Apa yang dimaksud dengan Teori Labbeling .?


Apa yang dimaksud dengan Teori Labbeling .?

Teori Labeling muncul pada tahun 1960-an dan banyak dipengaruhi aliran Chicago. Dibandingkan dengan teori lainnya, teori labeling mempunyai beberapa spesifikasi, yaitu teroi labeling merupakan cabang dari teori terdahulu. Namun, teori menggunakan perspektif yang baru dalam kajian terhadap kejahatan dan penjahat; teori Labeling menggunakan metode yang baru untuk mengetahui adanya kejahatan, dengan menggunakan self report study yaitu interview terhadap pelak kejahatan yang tidak tertangkap/tidak diketahui oleh polisi.

Dari perspektif Howard S. Becker, kajian terhadap teori label menekankan kepada dua aspek, yaitu : yang pertama menjelaskan tentang mengapa dan bagaimana orang tersebut diberi cap atau label. Dan yang kedua pengaruh atau efek dari label sebagai suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku. Menurut Howard S. Becker, harus dibedakan antara pelanggar hukum dengan pelaku kejahatan. Pelanggar hukum merupakan perilaku sedangkan kejahatan adalah reaksi kepada orang lain terhadap perilaku iu. Pelabelan terhadap seseorang terjadi pada saat/waktu ketika melakukan aksi, siapa yang melakukan dan siapa korbannya serta persepsi masyarakat terhadap konsekuensi aksinya.

Scharg (1971), sebagai seorang penganut aliran Labeling mengatakan bahwa, asumsi yang terdapat dalam teori labeling adalah:

  1. Tidak ada satu perbuatan yang terjadi dengan sendirinya bersifat kriminal.

  2. Rumusan atau batasan tentang kejahatan dan penjahat dipaksakan sesuai dengan kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan.

  3. Seseorang menjadi penjahat bukan karena dia melanggar undang-undang, melainkan ia ditetapkan demikian oleh penguasa.

  4. Sehubungan dengan kenyataan bahwa setiap orang dapat berbuat baik dan tidak baik, tidak baik berarti bahwa mereka dapat dikelompokkan menajdi dua bagian yaitu kelompok kriminal dan kelompok non-krimial.

  5. Tindakan pengkapan merupakan awal dari proses Labeling.

  6. Penangkapan dan pengambilan keputusan dalam sistem peradilan pidana adalah fungsi dari pelaku/penjahat sebagai lawan dari karakteristik pelanggarnya.

  7. Usia, tingkatan sosial ekonomi, dan ras merupakan karakteristik umum pelaku kejahatan yang menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam system peradilan pidana.

  8. Sistem peradilan pidana dibentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang memperkenalka penilaian dan penolakan terhadap merekayang dipandang sebagai penjahat.

  9. Labeling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra sebagai deviant dan sub-sub kultur serta rejection of the rejector.

Menurut aliran ini, kejahatan terbentuk karena aturan-aturan lingkungan, sifat individualistik, serta reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku, maka dapat menimbulkan suatu perilaku yang jahat.

Proses yang membuat kejahatan adalah sebuah proses yang panjang yang secara terus menerus bergulir dan saling terkait antara satu hal dengan hal yang lain.

Ketika orang melakukan tindak kejahatan, tidak secara oto-matis proses labeling memberikan cap bahwa ia adalah seorang penjahat. Teori labeling menekankan issu sentralnya dari mengapa atau bagaimana seseorang melakukan tindak kejahatan hingga bagaimana seseorang dapat didefinisikan sebagai seorang penjahat.

