Apa yang dimaksud dengan Teori Institusional pada lingkungan organisasi?

Teori Institusional

Teori Institusional menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap organisasi yang terdiri dari dua kategori, yaitu ;

  1. Pengaruh lingkungan yang lebih menitikberatkan pada aspek teknis dan ekonomis (efisiensi dan efektivitas),
  2. Pengaruh lingkungan yang lebih menitikberatkan pada aspek sosio-kultiral.

Menurut teori ini, lingkungan dapat menekan organisasi dengan tiga cara :

  1. tekanan institusional koersif,
  2. tekanan institusional normatif,
  3. tekanan institusional mimetik

Apa yang dimaksud dengan Teori Institusional pada lingkungan organisasi ?

Teori institusional berangkat dari asumsi bahwa lingkungan menuntut organisasi atas dua cara yang berbeda, yaitu :

  • Pertama, tuntutan yang bersifat teknis atau ekonomis yang mengakibatkan organisasi harus efisien dan efektif dalam memproduksi dan memasok barang dan jasa.

  • Kedua, tuntutan yang bersifat ”legitimasi” sosial dan kultural dari masyarakat sehingga organisasi harus sesuai dengan nilai, norma, aturan, dan kepercayaan pada masayarakat.

Adaptasi organisasi bukan sekadar efisiensi internal, melainkan kesesuaian dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Woody Powel dan Paul Di Maggio membedakan tiga tekanan institutional, yaitu tekanan hukum (coercive institutional pressure), kultural (normative institutional pressure), dan imitasi dari organisasi lain (look like other) yang disebut mimetic institutional.

Dalam perkembangan selanjutnya, muncul teori neo-institutional. Menurut teori ini, institusi tidak hanya dimaknai sebagai organisasi, tetapi juga tindakan dan perilaku yang berulang secara teratur sehingga terjadi institutionalisasi (pelembagaan). Institutionalisasi atau pelembagaan adalah “the process by which action are repeated and given similar meaning by self and others.”

Hal yang sama dijelaskan oleh Ostrom dan North tentang institusi sebagai lembaga dan proses pelembagaan. Ostrom memberikan sejumlah pengertian institusi sebagai berikut:

  • Organisasi yang bersifat khusus (spesifik) di suatu negara tertentu seperti kementerian atau departemen;

  • Hubungan-hubungan yang bersifat ajeg dan melembaga dalam suatu masyarakat seperti keluarga;

  • Seperangkat aturan yang digunakan individu dalam rangka hubungan tertentu dengan yang lainnya.

Sementara itu North memberikan definisi tentang institusi sebagai berikut:

Institutions are the rules of the game in a society or, more formally, are the humanly devised constrains that shape human interaction… they therefore are the framework within which human interaction takes place, they consist a formal written rules as well as unwritten codes of conduct that underlie an supplement formal rules .

Kendati membedakan institusi sebagai aturan dan institusi sebagai organisasi (formal), North juga mengatakan bahwa pada dasarnya organisasi mengatur tata hubungan interaksi yang dicerminkan dalam struktur seperti dinyatakannya “… like institutions, organizations provide a structure to human interactions…

Analisis pada teori ini, dalam level lingkungan, adalah berupaya untuk menjelaskan mengapa banyak sekali organisasi yang terlihat sama (mirip). Hal ini berguna untuk menjawab masalah fundamental pengaruh lingkungan atas organisasi, dimana lingkungan mempengaruhi struktur organisasi, proses, dan outcome

Asumsi-asumsi pada teori institusional adalah :

  • Berfokus pada pengaruh lingkungan dari asosiasi, sektor sosial, kultur, politik, dan hukum.
  • Organisasi sebagai elemen pasif dari lingkungan yang membentuk dan menentukan keluaran organisasi
Ringkasan
  • Elinor Ostrom, 1992. Crafting Institution for Self Governing Irigation System , California, ICS Press
  • Douglas C North, 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance , New York, Cambridge University Press.

Teori institusional merupakan teori yang mendasari terbentuknya organisasi karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi.

Menurut North (1991), institusi atau institusional adalah aturan-aturan (constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial dan ekonomi. Aturan tersebut terdiri dari aturan formal dan aturan informal serta proses penegakan aturan tersebut (enforcement).

Menurut Gillin, karakteristik sebuah institusi adalah:

  1. berupa organisasi pemikiran;
  2. mempunyai tingkat kekekalan tertentu;
  3. mempunyai tujuan yang ingin dicapai;
  4. mempunyai perangkat untuk mencapai tujuannya;
  5. dalam bentuk simbol-simbol;
  6. memiliki dokumentasi baik tertulis maupun tak-tertulis.

Institusi adalah pola-pola perilaku yang stabil, bermakna dan berulang-ulang.

Secara bersamasama aturan tersebut menentukan struktur insentif bagi masyarakat, khususnya perekonomian. Dan hal itu diciptakan manusia untuk membuat tatanan (order) yang baik.

Teori institusional berangkat dari kajian-kajian di bidang sosiologi, berdasarkan pendapat Emile Durkheim yang menyatakan bahwa studi sosilogi adalah studi tentang institusi.

Dalam pandangan institusionalis, struktur organisasi formal tidak hanya merefleksikan permintaan teknis dan kebergantuan sumber daya namun juga membentuk tekanan institusional, termasuk mitos-mitos yang dirasionalkan, legitimasi pengetahuan melalui pendidikan, profesi, opini publik ataupun hukum.

Para pendukung neo-institusionalisme ini menekankan bahwa organisasi terbenam dalam lingkungan sosial dan politik sehingga praktik-praktik dan sturktur organisasional sering berupa refleksi atau tanggapan terhadap aturan, kepercayaan, kebiasan yang sudah terbangung dalam lingkungan yang lebih luas.

Scott (2004) mengemukakan bahwa teori institusional memberi perhatian yang mendalam dan sungguh-sungguh pada struktur sosial. Teori ini memperhatikan bagaimana struktur, seperti skema, aturan, norma dan rutin, menjadi bentuk yang bersifat otoritatif untuk terjadinya perilaku sosial. Teori institusional mempertanyakan bagaimana hal-hal tersebut dibuat, berpadu, diadaptasi dalam ruang dan waktu.

Gerhard Linski dan Svejvig (2010) menyatakan bahwa teori institusional dapat membahas perilaku sosial baik dalam tingkat makro, tingkat meso ataupun tingkat mikro.

Prinsip dasar teori ini adalah bahwa kelangsungan hidup organisasi membutuhkan organisasi tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma sosial dari perilaku yang dapat diterima.

Sejarah Teori Institusional/Institusionalisme


Sejak ribuan tahun yang lalu para filosof yunani telah menyadari bahwa institusi yang satu dengan yang lainnya saling berinteraksi. Abad 19-an Max weber mencoba mengkaji birokrasi dan institusi secara sistematis.yang dalam hal ini adalah Negara. Kemudian Madzab institusionalis AS berkembang sejak tahun 1880an dipengaruhi oleh madzab institusionalis Jerman dan pemikiran–pemikiran Thorten Zveblen (1899) tentang pemikiran ekonomi institutionalnya

Saat itu banyak penelitian Institusionalisme baru mengkaji pengaruh besar institusi terhadap perilaku manusia melalui aturan dan norma yang dibangun oleh institusi. Berkaitan dengan pengaruh individu terhadap perilaku manusia, ada dua anggapan yaitu:

  1. Menyebabkan individu berusaha memaksimalkan manfaat aturan dalam institusi,

  2. Perilaku sekedar menjalankan tugas sesuai aturan.

Institusionalisme memperkaya dengan menambahkan aspek kognitif, yaitu bahwa individu dalam institusi berperilaku tertentu bukan karena takut pada hukuman atau karena sudah menjadi kewajiban (duty), melainkan karena konsepsi individu tersebut mengenai norma-norma soaial dan tatanan nilai yang ada.

David Easton memberi kerangka “makro” dominan tempat berlangsungnya proses pembuatan keputusan, pada 1950-an dan 1960-an, sementara Phillip Selznick juga berperan penting dalam menetapkan agenda analisis “mikro” dari segi perspektif fungsionalis tentang bagaimana institusi “sesungguhnya bekerja di dalam, yang berbeda dengan struktur sebagai rationale “luar” formalnya. Di sisi luar “outside”, kehidupan organisasional tampaknya merupakan alat seperti mesin yang rasional.

Kerangka analisis institusional dapat dispesifikasikan ke dalam 3 kerangka, yaitu:

  1. Institusionalisme sosiologi
  2. Institusionalisme ekonomi,
  3. Institusionalisme politik

Pada dekade 1980-an, pembahasan tentang institusi atau kelembagaan mulai berkembang dalam ilmu ekonomi, hal tersebut dikarenakan sudah semakin banyak ekonom yang menyadari bahwa kegagalan pembangunan ekonomi pada umumnya disebabkan oleh kegagalan institusi. Perkembangan tentang kajian peranan institusi di dalam pembangunan ekonomi tersebut melahirkan suatu cabang baru ilmu ekonomi yang dikenal dengan ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics

Bentuk-bentuk Teori Institusional


Secara umum organisasi terbentuk oleh lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang berpengaruh kemudian diinstitusionalkan atau dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala organisasi tersebut.

Dalam teori institutional ada 2 bentukan institusional yang terjadi yakni :

1. Isomorphis

Isomorfisma mengacu pada proses menghambat yang memaksa satu unit dalam populasi menyerupai unit lain dalam menghadapi setiap kondisi lingkungan yang sama isomorphis di bagi menjadi 3 macam yakni :

  • Coersif isomorphis yang menunjukkan bahwa organisasi mengambil beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena tekanan-tekanan negara dan organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas/ proses penyesuaian menuju kesamaan dengan “pemaksaan.” Tekanan datang dari pengaruh politik dan masalah legitimasi. Misalnya, tekanan resmi datang dari peraturan pemerintah agar bisa diakui.

    Dalam coersif isomorphis Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), mengidentifikasikan beberapa penyesuaian organisasi pada teori institusional antara lain :

    • Penyesuaian Kategorial, terjadi ketika aturan-aturan institusional mengarahkan organisasi membentuk struktur mereka. Konvensi-konvensi tersebut kemudian ia akan menghasilkan struktur yang homogen.

    • Penyesuaian Struktural, disebabkan oleh peraturan pemerintah, ketidakpastian lingkungan, atau mencari legitimasi. Perusahaan akan mengadopsi struktur organisasi yang spesifik (biasanya dengan menyewa seseorang dari perusahaan yang sukses atau menyewa konsultan).

    • Penyesuaian Prosedural, disamping struktur, organisasi biasanya terpengaruh untuk melakukan sesuatu dalam beberapa cara pula. Kadangkala penyesuaian atau adopsi adalah hasil dari ketidakpastian atau paksaan (coersive), dan pemaknaan normatif. Sehingga perlu dalam perubahan prosedur sebagai prosedur standar pada program TQM (Total Quality Management), PERT Chart ( Program Evaluation Review Techniques ) dalam mencapai standar prosedur pengoperasian, dua kelompok utama yang membutuhkan prosedur adalah pemerintah dan kelompok profesional (DiMaqqio dan Powell, 1983). Para pengacara menjadi perantara bagi keduanya dan menguasai sebagian prosedur keorganisasian.

    • Penyesuaian Personil, organisasi modern memiliki berbagai aturan spesialisasi disertai dengan sertifikat profesional (khususnya pada organisasi di Barat). Penyesuaian terhadap aturan-aturan institusi biasanya perlu untuk menyewa atau menggunakan personil yang spesifik. Kebutuhan lisensi atau akreditasi biasanya harus memenuhi presentasi (%) kualifikasi personil dalam posisi kunci. Sertifikat sangat penting sebagai sumber legitimasi. Kebutuhan pendidikan selalu meningkat sesuai bagian dari posisi kerja walaupun tidak jelas hubungan antara tujuan pendidikan dengan produktifitas. Hal ini terlihat jelas pada benda institusional ketimbang ketrampilan tehnis yang berbasis pada efektivitas. Memiliki secarik sertifikat atau pekerja berpendidikan merupakan signal bagi lingkungan bahwa seseorang merupakan pekerja modern, perusahaan yang bertanggung jawab menggunakan kriteria rasional dalam menyeleksi dan mempromosikan personilnya.

  • Mimesis isomorphis, yaitu imitasi sebuah organisasi oleh organisasi yang lain/ Organisasi sering menyalin praktek organisasi lain untuk keunggulan kompetitif dan untuk mengurangi ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan kekuatan yang mendorong imitasi. Ada empat isu yang dibahas pada isomorphisme mimesis yaitu:

    • Peningkatan isomorphism Mengungkapkan definisi peningkatan isomorphisme institusional adalah peningkatan homogenitas antara negara-negara di Amerika Serikat, yang mengindikasikan peningkatan homogenisasi pada negara sebagai refleksi proses institusionalisasi berupa penyesuaian dan rasionalisasi.

    • Late Adoption Tolbert dan Zuckler (1983) menggunakan sebuah kasus untuk menjelaskan secara institusional analisis mereka mengenai pengadopsian secara historis dari peraturan sipil sebagai bagian dari reformasi administrasi kependudukan di Amerika Serikat. Mereka mengemukakan bahwa pengadopsian awal dari praktek-praktek tersebut oleh beberapa kota merupakan suatu upaya rasional untuk mengatasi masalah. Pengadopsian selanjutnya oleh kota lain merupakan suatu respons terhadap apa yang telah menjadi norma institusional yang menentukan praktek-praktek legitimasi. Tolbert dan Zuckler (1983) melihat perubahan struktur sebagai orientasi terhadap keefektifan internal untuk pengadopsian awal, tetapi tidak terhadap penyesuaian institusional selanjutnya. Ia hanya berupa adopsi nilai-nilai dan norma-norma.

    • Teori institusional sebagai sebuah tradisi Teori institusional sebagai sebuah tradisi dijelaskan oleh Eisenhardt (1998) dari pengamatannya terhadap sistem pembayaran yang berbeda-beda yang digunakan pada toko-toko retail. Alasan mengapa toko-toko retail atau grosir membayar dengan cara yang berbeda adalah karena sejak awal toko-toko tesebut sudah menerapkan cara-cara demikian atau sudah menjadi tradisi.

    • Mimicry Fleigstein (1985) menawarkan sebuah analisis secara sosiologis mengenai penyebab pengadopsian struktur yang bersifat multidivisi oleh sebuah koorporasi. Fleigstein (1985) kemudian menemukan bukti bahwa perusahaan lebih suka mengadopsi struktur multidivisional sebagaimana telah mereka temukan dari perusahaan lain dalam industri yang sama yang telah melakukannya. Hal ini diidentifikasikannya sebagai efek mimesis. Fleigstein juga mencatat bahwa perusahaan akan mendivisionalisasikan strukturnya apabila pesaing-pesaing merubah strukturnya pula. Bila pesaing mengadopsi struktur yang layak, dan mereka mencapai performansi organisasi yang secara relatif superior dibanding perusahaan yang sudah dan belum mendivisionalisasikan strukturnya maka akan terjadi apa yang disebut sebagai efek mimesis

  • Normatif isomorphis, karena adanya tuntutan profesional. Tekanan dari norma-norma kelompok untuk mengadopsi praktek-praktek institusional tertentu. Kelompok-kelompok tertentu tersebut dengan pelatihan tertentu akan cenderung mengadopsi praktik yang sama dan ketidakpatuhan dapat mengakibatkan sanksi yang dikenakan oleh kelompok tersebut. normatif muncul di bidang tertentu atau sesuatu yang tepat bagi organisasi berasal dari pendidikan formal dan sosialisasi pengetahuan formal itu di bidang tertentu yang menyokong dan menyebarkan kepercayaan normatif itu. Ketika profesionalisme meningkat maka meningkat juga tekanan normatif itu.

2. Loose-coupling

Loose-coupling yaitu teori institusional mengambil tempatnya sebagai sistem terbuka. Loose-coupling , menjelaskan organisasi sebagai sistem terbuka agak berbeda dengan pandangan konvensional teori organisasi yang melihat pengoperasian organisasi sebagai inti pembahasan. Pengoperasian lewat pengendalian terhadap hirarki manajemen atau tugas manajemen dalam penjelasan teori institusional bukanlah variabel utama, tetapi lingkungan institusionallah yang lebih menentukan lewat penjelasan idiologi, norma, dan nilai-nilai pada masyarakat sebagai variabel utama penjelasan teori organisasi sebagai sebuah sistem terbuka. Hal ini dijelaskan oleh argumen Meyer dan Scott (1983), pada penelitian mereka terhadap sekolah di Amerika Serikat yang membuktikan adanya loose-coupling pada organisasi karena tekanan lingkungan institusional.

Aliran Teori Institusional


1. Teori institutional lama

Ekonomi Institusional Lama ini dibangun dan berkembang di kawasan Amerika Utara, para tokohnya antara lain: Veblen, Commons, Mitchell dan Clarence Ayres. Ekonomi Institusional Lama ini muncul sebagai kritik terhadap aliran neoklasik.

Para tokoh Ekonomi Institusional Lama mengkritik keras aliran neoklasik karena:

  1. Neoklasik mengabaikan institusi dan oleh karena itu mengabaikan relevansi dan arti penting dari kendala-kendala non anggaran (nonbudgetary constraints).

  2. Penekanan yang berlebihan kepada rasionalitas pengambilan keputusan (rational-maximizing self-seeking behaviour of individuals).

  3. Konsentrasi yang berlebihan terhadap keseimbangan (equilibrium) serta bersifat statis.

  4. Penolakan neoklasik terhadap preferensi yang dapat berubah atau perilaku adalah pengulangan atau kebiasaan (Nabli&Nugent, 1989).

2. Teori institutional baru

Ekonomi Institusional Baru mencoba untuk menawarkan ekonomi lengkap dengan teori dan institusinya (Nabli&Nugent, 1989). Ekonomi Institusional Baru menekankan pentingnya institusi, tetapi masih menggunakan landasan analisis ekonomi neoklasik. Beberapa asumsi ekonomi neoklasik masih digunakan, tetapi asumsi tentang rasionalitas dan adanya informasi sempurna (sehingga tidak ada biaya transaksi) ditentang oleh Ekonomi Institusional Baru. Menurut Ekonomi Institusional Baru, institusi digunakan sebagai pendorong bekerjanya sistem pasar.

Arti penting dari Ekonomi Institusional Baru adalah:

  1. Ekonomi Institusional Baru merupakan seperangkat teori yang dibangun di atas landasan ekonomi neoklasik, tetapi Ekonomi Institusional Baru mampu menjawab bahkan mengungkapkan permasalahan yang selama ini tidak mampu dijawab oleh ekonomi neoklasik. salah satu permasalahan tersebut adalah eksistensi sebuah perusahaan sebagai sebuah organisasi administratif dan keuangan. Ekonomi Institusional Baru merupakan sebuah paradigma baru di dalam mempelajari, memahami, mengkaji atau bahkan menelaah ilmu ekonomi.

  2. Ekonomi Institusional Baru begitu penting dan bermakna di dalam konteks kebijakan ekonomi sejak dekade 1990-an, karena Ekonomi Institusional Baru berhasil mematahkan dominasi superioritas mekanisme pasar. Ekonomi Institusional Baru telah memposisikan dirinya sebagai pembangun teori institusional non-pasar (non-market institutions). Ekonomi Institusional Baru telah mengeksplorasi faktor – faktor non-ekonomi, seperti hak kepemilikan, hukum kontrak dan lain sebagainya sebagai satu jalan untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure). Menurut Ekonomi Institusional Baru, adanya informasi yang tidak sempurna, eksternalitas dan fenomena free-riders di dalam barang barang publik dinilai sebagai sumber utama kegagalan pasar, sehingga kehadiran institusi non-pasar mutlak diperlukan.

  3. Ketika studi-studi pembangunan memerlukan satu landasan teoritis, Ekonomi Institusional Baru mampu memberikan solusinya.

Ada beberapa macam aliran teori institusional baru

1. Institusionalism normative

Merupakan asal usul institusionalisme dibidang sosiologi, oleh karena itu sering disebut juga sociological institusionalism. Istilah normatif berasal dari sudut pandang peneliti yang menganggap ada norma atau standar perilaku (logic of appripriateness) yang menentukan kewajaran bertindak para aktor dalam institusi. Para aktor tidak bisa seenaknya bertindak memaksimalkan utility function dia, atau berperilaku kalkulatif seperti pandangan aliran pilihan rasional (rattional choice theory) karena para aktor tersebut terikat tatanan nilai yang ada yang menentukan apakah tindakan para aktor tersebut bisa diterima (acceptable) didalam lingkup institusi tersebut. Institusionalisme normatif menekankan pada konteks budaya dimana organisasi menjalankan fungsinya serta tata nilai yang memberi inspirasi para aktor.

Institusionalism normative menggambarkan organisasi sebagai sebagai system of belief. Para aktor lebih berfungsi sebagai anggota asosiasi profesi atau corp daripada mahluk kalkulatif dan selalu memaskimalkan kepuasan pribadinya. Para individu terikat pada oleh nilai-nilai umum dan akan menentukan tingkat kecenderungan mereka untuk berubah tetapi juga kapasitas organisasi untuk berproduksi.

2. Rational choice institusionalism

Dalam Rational choice institusionalism Ada dua sudut pandang yang lazim dianut dalam melihat institusi. Yang pertama melihat institusi sebagai kendala yang bersifat eksogenus, yaitu institusi merupakan kumpulan aturan yang mengatur perilaku individu didalam organisasi dan masing-masing individu tidak memiliki daya untuk merubahnya.Sudut pandang kedua melihat aturan dalam institusi diciptakan sendiri (bisa dirubah-rubah) oleh para pemain didalamnya. Dalam sudut pandang ini institusi merupakan cara ekuilibirium dalam melakukan sesuatu.

Untuk memahami institusi dengan baik kita harus memahami interaksi antar individu, dimana individu bersifat kalkulatif dan berhadapan dengan game teory. Arti kalkulatif yaitu pilihan tindakan yang dilakukan individu aktor adalah dalam rangka mengoptimalkan kepuasan individu tersebut. Aliran Institusionalisme Keputusan Rasional berusaha menggabungkan metode berpikir dalam paham individualisme dengan institusional.Fokus riset dalam aliran ini adalah bagaimana merancang institusi sebagai instrumen untuk membatasi efek negatif perilaku individu yang cenderung memaksimalkan kepuasan pribadinya.

3. Historical institusionalism

Aliran ini mengakui pentingnya sejarah perkembangan institusi. Jalur yang dipilih (path dependencey) pada tahap awal perkembangan institusi memainkan peranan penting pada kehidupan kemudian. Institusi dianggap memiliki agenda inhern berdasarkan pola perkembangan yang baik yang bersifat formal. Suatu jalur cenderung stabil walaupun bisa berubah jika terjadi critical juncture.

Aliran historical dan rasional sebenarnya ada aspek yang overlap. Misalnya keduanya sama-sama mengakui pentingnya institusi untuk politik karena institusi mengatur perilaku politik., yang agak mengejutkan bahwa perbedaan keduanya apakah manusia itu rasional atau tidak.

Perbedaan pokok antara keduanya misalnya dalam ilmu politik adalah bahwa aliran historis lebih tertarik mengamati dan menjelaskan dampak politik yang riil dan specifik.

4. Institusionalis Economic

Institusionalis economic memusatkan kajiannya untuk memahami peranan institusi buatan manusia dalam mempengaruhi perilaku ekonomi. Aliran ini sekarang berkembang menjadi new institutional economic yang memusatkan perhatiannya mempelajari peranan institusi untuk mengurangi transaction cost. Tokoh-tokoh ini antara lain Thorstein Veblen, John R Commons,

John R Commons dalam artikelnya Institutional Economic (1931) menyatakan bahwa ekonomi adalah jejaring hubungan antar manusia yang memiliki kepentingan, yang didalamnya ada monopoli, perusahan besar, perselisihan buruh, dan fluktuasi siklus bisnis.

Teori Institusional (Institusional Theory) atau teori kelembagaan yaitu terbentuknya organisasi karena adanya tekanan lingkungan institutional yang menyebabkan terjadinya institutionalisasi. Pemikiran yang mendasari teori ini adalah pemikiran bahwa untuk bertahan hidup, suatu organisasi harus mampu meyakinkan kepada publik atau masyarakat bahwa organisasi adalah suatu entitas yang sah (legitimate) serta layak untuk didukung (Ridha dan Basuki, 2012). Teori Institusional yang dikemukakan oleh Scott (2008) menjelaskan bahwa teori ini digunakan untuk menjelaskan tindakan dan pengambilan keputusan dalam organisasi publik.

Teori Institusional telah muncul menjadi terkenal sebagai penjelas yang menguatkan, baik untuk tindakan-tindakan individu maupun organisasi yang disebabkan oleh faktor eksogen, faktor eksternal, faktor sosial, faktor ekspektesi masyarakat, dan faktor lingkungan. Teori Institusional ini mendefinisikan bahwa organisasi yang mengedepankan legitimasi akan memiliki kecenderungan untuk berusaha menyesuakan diri pada harapan eksternal ataupun harapan sosial dimana organisasi tersebut berada (Fitrianto, 2015).

Penyesuaian terhadap harapan eksternal atau harapan harapan sosial dapat menyebabkan timbulnya kecenderungan organisasi untuk memisahkan kegiatan pribadi mereka dan berfokus pada sistem yang sifatnya simbolis pada pihak eksternal. Organisasi publik yang cenderung fokus pada perolehan legitimasi maka bisa jadi akan memiliki kesamaan atau isomorfisme (isomorphism) dengan organisasi publik lainnya. Perspektif yang dikemukakan oleh Ridha dan Basuki (2012) menyebutkan bahwa muncul bentukan-bentukan dari Institusional yang bersifat isomorphism.

Pemikiran yang mendasari teori institusional (Institutional Theory) adalah didasarkan pada pemikiran bahwa untuk bertahan hidup, organisasi harus meyakinkan kepada publik atau masyarakat bahwa organisasi adalah entitas yang sah (legitimate) serta layak untuk didukung (Meyer dan Rowan, 1977).

Scott (2008) dalam Villadsen (2011) dalam Ridha dan Basuki (2012) menjelaskan bahwa teori institusional digunakan untuk menjelaskan tindakan dan pengambilan keputusan dalam organisasi publik.

Teori institusional telah muncul menjadi terkenal sebagai penjelas yang kuat dan populer, baik untuk tindakan-tindakan individu maupun organisasi yang disebabkan oleh faktor eksogen (Dacin, 1997, Dacin et al., 2002), faktor eksternal (Frumkin dan Galaskiewicz, 2004) faktor social, faktor ekspektasi masyarakat, faktor lingkungan (Ashworth et al., 2009).

Teori institusional berpendapat bahwa organisasi yang mengutamakan legitimasi akan memiliki kecenderungan untuk berusaha menyesuaikan diri pada harapan eksternal atau harapan sosial (DiMaggio dan Powell 1983; Frumkin dan Galaskiewicz, 2004, Ashworth et al., 2009) dimana organisasi berada.

Penyesuaian pada harapan eksternal atau harapan sosial mengakibatkan timbulnya kecenderungan organisasi untuk memisahkan kegiatan internal mereka dan berfokus pada sistem yang sifatnya simbolis pada pihak eksternal (Meyer dan Rowan, 1977). Organisasi publik yang cenderung untuk memperoleh legitimasi akan cenderung memiliki kesamaan atau isomorfisme (isomophism) dengan organisasi publik lain (DiMaggio dan Powell, 1983).