Apa yang dimaksud dengan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)?

Solution Focused Brief Therapy atau SFBT

Apa yang dimaksud dengan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)?

Sejarah Perkembangan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)


SFBC ( solution Focused brief counseling ) adalah salah satu teknik konseling pendekatan postmodern . Terapi ini berorientasi pada penyelesaian masalah bukan pada masalah apa yang terjadi.

SFBC didirikan oleh dua orang tokoh, yakni Insoo Kim Berg dan Steve De Shaver. Insoo Kim Berg merupakan direktur eksekutif pusat terapi keluarga yang singkat di Milmaukee. Ia juga menghasilkan tulisan berupa jasa keluarga yang didasarkan pada Pusat pendekatan solusi (1994), bekerja dengan masalah-masalah pemabuk (1992), Pusat Pendekatan solusi (1992), dan Interviewing solution (2002).

Steve De Shaver sendiri merupakan salah seorang senior perkumpulan penelitian di Milwaukee yang juga seorang pengarang buku terapi singkat berFokus pada solusi beserta petunjuk-petunjuk dan cara kerja SFBT. Dia mempresentasikan tulisan tersebut melalui tempat-tempat kerja, pelatihan, dan memperluas kemampuannya sebagai konsultan di Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Asia untuk pengembangan teori dan solusi-solusi pada praktek.

SFBC berbeda dengan terapi tradisional yang mengulas masa lalu dalam membantu proses terapi saat ini maupun masa depan. Konselor Fokus pada apa yang mungkin, dan kurang mengeksplorasi masalah. De Shazer mengatakan bahwa tidak perlu mengetahui penyebab masalah untuk menyelesaikannya dan tidak perlu menghubungkan antara penyebab masalah dengan solusi. Pengumpulan informasi mengenai masalah tidak dibutuhkan dalam mengubah keadaan yang terjadi. Jika mengetahui dan memahami masalah itu tidak penting, maka selanjutnya adalah mencari solusi yang tepat. Setiap orang mungkin mempertimbangkan banyak hal yang akan terjadi karena yang baik menurutnya bukan berarti baik pula untuk orang lain. Dalam SFBC, konseli memilih tujuan penyelesaian yang mereka harapkan dari sedikit perhatian dalam memberikan diagnosis pembicaraan masa lalu atau eksplorasi masalah.

SFBC dibangun atas dasar asumsi optimis bahwa setiap manusia adalah sehat dan kompeten serta memiliki kemampuan dalam mengkonstruk solusi yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya dengan optimal. Asumsi pokok dalam SFBC ini bahwa kita memiliki kemampuan dalam mengatasi tantangan hidup, walaupun terkadang kita seringkali kehilangan arah atau kesadaran tentang kemampuan kita. Tanpa memperhatikan apa yang dibentuk konseliketika mereka memulai konseling. Mereka percaya konseli yang kompeten dan tugas konselor bertujuan untuk membantu konseli mengenali kompetensi yang mereka miliki. Esensi dari konseling ini melibatkan konseli dalam membangun harapan dan optimis dengan membuat ekspektasi positif dalam melakukan perubahan. SFBC adalah pendekatan non patologis yang menekankan kompetensi daripada kekurangan, dan kekuatan dari pada kelemahan. Model SFBC membutuhkan sikap filosofis dalam menerima konseli dimana mereka dibantu dalam membuat solusi. O’Hanlon mendeskripsikan orientasi positif: “mencari solusi dan meningkatkan kehidupan manusia dari Fokuspada bagianbagian patologi masalah dan perubahan menakjubkan dapat terjadi dengan cepat”.

Karena konseli sering datang kepada konselor dengan pernyataan “orientasi masalah”, bahkan sedikit solusi yang mereka pertimbangkan bersampul dalam kekuatan orientasi masalah. Konseli sering memiliki cerita yang berakar dalam sebuah pandangan dalam menentukan apa yang terjadi di masa lalu yang kemudian akan membentuk masa depan mereka. Konselor SFBC menentang pernyataan konseli dengan percakapan optimis yang mengacu pada keyakinan mereka dalam pencapaiannya dengan menggunakan tujuan dari berbagai sudut. Konselor dapat menjadi perantara dalam membantu konseli membuat perubahan dari pernyataan masalah pada kondisi dengan kemungkinan-kemungkinan baru. Konselor dapat mendorong dan menantang konseli untuk menulis cerita berbeda yang dapat menyebabkan akhir baru.