Garfinkel menggunakan istilah degradation ceremony untuk menggambarkan proses yang mana seseorang dipisahkan dari lingkungannya dan diberi cap sebagai penjahat. Ada 8 langkah dalam degradation ceremony , yaitu:

  1. pelaku dan tindakannya harus diartikan sebagai hal yang berbeda.
  2. pelaku harus dengan terang-terangan melakukan jenis kejahatan tertentu dan perbuatan serta motifnya tidak dapat didefinisikan atau ditentukan lewat berbagai cara.
  3. denouncer (pengadu, yang menyatakan) harus mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat.
  4. pengaduan harus dilihat untuk kepentingan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
  5. pengadu harus nampak tidak mempunyai masalah personal balas dendam apapun didalam melawan pelaku.
  6. pengadu harus nampak dilihat bahwa usahanya itu dilakukan untuk mendukung kepentingan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
  7. pengadu harus dilihat sebagai pihak yang terpisah dengan orang yang diadukan.
  8. orang yang diadukan harus diatur sebagai bagian dari pengesyahan masyarakat.

Beberapa hipotesis dari teori Label.

  1. Tidak ada perbuatan kriminal yang bersifat intrinsik.
  2. Definisi kejahatan dipegang teguh dengan maksud agar posisinya lebih kuat.
  3. Seseorang tidak menjadi jahat sekalipun melanggar hukum, namun tergantung pada pemberian arti kejahatan oleh penguasa.
  4. Meskipun fakta bahwa setiap orang telah menyatakan dan menyimpangkan norma atau aturan, namun tidak setiap orang dapat dikategorikan sebagai penjahat atau bukan penjahat.
  5. Kejadian “ getting cought ” adalah awal proses labelling.
  6. Getting cought ” dan pengambilan keputusan dalam sistem peradilan kriminal adalah sebuah fungsi pelaku yang beroposisi dengan karakter menyerangnya.
  7. Usia, SES, dan ras adalah faktor utama pelaku yang membangun pola pembedaan pengambilan keputusan peradilan kriminal.
  8. Sistem peradilan kriminal adalah sebutan pada sebuah perspektif yang bebas dari kehendak yang mengijinkan hukuman dan penolakan dari pelaku yang telah diidentifikasi.

Labelling adalah proses prosedur identifikasi yang terus-menerus berlangsung dengan sebuah image penyimpangan pada subkultur dan berakibat pada sebuah penolakan.

Berkaitan dengan teori labelling ini Cooley menciptakan satu teori yang disebut sebagai “ the looking-glass self ” yaitu memaknai orang lain sebagai kaca buat dirinya.

Istilah yang lain yaitu Stigma : Irwanto (1997) mengutip pendapat Goffman, stigma adalah masalah hubungan antara pribadi – persoalan anatara seseorang yang distigmatisasi dengan orang lain yang menganggap yang menganggap dirinya normal. Stigma adalah masalah yang berkaitan dengan penerimaan.

Penyimpangan primer dan sekunder:

Lemert menggunakan klasifikasi penyimpangan primer dan sekunder untuk menjelaskan hubungan antara tingkahlaku kriminal dan labeling.

  1. Penyimpangan primer adalah segala norma pelanggaran yang terjadi untuk orang yang telah diberi label sebagai penjahat.
  2. Penyimpangan sekunder adalah penyimpangan yang terjadi sebagai akibat dari reaksi dalam proses labelling.

Labelling

Labeling adalah identitas yang diberikan oleh kelompok kepada individu berdasarkan ciri-ciri yang dianggap minoritas oleh suatu kelompok masyarakat. Labeling cenderung diberikan pada orang yang memiliki penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat. Seseorang yang diberi label akan mengalami perubahan peranan dan cenderung akan berlaku seperti label yang diberikan kepadanya (Sujono, 1994).

Teori labeling mengatakan bahwa makin sering dan makin banyak orang yang memberikan label kepadanya, orang atau kelompok tersebut akan menyerupai bahkan dapat menjelma menjadi label yang diberikan kepadanya. Reaksi ini muncul karena seseorang yang diberi label merasa terkurung dalam label yang diberikan kepadanya (Hikmat, 2008).

Labeling merupakan suatu teori yang muncul akibat reaksi masyarakat terhadap perilaku seseorang yang dianggap menyimpang. Seseorang yang dianggap menyimpang kemudian di cap atau diberi label oleh lingkungan sosialnya (Nitibaskara, 1994).

