Apa yang dimaksud dengan Teori Perdagangan Nasionalis?

Teori Perdagangan Nasionalis

Teori perdagangan nasionalismenyatakan bahwa negara memiliki peran utama dalam perdagangan internasional.

Apa yang dimaksud dengan Teori Perdagangan Nasionalis?

Teori perdagangan nasionalis atau seringkali disebut sebagai teori merkantilis. Teori ini menyatakan bahwa negara memiliki peran utama dalam perdagangan internasional. Dalam pandangan teoritisi perdagangan nasionalis, aktifitas ekonomi adalah dan seharusnya tunduk pada tujuan utama dalam membangun negara kuat. Dengan kata lain, ekonomi adalah alat politik, suatu dasar bagi kekuasaan politik. Kepentingan nasional adalah tujuan akhir dari kegiatan perdagangan. Teori ini melihat perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang saling bertentangan, daripada sebagai wilayah kerjasama dan saling menguntungkan. Dikemukakan bahwa, persaingan ekonomi antarnegara adalah permainan zero-sum, di mana keuntungan suatu negara merupakan kerugian bagi negara lain (Jackson & Sorensen, 2005).

Salah satu tokoh utama teori ini adalah Alexander Hamilton yang merupakan salah satu Bapak Pendiri Amerika Serikat. Menurut Hamilton suatu negara dalam kebijakan perdagangan internasionalnya harus lebih mengutamakan barang-barang manufaktur daipada komoditi pertanian. Dalam pandangan beliau, hanya dengan memproduksi barang-barang manufaktur suatu negara akan memperoleh keuntungan yang besar dalam perdagangan internasional. Keuntungan itu selanjutnya akan bermuara pada kekuatan nasional negara tersebut. Sebab itu, negara-negara yang sebelumnya masih mengimpor barang-barang manufaktur dari negara lain harus menempuh kebijkan atau strategi “substitusi impor”. Negara itu harus memproses sendiri barang-barang yang dibutuhkan rakyatnya, kendati dilihat dari prinsip efisiensi (keunggulan komparatif) lebih menguntungkan bila mengimpor dari negara lain (Brown, 2001).

Karena itu, bagi Hamilton, lokasi di mana sebuah produk diproses tidak semata-mata ditentukan oleh prinsip efisiensi dan spesialisasi yang didasarkan atas prinsip keunggulan absolut dan relatif saja. Pilihan terhadap lokasi di mana sebuah barang dibuat harus ditentukan berdasarkan keputusan politik dari sebuah negara. Dengan kata lain, negara harus memutuskan untuk mengubah haluan ekonominya. Karenanya teori substitusi impor dari Hamilton tersebut bertentangan dengan prinsip division of labour sebagaimana dikemukakan teori perdagangan liberal. Menurut Hamilton, prinsip pembagian kerja dan spesialisasi dalam perdagangan internasional hanya menguntungkan negara-negara tertentu. Karena itu, negara-negara yang tidak bisa memproduksi barang-barang manufakturnya sendiri harus sekuat tenaga untuk dapat memproduksinya sehingga bisa menutup jurang perbedaan itu.

Teoritisi perdagangan nasionalis lain adalah Friedrich List. List mengemukakan tentang pentingnya campur tangan negara dalam aspek ekonomi. Keberhasilan ekonomi tidak mungkin dicapai tanpa adanya campur tangan secara politik (Brown, 2001). Dalam konteks hubungan antar bangsa, List mencontohkan bagaimana keberhasilan Inggris sebagai negara imperium dunia di masa lalu, dengan pengaruh luas di seberang lautan, karena didukung oleh kekuatan industrialisasi yang digerakkan negara. Dia tidak setuju kalau pembangunan ekonomi semata-mata didasarkan pada aspek-aspek efisiensi, keunggulan komparatif, serta pilihan-pilihan produksi tertentu saja tanpa melibatkan faktor politik.

Dalam pandangan List, Inggris justru berjaya karena menggunakan kekuatan politik untuk memajukan industri dan perdagangan mereka. Pada masa-masa awal industrialisasi dan perdagangan internasional di masa lalu, negara tersebut tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer dalam menghadapi bangsa-bangsa lain. Tahap kemampuan perdagangan internasional Inggris mencapai tahap kejayaan yang ditopang oleh supremasi teknologi dan industri yang disokong kuat oleh bidang militer. Adalah mustahil untuk melindungi kepentingan industri yang baru tumbuh dan sengitnya persaingan perdagangan internasional kalau sematamata hanya mengandalkan faktor ekonomi.

Jadi, dalam perspektif beliau, sebuah negara yang kuat hanya bisa dicapai melalui nasionalisme ekonomi dan perdagangan. Hal tersebut bisa ditempuh melalui berbagai cara seperti: Proteksi, pengenaan tarif tinggi atas barang impor, dumping, perlindungan buruh, dan lain-lain. Di sinilah negara (sebagai institusi politik) memiliki peranan penting. Singkatnya, perekonomian tunduk pada komunitas politik, khususnya pemerintah. Pemerintah bertanggungjawab penuh untuk memajukan kepentingan nasional dengan cara apapun.