Konsep Kunci Yang Bisa Diambil Dalam Solution Focused Brief Therapy (SFBT)


Konsep kunci atau prinsip dasar dalam SFBT adalah bahwa terapi ini berbeda dengan terapi tradisional yakni menghindari masa lalu dan mendukung pada masa sekarang atau masa depan yang didasarkan pada pembuatan solusi daripada pemecahan masalah. Terapi ini memiliki Fokus pada apa yang mungkin, dan kepentingan yang mereka miliki sedikit atau tidak dalam mendapatkan pemahaman tentang masalah. De Shazer menunjukkan bahwa tidak perlu untuk mengetahui penyebab masalah untuk memecahkan masalah karena tidak ada hubungan antara penyebab masalah dan solusi dari permasalahan mereka. Mengumpulkan informasi tentang suatu masalah tidak diperlukan dalam melakukan perubahan. Jika mengetahui dan mengerti bahwa permasalahan tidak penting, maka carilah solusi yang “tepat”.

Setiap orang menganggap pilihan ganda kuat, hal ini benar untuk seorang klien namun belum tentu benar untuk orang lain. Dalam terapi ini, klien berharap untuk menyelesaikan masalah dan sedikit perhatian untuk memberi diagnosis, bercerita atau mengungkap masalah.

Gambar Perbandingan antara Pendekatan Konseling BerFokus Masalah dan Pendekatan BerFokus Solusi
image
image

Hakikat Manusia


Konseling berFokus solusi tidak mempunyai pandangan komprehensif tentang sifat manusia, tetapi berFokus pada kekuatan dan kesehatan konseli. Konseling berFokus solusi menganggap manusia bersifat konstruktivis. Sehingga, konseling berFokus solusi didasarkan pada asumsi bahwa manusia benar-benar ingin berubah dan perubahan tersebut tidak dapat dihindari.

Pribadi Sehat dan Pribadi Bermasalah


Pribadi sehat dalam SFBT adalah pribadi yang memiliki kesadaran akan kompetensi atau kemampuan yang dimilikinya untuk menciptakan solusi dari permasalahan yang terjadi, sebaliknya untuk pribadi yang bermasalah.

Hakikat Konseling / Asumsi Dasar Praktek Konseling


Walter dan Peller berpikir mengenai konseling berFokus solusi sebagai model yang menerangkan bagaimana orang berubah dan bagaimana mereka dapat meraih tujuan mereka. Berikut ini beberapa asumsi dasar SFBC:

  1. Individu yang datang untuk melakukan proses konseling telah mempunyai kemampuan berperilaku yang efektif, meskipun keefektifan tersebut mungkin sementara terhambat oleh pikiran negatif. Pikiran berFokus pada masalah yang mencegah orang mengenali cara efektif mereka dalam menangani masalah.

  2. Ada keuntungan untuk Fokus yang positif pada solusi di masa depan. Jika konseli dapat mereorientasi diri mereka dengan mengarahkan pada kekuatan menggunakan solution–talk , merupakan suatu kesempatan bagus dalam konseling singkat.

  3. Proses konseling diorientasikan pada peningkatan kesadaran eksepsi (harapan-harapan yang menyenangkan) terhadap pola masalah yang dialami dan pemilihan proses perubahan

  4. Konseli sering mengatakan satu sisi dari diri mereka. SFBC mengajak konseli untuk memerika sisi lain dari cerita hidupnya yang disampaikan.

  5. Perubahan kecil membuka peluang bagi perubahan yang besar. Seringkali, perubahan kecil adalah semua yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dibawa konseli ke konseling.

