yang bias pula. Kemudian dia menyarankan bahwa pemrosesan informasi yang buruk tersebut dapat diubah dengan menggunakan teknik yang sistematis untuk membantu klien menguji pikiran mereka menjadi lebih realistik dan akurat.

Beck menulis tiga rangkaian kognitif yang memicu depresi, yang pertama adalah pandangan negatif terhadap diri sendiri, kecenderungan untuk mengeintepretasikan pengalaman secara negatif, dan pandangan yang suram akan masa depan.

Dalam upayanya untuk memahami depresi dan gangguan lain yang terkait, dia mengembangkan Beck Depression Inventory, Beck Anxiety Inventory, dan the Scale for Suicide Ideation.

Pendekatan Beck memfokuskan pada gejala yang muncul dan alasan klien tentang munculnya gejala tersebut (misalnya menghindar, pasif, menarik diri). Terapis akan menanyakan “apakah anda akan kehilangan sesuatu jika anda mencoba? Apakah keadaaan anda akan lebih buruk apabila anda pasif? Bagaimana anda bisa tahu kalau mencoba itu tidak ada gunanya?”

Seorang mahasiswa, mendapatkan nilai buruk disuatu mata kuliah, hal ini membuatnya sangat sedih. Bapaknya yang terkenal otoriter dan keras memakinya dan menamparnya

Distorsi Kognitif:

  1. Pemikiran segalanya atau tidak sama sekali (karena saya telah gagal dalam mata kuliah ini, maka tidak ada gunanya hidup saya)
  2. Over generalisasi (Semua orang dalam keluarga ini membenci saya)
  3. Saringan mental (saya memang tidak berhasil dalam apapun juga)
  4. Mendiskualifikasikan yang positip (saya tidak pernah merasakan hal yang baik dalam keluarga)
  5. Loncatan ke kesimpulan
  6. Pembesaran dan pengecilan
  7. Penalaran emosional
  8. Keharusan
  9. Pemberian cap
  10. Personalisasi

Terapis kognitif akan mengajarkan kepada klien cara mengidentifikasi kognitif yang rancu dan tidak berfungsi melalui proses evaluasi. Melalui interaksi terapis dan klien, klien dibantu memilah antara dugaan dan realita. Mereka belajar tentang pengaruhnya pikiran atas perasaan, perilaku dan kondisi sekitar mereka. Klien diajari mengenali, mengamati, dan memantau jalan pikiran serta asumsi mereka sendiri, terutama “jalan pikiran otomatis” mereka.

Setelah memahami hal tersebut, tahap berikutnya adalah menguji pikiran otomatis tersebut dengan “tes kebenaran realitas”. Tahapan ini meliputi mencatat kegiatan pikiran, membuat hipotesis, membuat intepretasi alternatif, misalnya klien diminta menuliskan alasan mereka untuk hidup dan mati. Pada akhirnya klien akan mengetahui caranya menggantikan kognisi mereka yang menyimpang dengan intepretasi yang realistis dan akurat.

Beck menekankan bahwa pernyataan “berpikir secara irrasional” bisa merusak proses terapiutik, karena itu dia lebih suka dengan menggunakan istilah “kesimpulan yang tidak akurat”, yakni terlalu mutlak, luas, ekstrim. Maka peran terapis adalah menolong klien untuk mencari bukti yang mendukung atau menolak hipotesis mereka. “Bagaimana anda bisa tahu…….?” Adalah salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan.

Intervensi terapi kognitif Beck dapat berbeda-beda bentuknya tergantung pada jenis gangguan yang dialami oleh klien. Oleh karena itu ada berbagai intervensi misalnya jadwal aktifitas harian, lembar anti penundaan, catatan harian pemikiran disfungsional, lembar ramalan kesenangan, metode perbantahan tetapi, teknik tic-toc, dukungan diri, langkah kecil untuk kaki kecil, motivasi tanpa paksaan, teknik melumpuhkan, memvisualisasikan keberhasilan, menghitung, menguji ketidakmampuan, sistem tidak bisa kalah, analisis untung rugi kemarahan, merevisi peraturan harus, dan lain sebagainya.

