Apa yang dimaksud dengan Teori Sistem Dunia (Word System Theory)?

teori sistem dunia

Teori sistem dunia merupakan sebuah pembagian kerja secara teritorial dalam produksi, pertukaran barang dan bahan mentah.

Pembagian kerja mengacu pada kekuatan dan hubungan produksi dalam ekonomi dunia secara keseluruhan.

Pembagian kerja ini menyebabkan adanya dua daerah yang saling bergantung, yaitu negara inti dan negara pinggiran. Secara geografi dan budaya kedua negara tersebut sama sekali berbeda, satu fokus pada padat modal dan satu lagi pada padat karya.

Sementara itu, negara semi periferi bertindak sebagai zona penyangga antara inti dan pinggiran serta memiliki campuran jenis kegiatan yang ada di negara inti dan periferi.

Apa yang dimaksud dengan Teori Sistem Dunia (Word System Theory) ?

1 Like

Teori Sistem Dunia

Teori sistem dunia lahir di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1970- an, yang diperkenalkan oleh Immanuel Wallerstein. Teori ini merupakan lanjutan dari perdebatan antara penganut teori modernisasi dan pembangunan pertumbuhan yang mendapat kritik dari teori dependensia di Amerika Latin. Wallerstein mengungkapkan bahwa, sistem kapitalisme sudah menjadi sistem yang dipakai banyak negara.

Wallerstein sependapat dengan pandangan kaum Marxis dalam pentingnya menentukan, mendasari faktor-faktor ekonomi dan dominasinya atas faktor-faktor ideologis dalam politik global, dan ekonomilah yang mendikotomi antara modal dan tenaga kerja, yang digambarkan pandangan dunia melalui tahap-tahap pembangunan ekonomi seperti feodalisme dan kapitalisme, kepercayaan akumulasi modal, adanya dialektika dan adanya pencurian nilai lebih.

Wallerstein mempercayai perekonomian dunia sebagai pembangunan yang tidak seimbang yang telah menghasilkan tingkatan-tingkatan negara, yaitu;

  1. Wilayah pusat (Core)
    Negara-negara yang terhitung maju secara pendapatan ekonomi, teknologi, dan produksi yang lebih bervariasi dalam jumlah yang besar.

  2. Wilayah semi pinggiran (Semiperiphery)
    Negara-negara yang secara ekonomi merupakan perpaduan antara core areas dengan peripheral areas, dan

  3. Wilayah pinggiran (periphery)
    Negara-negara yang perekonomiannya rendah, kemajuan teknologi masih minim, produksi yang dilakukan cenderung sederhana

Perbedaan mendasar dari ketiga jenis negara ini terletak pada kekuatan ekonominya. Dari ketiga jenis tersebut negara pusat (Core) merupakan negara terkuat sedangkan negara pinggirang merupakan negara yang paling tereksploitasi. Sebagaimana sebuah mesin ketiganya saling berinteraksi, sehingga untuk menganalisis suatu negara harus dilihat sebagai keseluruhan dunia.

Pandangan Wallerstein pada dasarnya merupakan kritik atas model dependensia yang melihat secara pesimis hubungan negara maju dan negara berkembang. Menurutnya dinamika dalam sistem dunia, merupakan kapitalisme global, akan dapat memberikan peluang-peluang bagi negara pinggiran untuk bisa memperbaiki diri atau naik kelas, atau bahkan juga turun kelas.

Dalam teori yang di cetuskannya tersebut, Wallerstein menunjukkan adanya kesempatan bagi negara semi pinggiran maupun pinggiran untuk dapat naik kelas atau memperbaiki keadaannya dengan beberapa cara seperti;

  1. Merebut kesempatan yang datang,

    Dinamika yang ada pada sistem perekonomian dunia, pada suatu kali harga komoditi primer menjadi murah sekali, dan barang-barang industri mahal.

    Akibatnya negara-negara pinggiran tidak lagi bisa mengimpor barang-barang industri. Dalam keadaan seperti ini, negara yang sudah terdesak mengambil tindakan yang berani untuk memulai melakukan industrialisasi substitusi impor sendiri.