  6. Konseli ingin berubah, memiliki kemampuan untuk berubah, dan melakukan yang terbaik untuk membuat perubahan. Konseli harus mengambil sikap kooperatif dengan konseli daripada merancang strategi sendiri untuk mengendalikan hambatan. Ketika konselor mencari cara untuk kooperatif dengan konseli, maka perlawanan/ resistensi tidak akan terjadi.

  7. Konseli bisa percaya pada niat mereka untuk menyelesaikan masalah mereka. Tidak ada solusi yang “benar” untuk masalah spesifik yang dapat diaplikasikan pada semua orang. Setiap individu unik dan begitu juga pada setiap penyelesaian masalahnya.

Kondisi Pengubahan


1)Tujuan

Tujuan utama dari SFBT yaitu membantu klien mengambil sikap dan perubahan bahasa dari pembicaraan tentang masalah yang ada dan membicarakan tentang solusi dengan asumsi bahwa apa yang kita bicarakan kebanyakan akan berhasil, mengubah situasi atau kerangka acuan; mengubah perbuatan situasi yang problematis, dan menekan kekuatan dan sumber daya klien, membicarakan tentang hal-hal yang akan membawa perubahan. Tujuan dirumuskan melalui percakapan tentang apa yang klien inginkan untuk berbeda di masa depan. Sehingga dalam SFBT klien menetapkan tujuan. Setelah formulasi awal, terapi berFokus pada pengecualian yang terkait dengan tujuan pada skala teratur seberapa dekat klien dengan tujuan mereka atau solusi dalam membangun langkah selanjutnya yang berguna untuk mencapai masa depan yang mereka inginkan.

  1. Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
  • Mengidentifikasi dan memandu konseli mengeksplorasi kekuatan-kekuatan dan kompetensi yang dimiliki konseli.
  • Membantu konseli mengenali dan membangun pengecualian pada masalah, yaitu saat konseli telah melakukan (memikirkan, merasakan) sesuatu yang mengurangi atau membatasi dampak masalah.
  • Melibatkan konseli untuk berpikir tentang masa depan mereka serta apa yang mereka inginkan yang berbeda di masa depan.
  • Konselor memposisikan dirinya “tidak mengetahui” untuk meletakkan konseli pada posisi konseli yang mengetahui tentang diri mereka sendiri. Konselor tidak mengasumsikan diri sebagai ahli yang mengetahui tindakan dan pengalaman konseli.
  • Membantu konseli dalam mengarahkan perubahan tetapi tidak mendikte konseli apa yang ingin diubah.
  • Konselor berusaha membentuk hubungan yang kolaboratif dan menciptakan suatu iklim yang respek. Saling menghargai dan membangun suatu dialog yang bisa menggali konseli untuk mengembangkan kisah-kisah yang mereka pahami dan hayati dalam kehidupan mereka.
  • Konsisten dalam membantu konseli berimajinasi bagaimana mereka menginginkan hal yang berbeda dan apa yang akan dilakukan untuk membawa perubahan tersebut terjadi dengan menanyakan “apa yang Anda inginkan dari datang kesini?”, “apa yang akan membuat perbedaan untukmu?” dan “ apa kemungkinan-kemungkinan yang anda tandai bahwa perubahan yang anda inginkan terjadi?

Konseli


Klien berpartisipasi aktif sebagai penentu arah dan tujuan dalam proses terapi, klien juga berpartisipasi aktif dalam menemukan solusi terhadap permasalahannya daripada Fokus pada masalahnya itu sendiri. Klien bebas untuk menciptakan, mengembangkan, dan mengarang bahkan mengembangkan cerita - cerita mereka.

Situasi Hubungan


Kualitas hubungan antara terapis dan klien merupakan faktor yang menentukan dalam hasil dari SFBT. Dengan demikian, hubungan atau keterlibatan adalah langkah dasar dalam SFBT. Sikap terapis penting bagi efektivitas proses terapeutik. Hal ini penting untuk menciptakan rasa kepercayaan sehingga klien akan kembali untuk sesi selanjutnya. Salah satu cara untuk menciptakan hubungan terapi yang efektif adalah menunjukkan kepada klien bagaimana mereka dapat menggunakan kekuatan dan sumber daya yang mereka punya untuk mencari solusi. Klien dianjurkan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan menjadi kreatif dalam berpikir tentang cara-cara untuk menangani permasalahan mereka sekarang dan masa depan.