Labeling merupakan salah satu penyebab seseorang melakukan penyimpangan sekunder. seseorang yang diberi label akan cenderung melakukan tindakan-tindakan lain yang juga termasuk tindakan penyimpangan primer, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label tersebut. Seseorang yang diberi label berusaha menghilangkan label yang diberikan, tetapi akhirnya mereka cenderung melakukan penyimpangan yang lain karena tidak dapat mempertahankan sikap terhadap label yang diberikan kepadanya (Martine, 2008).

Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan merupakan perlawanan terhadap norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil didefinisikan atau dijuluki menyimpang. Deviant atau penyimpangan tidak selalu dalam tindakan itu sendiri tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak. Proposisi kedua, labeling itu sendiri menghasilkan atau memperkuat penyimpangan. Respon orang-orang yang menyimpang terhadap reaksi sosial menghasilkan penyimpangan sekunder yang mana mereka mendapatkan citra diri atau definisi diri (self-image or self definition) sebagai seseorang yang secara permanen terkunci dengan peran orang yang menyimpang. Penyimpangan merupakan outcome atau akibat dari kesalahan sosial dan penggunaan kontrol sosial yang salah (Atwar, 2008).

Konsep lain dalam Teori labeling adalah :

  • Master Status
    Teori penjulukan memiliki label dominant yang mengarah pada suatu keadaan yang disebut dengan Master Status. Maknanya adalah sebuah label yang dikenakan (Dikaitkan) biasanya terlihat sebagai karakteristik yang lebih atau paling panting atau menonjol dari pada aspek lainnya pada orang yang bersangkutan.

    Bagi sebagian orang label yang telah diterapkan, atau yang biasa disebut dengan konsep diri, mereka menerima dirinya seperti label yang diberikan kepadanya. Bagaimanapun hal ini akan membuat keterbatasan bagi seseorang yang diberi label, selanjutnya di mana mereka akan bertindak.

    Bagi seseorang yang diberi label, sebutan tersebut menjadi menyulitkan, mereka akan mulai bertindak selaras dengan sebutan itu. Dampaknya mungkin keluarga, teman, atau lingkungannya tidak mau lagi bergabung dengan yang bersangkutan. Dengan kata lain orang akan mengalami label. sebagai penyimpang/menyimpang dengan berbagai konsekwensinya, ia akan dikeluarkan dan tidak diterima oleh lingkungan sosialnya. Kondisi seperti ini akan sangat menyulitkan untuk menata identitasnya menjadi dirinya sendiri tanpa memandang label yang diberikan kepadanya. Akibatnya, ia akan mencoba malihat dirinya secara mendasar seperti label yang diberikan kepadanya, terutama sekarang ia mengetahui orang lain memanggilnya seperti label yang diberikan.

  • Deviant Career
    Konsep Deviant Career mengacu pada seseorang yang diberi label telah benar-benar bersikap dan bertindak seperti label yang diberikan kepadanya secara penuh. Kai T. Erikson dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa label yang diberikan bukanlah keadaan sebenarnya, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan yang mengetahui dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak langsung (Atwar, 2009).

Teori Labeling Howard S. Becker menekankan dua aspek:

  • Penjelasan tentang mengapa dan bagaimana orangorang tertentu sampai diberi cap atau label sebagai penjahat; dan
  • Pengaruh daripada label itu sebagai konsekuensi penyimpangan tingkah laku, perilaku seseorang bisa sungguh-sungguh menjadi jahat jika orang itu di cap jahat.

Sedangkan Edwin Lemert membedakan tiga penyimpangan, yaitu:

  • Individual deviation , di mana timbulnya penyimpangan diakibatkan oleh karena tekanan psikis dari dalam;

  • Situational deviation , sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan

  • Systematic deviation , sebagai polapola perilaku yang terorganisir dalarn subsub kultur atau sistem tingkah laku ( Nitibaskara, 1994).

Referensi

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-srimulyati-5525-3-babii.pdf