  2. Melalui undangan (keikutsertaan dalam saham multi national coorporation),

    Terjadi karena perusahaan-perusahaan industri raksasa di negara-negara pusat perlu melakukan ekspansi ke luar. Maka lahirlah perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional ini membutuhkan mitra usaha di negara- negara berkembang karena berbagai alasan. Dari sini negara berkembang bisa menarik investor asing agar mau berinvestasi.

    Akibat dari perkembangan ini, munculah industri-industri di negara pinggiran, yang diundang oleh perusahaan- perusahaan multinasional untuk bekerjasama. Proses ini jelas dapat meningkatkan posisi negara pinggiran ini menjadi semi pinggiran.

    Tetapi dalam hal ini, peran negara menjadi sangat vital karena institusi yang bernama negara inilah yang mampu melakukan koordinasi dan memberikan perlindungan terhadap usaha kecil domestik yang pada umumnya memiliki modal, tenaga ahli dan wilayah pemasaran produksi terbatas.

  3. Memandirikan negara sendiri,

    Salah satu kebijakan internal tersebut dapat berupa politik dumping atau proteksi atas produk-produk industri dalam negeri yang membanjiri pasar dalam negeri. Proteksi ini juga menuntut perlindungan dari sisi kebijakan ekonomi yang merupakan otoritas pemerintah negara pinggiran dan pasokan modal yang juga harus diberikan untuk mampu meningkatkan industri tersebut menjadi usaha yang lebih besar dan mampu bersaing dengan industri luar negeri lainnya.

    Selain itu, pemerintahan negara pinggiran juga harus mulai menyiapkan tenaga ahli dalam negeri untuk pada saatnya nanti mereka dapat mengembangkan teknologi industri domestik. Dengan peningkatan penguasaan teknologi industri domestik, maka produk industri dalam negeri akan dapat bersaing ditengah pasar global yang sedang berjalan.

    Dengan bertahannya industri domestik, maka pendapatan nasional sebuah negara akan berpotensi mengalami surplus pertumbuhan ekonomi. Surplus pertumbuhan ekonomi dapat membawa kesejahteraan dan kemakmuran yang diharapkan oleh tiap proses pembangunan.

Referensi :

  • A. Heywood, Global Politics, Palgrave Macmillan, Hampshire, 2011.
  • Mansour Fakih , Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
  • Immanuel Wallerstein.1973. Dependence in an Interdependent World: The Limited Possibilities of Transformation Within The Capitalist World Economy. Conference on Dependence and Development in Africa, Ottawa, Canada,

Teori sistem dunia muncul sebagai kritik atas teori modernisasi dan teori dependensi. Immanuel Wallerstein memandang bahwa dunia adalah sebuah sistem kapitalis yang mencakup seluruh negara di dunia tanpa kecuali. Sehingga, integrasi yang terjadi lebih banyak dikarenakan pasar (ekonomi) daripada kepentingan politik. Dimana ada dua atau lebih negara interdependensi yang saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan seperti food, fuel, and protection. Juga, terdapat satu atau dua persaingan politik untuk mendominasi yang dilakukan untuk menghindari hanya ada satu negara sentral yang muncul ke permukaan selamanya.

“A world-system is a social system, one that has boundaries, structures, member groups, rules of legitimating, and coherence. Its life is made up of the conflicting forces which hold it together by tension and tear it apart as each group seeks eternally to remold it to its advantage. It has the characteristics of an organism, in that is has a lifespan over which its characteristics change in some respects and remain stable in other. Life within it is largely self-contained, and the dynamics of its development are largely internal”

Menurut Wallerstein, dunia terlalu kompleks jika hanya dibagi atas 2 kutub (negara pusat dan negara pinggiran) karena pada kenyataannya terdapat negara-negara yang tidak termasuk dalam dua kategori itu. Ada negara yang tidak bisa digolongkan menjadi Negara pusat ataupun Negara pinggiran. Menurut Wallerstein, sistem dunia kapitalis dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu negara core atau pusat, semi-periferi atau setengah pinggiran, dan negara periferi atau pinggiran. Perbedaan bagi ketiga jenis negara ini adalah kekuatan ekonomi dan politik dari masing-masing kelompok.

