Apa yang dimaksud dengan stabilitas Sistem keuangan ?

image
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah suatu sistem keuangan yang memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi.

Referensi

Eka Fassarozi: SOAL dan JAWABAN EKONOMI MAKRO

Sistem keuangan adalah sistem yang memungkinkan terjadinya transfer keuangan antara pihak kelebihan dana dan pihak kekurangan dana. Sistem tersebut terdiri atas kumpulan lembaga, pasar, instrumen, produk, jasa, praktik dan keuangan yang sederhana maupun kompleks dan saling berinteraksi satu sama lain (Simorangkir : 2014).

Sistem keuangan dapat dikatakan stabil maupun tidak stabil, hal ini sesuai dengan beberapa definisi yang diperoleh dari beberapa sumber. Menurut Bank Indonesia sistem keuangan adalah sebuah sistem mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan ( shock ) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan. Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. (Sumber : Bank Indonesia) .

Schinasi (2004) menyatakan terdapat lima prinsip dalam mendefinisikan stabilitas sistem keuangan, yaitu:

  1. Stabilitas sistem keuangan menyangkut konsep yang luas, terkait dengan aspek – aspek yang berbeda dalam sistem keuangan yaitu infrastruktur, lembaga dan pasar.

  2. Stabilitas sistem keuangan tidak hanya mengindikasikan bahwa sistem keuangan mampu menjalankan peranannya dalam mengalokasikan sumber dana dan risiko, tetapi juga mobilisasi dan memfasilitasi akumulasi, perkembangan dan pertumbuhan kekayaan. Selain itu, sistem keuangan yang stabil mengindikasikan terjaganya sistem pembayaran secara lancar dan mampu mendukung kelancaran kegiatan ekonomi.

  3. Stabilitas sistem keuangan tidak hanya terkait dengan tidak hadirnya krisis keuangan, tetapi juga terkait dengan kemampuan sistem keuangan untuk menangani ketidakseimbangan sebelum berubah menjadi ancaman bagi sistem keuangan dan kegiatan ekonomi. Dalam sistem keuangan yang stabil upaya ini terwujud antara lain melalui mekanisme self-corretive dan disiplin pasar ( market discipline ) yang dapat menciptakan ketahanan dan mencegah timbulnya masalah menjadi risiko sistemik.

  4. Stabilitas sistem keuangan diformulasikan berdasarkan potensi dampaknya kepada ekonomi riil.

  5. Stabilitas sistem keuangan merupakan kejadian yang berlangsung terus menerus.

Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi sistem keuangan, yaitu faktor endogen yang berasal dari dalam sistem keuangan itu sendiri dan faktor eksogen yaitu faktor yang berasal dari luar sistem keuangan tersebut. Faktor endogen dapat hadir dari tiga hal yang terdapat di sistem keuangan yaitu :

  1. Faktor dari Institusi

    Faktor ini ditimbulkan dari institusi yang menjadi bagian dari sistem keuangan yaitu sistem keuangan dan lembaga keuangan non – bank. Faktor ini dapat berupa risiko keuangan (kredit, likuiditas, suku bunga dan nilai tukar), risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategi, risiko konsentrasi dan risiko modal.

    • Risiko Kredit Bank Bank Indonesia mendefinisikan “risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank”. Tujuannya pemantauan risiko kredit adalah untuk memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana bank tidak terekspos pada risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada bank.
    • Risiko Likuiditas Bank Indonesia (2011) mendefinisikan risiko likuiditas adalah “ risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/ atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank”. Tujuan pemantauan risiko likuiditas adalah untuk meminimalkan kemungkinan ketidakmampuan bank dalam memperoleh sumber pendanaan arus kas.
  1. Faktor dari Pasar

    Faktor ini ditimbulkan dari pasar yang ada di dalam sistem keuangan baik itu pasar saham dan pasar obligasi. Faktor ini dapat berupa harga aset yang tidak tepat, pengambilan dana besar – besaran dari sistem keuangan, dan lainnya.

  2. Faktor dari Infrastruktur

    Faktor ini ditimbulkan dari struktur yang ada di dalam sistem keuangan. Faktor ini dapat berupa adanya risiko dalam sistem pembayaran, kelemahan hukum dan peraturan, kelemahan pengawasan, runtuhnya kepercayaan dan lainnya. Sedangkan faktor eksogen berupa gangguan makro domestik (contoh : Adanya ketidakseimbangan kebijakan dan risiko ekonomi lingkungan) dan risiko yang tak terhindarkan (contoh : Bencana alam, kekacauan politik, dan kegagalan usaha).

Di samping faktor – faktor tersebut, masih terdapat faktor lain yang juga dapat menimbulkan risiko sistemik, misalnya adanya keterkaitan yang sangat luas antara satu lembaga keuangan yang satu dengan yang lain. Keterkaitan yang tinggi antara lembaga keuangan memainkan peranan penting dalam memperkuat kerugian dalam sistem keuangan selama krisis keuangan. Dengan kata lain, adanya keterkaitan antar lembaga keuangan dapat disebut sebagai faktor yang bisa menimbulkan risiko sistemik yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya krisis.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah sistem keuangan yang stabil yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan (Bank Indonesia). Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.

Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Operasi Pengendalian Moneter :

  1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.

  2. Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen:

    • Operasi Pasar Terbuka (OPT),

    • Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities),

    • Intervensi di pasar valas,

    • Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan

    • Himbauan moral (moral suassion).

  3. Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.