Proses Terapi


  1. Membangun hubungan kolaboratif, penting bahwa terapis benarbenar percaya bahwa klien adalah satu-satunya orang yang berhak atas kehidupan mereka sendiri. Semua teknik yang dibahas di sini harus dilakspelajaran atas dasar hubungan kerja kolaboratif.

  2. Pretherapy change/ pre-session change , pada awal atau pada awal sesi terapi pertama SFBT terapis biasanya bertanya, “Apa yang Anda inginkan datang ke sini?”, “Bagaimana hal itu membuat perbedaan bagi Anda?”

  3. Solution - F ocused goals memiliki tujuan yang jelas, konkret, dan spesifik adalah komponen penting dari SFBT, apabila terapis mencoba untuk memperoleh tujuan yang lebih spesifik. Sebagai contoh, untuk memilih tujuan lebih baik, “Kami ingin anak kami berbicara lebih baik kepada kita”.

  4. Constructing solutions and exceptions , Terapis SFBT menghabiskan sebagian besar sesi dengan mendengarkan penuh perhatian untuk berbicara tentang solusi sebelumnya, exception, dan tujuan.

  5. Taking a break and reconvening , banyak model terapi family telah mendorong terapis untuk istirahat menjelang akhir sesi. Biasanya ini melibatkan percakapan antara terapis dan tim dari rekan atau tim pengawasan yang telah menonton sesi dan yang memberikan umpan balik dan saran kepada terapis.

  6. Experiments and homework assignments merupakan bentuk pekerjaan rumah dari ahli terapi yang akan diberikan kepada klien untuk menyempurnakan antara sesi kedua dan pertama mereka. Para ahli terapi berkata :” diantara hari ini dan besok apa yang akan terjadi pada kehidupan (Keluarga, kehidupanmu, pernikahan, dan hubungan-hubunganmu) yang kamu ingin untuk melanjutkannya “. Dalam terapis SFBT konselor sering mengakhiri sesi dengan mengusulkan suatu eksperimen bagi klien untuk mencoba antar sesi jika mereka menginginkannya.

  7. Therapist feedback to clients adalah Fokus pemecahan masalah umumnya membutuhkan hingga 10 menit untuk maju hingga akhir sesi dan untuk menyusun kesimpulan pesan dari para klien. Selama sela ini ahli terapi memformulasi timbal balik yang akan diberikan kepada klien setelah jeda.34

  8. Terminating dari Fokus pemecahan interview pertama kali, ahli terapi berfikir penuh untuk mengakhiri dahulu. Sekali para klien dapat menyusun sebuah solusi yang memuaskan, hubungan terapi dalam arti klien dan ahli terapi dapat diahirkan. Formasi pertanyaan tujuan pertama yang sering kali ahli terapi tanyakan adalah: apa yang diperlukan sehingga mengetahui apa yang anda butuhkan untuk mengetahui Fokus yang akan diambil dan hasil dari terapi yang dilakukan?

1 Like

Gagasan Solution Focused muncul dari perkembangan di area terapi keluarga pada tahun 1970-an. Steve de Shazer (1940-2005) dan Insoo Kim Berg (1934-2007) bersama kolega mereka di Milwauke, Wisconsin, memulai mengembangkan terapi yang fokus kepada masa depan, goal directed, dan fokus pada solusi daripada masalah yang dibawa oleh klien, yang kemudian dikenal dengan Solution Focus Brief Therapy .

SFBT berasal dari pembelajaran dari terapi-terapi yang ada, bahwa ketika klien datang dengan membawa masalah mereka, terapis akan menggunakan waktu yang banyak untuk memikirkan, membicarakan dan menganalisa masalah tersebut, sedangkan pada waktu yang dipakai tersebut terapis tidak benar-benar meringankan beban/ penderitaan klien. Terapis dan klien fokus memikirkan mengapa klien memiliki masalah tersebut tanpa ada solusi yang dapat diberikan secara cepat kepada klien untuk atasi masalahnya. Preokupasi terhadap kesulitan akan memberikan kita perasaan lelah dan tidak berdaya, dan kondisi ini dinamakan “paralysis by analysis” ( (Focus On Solutions).