Kelompok negara-negara kuat (pusat) mengambil keuntungan yang paling banyak, karena kelompok ini dapat memanipulasi sistem dunia sampai batas-batas tertentu dengan kekuatan dominasi yang dimilikinya.

Kemudian negara setengah pinggiran mengambil keuntungan dari negara-negara pinggiran yang merupakan pihak yang paling dieksploitir.

Munculnya negara semi pinggiran oleh Wallerstein dikarenakan pemikiran jika hanya terdapat 2 kutub di dunia yaitu negara pusat dan pinggiran saja, maka disintegrasi akan muncul dengan mudah dalam sistem dunia itu. Sehingga, negara semi pinggiran dinilai akan menghindari disintegrasi tersebut.

Kemudian, negara semi pinggiran juga dinilai bisa menjadi iklim ekonomi baru. Para pemilik modal bisa memindahkan modalnya dari tempat yang sudah tidak lagi efisien ke tempat baru yang sedang tumbuh. Hal ini karena di negara pusat yang sebelumnya merupakan ekonomi unggul mengalami penurunan atau kehilangan keuntungan biaya komparatif sebagai akibat meningkatnya upah yang terus menerus karena eksploitasi buruh di negara-negara pinggiran.

Penekanan pada teori ini adalah, negara-negara di dunia bisa naik dan juga bisa turun kelas. Negara pusat bisa saja menjadi negara semi pinggiran, negara semi pinggiran bisa menjadi negara pusat atau negara pinggiran, dan negara pinggiran bisa menjadi negara semi pinggiran.

Hal ini terbukti pada Perang Dunia II, Inggris dan Belanda yang sebelumnya menjadi negara pusat turun kelas digantikan Amerika Serikat pasca kehancuran dahsyat di Eropa.

Wallerstein merumuskan tiga strategi bagi terjadinya proses kenaikan kelas, yaitu:

  1. Kenaikan kelas terjadi dengan merebut kesempatan yang datang. Sebagai misal negara pinggiran tidak lagi dapat mengimpor barang-barang industri oleh karena mahal sedangkan komiditi primer mereka murah sekali, maka negara pinggiran mengambil tindakan yang berani untuk melakukan industrialisasi substitusi impor. Dengan ini ada kemungkinan negara dapat naik kelas dari negara pinggiran menjadi negara setengah pinggiran.

  2. Kenaikan kelas terjadi melalui undangan. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan industri raksasa di negara-negara pusat perlu melakukan ekspansi ke luar dan kemudian lahir apa yang disebut dengan MNC. Akibat dari perkembangan ini, maka muncullah industri-industri di negara-negara pinggiran yang diundang oleh oleh perusahaan-perusahaan MNC untuk bekerjasama. Melalui proses ini maka posisi negara pinggiran dapat meningkat menjadi setengah pinggiran.

  3. Kenaikan kelas terjadi karena negara menjalankan kebijakan untuk memandirikan negaranya. Sebagai misal saat ini dilakukan oleh Peru dan Chile yang dengan berani melepaskan dirinya dari eksploitasi negara-negara yang lebih maju dengan cara menasionalisasikan perusahaan-perusahaan asing.

Namun demikian, semuanya ini tergantung pada kondisi sistem dunia yang ada, apakah pada saat negara tersebut mencoba memandirikan dirinya, peluang dari sistem dunia ada.

Teori sistem dunia muncul sebagai kritik atas teori modernisasi dan teori dependensi. Menurut Immanuel Wallerstein, dunia adalah sistem kapitalis yang mencakup seluruh negara di dunia tanpa kecuali. Menurutnya, dunia terlalu kompleks jika dibagi atas dua kutub saja (negara pusat dan negara pinggiran) karena ada pula negara yang tidak termasuk dalam kedua kategori itu. Wallerstein menambahkan bahwa dunia kapitalis dibagi dalam tiga jenis, yaitu:

  1. Negara core atau pusat;

  2. Semi-periferi atau setengah pinggiran;

  3. Negara periferi atau pinggiran.

Teori sistem dunia yang dipelopori Immanuel Wallerstein sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori ketergantungan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, teori ketergantungan dianggap tidak dapat menjelaskan kemajuan yang terjadi di negara pinggiran sehingga teori sistem dunia mencoba menjelaskan kemajuan di negara pinggiran (Arief Budiman, 2000).