Hubungan Terapis dan Klien

Beck menekankan kualitas hubungan terapiutik sebagai hal yang mendasar dalam terapi ini, seperti kehangatan, empati yang tepat dan rasa saling percaya. Dibutuhkan kolaborasi terapeutik antara terapis dan klien, terapis akan aktif dan berupaya agar klien terlibat aktif juga. Mereka akan melakukan empirisme kolaboratif untuk mengungkap dan meneliti intepretasi yang keliru. Secara aktif terapis mengarahkan klien dalam membuat perencanaan yang realistis, menentukan prioritas, memecah-mecah tugas menjadi unit-unit yang realistis untuk dikerjakan.

Terapi kognitif adalah terapi yang memfokuskan pada bagaimana mengubah pemikiran atau keyakinan yang negatif (Beck, 1979; Martin & Pear, 2003; Antony & Swinson, 2000). Karena banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa kesuksesan penerapan teknik kognitif akan lebih besar bila disertai teknik-teknik modifikasi tingkah laku (misalnya pemberian tugas-tugas rumah dan exposure) daripada teknik “menyerang” pemikiran irasional semata-mata yang merupakan prosedur terapi kognitif (Martin & Pear, 2003).

Terapi ini selanjutnya diharapkan dapat diterapkan oleh mereka sendiri dalam kehidupannya sehari-hari tanpa harus bergantung pada terapis (self help). Hal ini selaras dengan Butler (1999) yang menyarankan upaya mengajari seseorang mengurangi aspek-aspek yang merugikan sehingga tidak lebih lama menyebabkan distres dalam kehidupan daripada membuang energi “mengobati” gangguan yang rasanya tak mungkin dilakukan.

Terapi kognitif adalah suatu pendekatan yang mengkombinasikan penggunaan teknik kognitif dan perilaku yang dapat membantu individu memodifikasi mood dan perilakunya dengan mempengaruhi pikiran merusak diri. Terapis bertindak seperti pelatih, mengajari kliennya teknik dan strategi untuk mengatasi masalahnya.

Konsep dasar dari terapi kognitif yaitu kognisi, kognisi adalah kunci untuk memahami dan menangani gangguan psikologis. Alford dan Beck menulis : “kognisi didefinisikan sebagai fungsi yang melibatkan inferensi tentang pengalaman seseorang dan tentang terjdinya peristiwa di masa mendatang dan pengontrolannya”. Manusia perlu beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang selalu berubah. Kognisi termasuk proses-proses yang melibatkan mengidentifikasi dan memprediksi berbagai hubungan kompleks di antara berbagai kejadian untuk tujuan adaptasi.

Distorsi kognitif

Dibawah ini ditambahkan beberapa jenis distorsi kognitif yang dikemukakan oleh Burns, antara lain :

a. Pemikiran segalanya atau tidak sama sekali
b. Overgeneralisasi
c. Filter mental , pemikiran ini menunjukkan kecenderungan individu untuk mengambil suatu hal negatif dalam situasi tertentu, terus memikirkannya sanpai akhirnya mempersepsikan seluruh situasi tersebut sebagai hal yang negatif pula.
d. Diskualifikasi yang positif, yaitu menolak pengalaman-pengalaman positif dengan bersikeras bahwa semua itu “bukan apa-apa”. Dengan cara ini, individu mempertahankan suatu keyakinan negatif yang bertentangan dengan pengalaman-pengalaman diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
e. Loncatan kesimpulan, yaitu membuat sebuah penafsiran negatif walaupun tidak ada fakta yang jelas mendukung kesimpulan penafsiran tersebut.definisi ini mencakup dua distorsi kognitif yaitu membaca pikiran dan kesalahan peramal.
f. Pembesaran atau pengecilan, yaitu melebihkan pentingnya suatu hal.
g. Penalaran emosional, menganggap bahwa emosi-emosi diri sendiri yang negatif mencerminkan bagaimana realita yang sebenarnya.
h. Pernyataan “harus”, mencoba menggerakkan diri sendiri dengan kata “harus” serta “seharusnya”, seolah-olah diri sendiri harus dicambuk dan dihukum sebelum dapat diharapkan melakukan apapun.
i. Memberikan cap atau salah memberikan cap, suatu bentuk eksrem dan overgeneraisasi. Yang dilakukan bukan hanya menguraikan diri sendiri, tetapi malah memberikan sebuah cap yang negatif pada diri sendiri.
j. Personalisasi, memandang diri sendiri sebagai penyebab suatu peristiwa eksternal yang negatif, yang dalam kenyataanya sebenarnya bukanlah diri sendiri yang harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut.