Apa yang dimaksud dengan tari remo?

image

Salah satu tari tradisional dari Jawa Timur yaitu tari remo. Apa yang kalian ketahui tentang tari remo?

remo

Tari remo menggambarkan karaker dinamis Jawa Timur. Beberapa daerah yang meggunakan tari remo diantaranya yaitu Surabaya, Jombang, Malang, dan Situbondo. Tari ini dikemas sebagai gambaran keberanian dari seorang pangeran yang sedang berjuang di dalam medan pertepuran. Maka sisi kemaskulinan para penari sangat dibutuhkan dalam menamilkan tari remo ini.

Tari remo merupakan senitari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalan nyawaktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu–tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

Kota Jombang merupakan asal tari remo, tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludruk. Namun demikian tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai tari untuk menyambut tamu agung. Tarian ini menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga yang dengan gagah berani berperang melawan musuh. Namun dalam perkembangannya tarian ini sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: remo putri atau tari remo yang dimainkan penari putri.

Sebagai tarian yang mengisahkan keberanian seorang pangeran yang sedang berperang, karena berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga isi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini dan juga kegagahan seorang pangeran.

Ciri utama dari tari remo adalah gerakan kaki yang lincah dengan menghentak-hentakkan kaki secara dinamis, dengan suara kerining atau lonceng kecil yang ada di kaki maka tarian ini semakin terlihat ramai dan dinamis. Lonceng kecil ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentakkan kaki. Selain itu gerakan tari remo juga sangat bervariasi, seperti mengibaskan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala sang penari yang lincah, ekspresi wajah penari yang riang gembira, dan posisi kaki penari yang membentuk kuda-kuda membuat tarian ini semakin atraktif, lincah dan gagah

Pakaian yang digunakan untuk tari remo ialah gaya Sawunggalingan (Sawunggaling), gaya Surabayan (Surabaya), Malangan (Malang), dan Jombangan (Jombang). Busana gaya Sawunggalingan yaitu bagian atas hitam dengan model pakaian khas abad ke 18, celana dari kain beludru berwarna hitam dengan hiasan emas dan kain batik di pinggang dengan hiasan sabuk dan keris. Pada paha kanan terdapat selendang yang menggantung sampai mata kaki penari. Gaya busana Surabayan (Surabaya), penari mengenakan ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitamn dengan gaya kerajaan pada abad ke 18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas, sarung batik pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat ke pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.

Busana gaya Malangan (Malang) sama dengan busana gaya Surabayan (Surabaya), hanya saja celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum. Untuk busana Jombangan (Jombang), mirip dengan gaya Sawunggaling, namun penari tidak menggunakan kaos, tetapi menggunakan rompi. Untuk busana tari remo gaya putri mirip dengan busana tari Beskalan. Penari memakai simpul atau sanggul di rambutnya dan terkadang di hiasi melati, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai lutut, serta hanya menggunakan satu selendang yang disematkan di bahu.

Remo merupakan bahasa Jawa, berasal dari kata rekmo yang berarti rambut. Sedangkan ngremo menggambarkan aktivitas mengurai rambut (ngore rekma). Istilah ngremo disebabkan adanya pola gerak dalam tarian yang menggunakan rambut sebagai obyek gerak. Nama ngremo juga diambil dari cara menempatkan sampur, yakni letak sampur yang melekat pada kedua bahu seperti pada tari Gambyong Surabaya (Wahyudiyanto, 2008).

Adapun singakatn kata tersebut sebagai berikut: ngerteni marang tumindak nariman, yang artinya mengerti terhadap perilaku menerima apa adanya; ngrembaka jroning dharma, yang artinya menumbuh kembangkan perbuatan dharma; ngresiki sakabehing makarti ala, yang artinya membersihkan dari perbuatan yang tidak baik, dan ngerem barang lima (malima), yaitu madon, mabuk, madat, main, maling. Istilah ngerem barang lima inilah yang paling terkenal dilingkungan Ludruk (Wibisono, 2015).

Tandhakan, Lerok Bandan, Ludruk Besutan, dan wayang topeng adalah beberapa jenis seni pertunjukan yang memiliki hubungan dalam perkembangan dan pertumbuhan Tari Remo. Diantara beberapa macam seni pertunjukan tersebut, kesenian Ludruk Besutan yang paling erat kaitannya dengan kelahiran Tari Remo karena fungsinya sebagai pembuka kesenian ludruk (Wibisono, 2015).

Seiring berjalannya waktu Tari Remo kemudian menjadi tari yang khas dengan tema keprajuritan atau kepahlawanannya. Tarian tersebut kemudian tampil bukan hanya bersifat personal namun juga dapat berkembang menjadi kolosal dengan karakter kekompakan pada geraknya. Pada tahun 1970-an Tari Remo mulai berkembang ke daerah-daerah sekitar, seperti Malang, Mojokerto, Madura dan daerah sekitarnya yang kemudian muncul beraneka ragam dalam lomba dan festival (Wahyudiyanto, 2008).

Penari-penari Ngremo dari Jombang belajar bersama tentang tari Ngremo yang kemudian kembali ke daerahnya dengan khas penari masingmasing, menurut penuturan Munali Fatah (Wahyudiyanto, 2012). Hal tersebut kurang lebih menjelaskan mengapa ada perbedaan gerak dalam menarikan Tari Remo yang kemudian disebut dengan istilah ‘gaya’ dan penambahan nama daerah dibelakangnya yang merujuk pada tempat tumbuh dan berkembangnya Tari Remo tersebut. Penyebutan gaya Remo kemudian berfungsi dalam memberi tanda suatu ciri khusus dan sekaligus mempermudah dalam mengenalinya. Gaya Remo bukan hanya dibedakan dari nama daerahnya saja, nama-nama tokoh penari Remo dari beberapa daerah yang tampil sukses dengan karakteristik geraknya, juga menjadi nama lain dari gaya daerah tersebut. Masing-masing gaya dapat dibedakan pada sikap posisi tubuh dari ujung kepala hingga kaki (adeg) dalam membawakan Tari Remo.