Wallerstein membagi tiga kelompok negara: pusat, setengah pinggiran, dan pinggiran. Perbedaan ketiga kelompok ini terletak dalam kemampuan ekonomi dan politiknya. Kelompok terkuat adalah negara pusat, yang dalam batasan tertentu, mereka dapat memanipulasi sistem dunia sedemikian rupa sehingga menguntungkan mereka. Sementara itu, negara setengah-pinggiran adalah negara opportunis, yang menangguk keuntungan dari eksploitasi negara pinggiran oleh negara pusat.

Pendekatan Teori Sistem Dunia

Teori sistem-dunia adalah perspektif makrososiologi yang berupaya menjelaskan dinamika “ekonomi dunia kapitalis” sebagai sistem yang bersifat total. Pendekatan ini digunakan oleh Immanuel Wallerstein, terutama melalui karya The Rise and Future Demise of the World Capitalist System: Concepts for Comparative Analysis (1974). Pada 1976 Wallerstein memublikasikan bukunya yang berjudul The Modern World System I: Capitalist Agriculture and the Origins of the European World-Economy in the Sixteenth Century . Dengan karya tersebut, Wallerstein memberikan kontribusi besar di dalam pemikiran sejarah dan sosiologi dan memancing berbagai respons dan inspirasi bagi pemikir lainnya.

Konsep-konsep utamanya dan blok bangunan intelektualnya berhasil menancapkan dampak sekaligus sambutan hangat dari negara-negara berkembang. Kajian Wallerstein mencakup sosiologi sejarah dan sejarah ekonomi. Karena tekanannya yang begitu besar terhadap pembangunan dan ketimpangan antarbangsa-bangsa, teoriteorinya dianut oleh para teoretikus dan praktisi pembangunan.

Kombinasi ini membuat Proyek Sistem-Dunia bermakna intelektual sekaligus politik. Selain itu, pendekatan Wallerstein bersifat praxis, dalam arti adanya korelasi antara teori dan praktik. Sementara itu, tujuan aktivitas intelektual adalah menciptakan pengetahuan yang membongkar struktur-struktur tersembunyi yang memungkinkan seorang intelektual bertindak dan mengubah dunia.

Ada tiga blok bangunan intelektual dari teori sistem-dunia yang dirujuk Wallerstein, yaitu sekolah Annales, Marx, dan teori ketergantungan ( dependency theory ). Blok bangunan ini diasosiasikan dengan pengalaman hidup Wallerstein dan keterlibatannya dalam berbagai isu, teori, dan situasi. Teori sistem-dunia berutang pada sekolah Annales yang diwakili oleh Fernand Braudel mengenai pendekatan kesejarahan ( historical approach ).

Teori sistem-dunia juga mengadaptasi teori ketergantungan (dependency theory). Dari teori ini Wallerstein menjelaskan pandangan neoMarxis mengenai proses pembangunan, yang populer di negaranegara berkembang yang di antara tokohnya adalah Fernando Henrique Cardoso. Teori ketergantungan memahami “peripheri” dengan cara melihat relasi pusat-pinggiran yang tumbuh di kawasan periperal, seperti Amerika Latin. Dari sanalah kritik terhadap kapitalisme global sekarang ini berkembang.

Kritik terhadap Teori Sistem Dunia

Kritik yang dilontarkan terhadap teori sistem dunia adalah bahwa teori sistem dunia terlalu memerhatikan dinamika eksternal tanpa memerhatikan dinamika internal suatu negara. Sebaik-baiknya suatu kesempatan yang muncul, tanpa dukungan infrastruktur yang kuat, kesempatan tersebut tidak akan dapat diraih.

Ringkasan

Jamaludin, N. Adon. 2016. Sosiologi Pembangunan. Penerbit CV Pustaka Setia : Bandung.