Di lain sisi, ditengah perasaan tidak berdaya tersebut, seringkali kita lupa bahwa dalam keseharian kita, pasti ada masa dimana tidak muncul masalah atau dimana masalah dirasa tidak terlalu membebani. Mempelajari masa-masa ini, kita akan dapat menemukan potensi-potensi positif dari diri klien yang belum sepenuhnya / sama sekali disadari. Membantu klien menyadari hal ini dan mengulangi hal-hal yang berhasil mereka lakukan untuk mengurangi masalah mereka, akan membuat klien merasa memiliki harapan untuk bangkit atasi masalah dan merasa percaya diri. Semakin klien merasa memiliki harapan untuk solusi masalah mereka, maka akan semakin meningkat pula kemauan mereka untuk mencapai keberhasilannya. Oleh karena solusi yang dicari dan yang akan didapatkan pada dasarnya telah ada dalam diri klien. Menyadarkan klien dan mengulangi kesuksesan yang pernah dicapai dalam atasi masalahnya akan membuat klien merasa lebih mudah daripada mempelajari solusi yang baru.
Hal-hal diatas ini akan membantu terapis dalam mengajak klien semakin eksplorasi diri mencari solusi yang terbaik, meningkatkan kepercayaan diri dan perasaan diri berharga kembali, sehingga dan mendorong klien untuk berani melakukan perubahan.

Filosofi dasar dari SFBT antara lain (Wardhani, 2015)

  1. Perubahan itu adalah konstan dan tidak terelakkan

  2. Klien merupakan ahlinya dan yang menentukan tujuan dari terapi

  3. Klien memiliki sumber daya dan potensi untuk menyelesaikan masalah mereka

  4. Berorientasi pada masa depan, masa lalu bukan hal yang utama

  5. Penekanan pada apa yang mungkin dilakukan dan diubah

  6. Setiap klien menginginkan adanya perubahan

  7. Fungsi terapis adalah membantu klien untuk dapat melihat visi masa depan mereka

Fondasi dari pendekatan Solution-Focused ini adalah sebagai terapis kita mengajak klien untuk memiliki orientasi pada tujuan akhirnya yang ingin dicapai (tujuan tidak boleh menggunakan kata “tidak” ). Dengan telah memiliki tujuan yang spesifik yang hendak divcapai tersebut, kita mengajak klien untuk merubah cara berpikir yang awalnya adalah fokus terhadap masalah. Dalam upaya merubah cara berpikir ini pula, kita mengaktivasi potensi-potensi kesuksesan yang telah dimiliki oleh klien berdasarkan pengalaman-pengalaman sukses masa lampaunya (Wardhani, 2015).

Dari sesi terapi dengan menggunakan pendekatan Solution-Focused ini, diharapkan pada akhir sesi klien memiliki tujuan perubahan yang jelas yang hendak dicapai, mengetahui kelebihan dan potensi diri sendiri untuk dapat mencapai tujuan tersebut, dan memiliki motivasi untuk berubah. Dengan kata lain, dari sisi terapis, terdapat 3 hal yang perlu dilakukan antara lain: membantu klien memunculkan tujuan yang ingin dicapai oleh klien, mengidentifikasi kelebihan-kelebihan yang dimiliki untuk dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut, mendorong klien untuk melakukan perubahan, dan selalu kembali melakukan dari step pertama tadi hingga ketiga secara berulang sesuai kebutuhan klien (Wardhani, 2015).

Tahapan dalam SFBT
Adapun tahapan dalam SFBT adalah:

Pertama, Menetapkan arah tujuan terapi. Pada tahapan ini, terapis mendengarkan penjelasan klien mengenai apa yang membuat ia merasa membutuhkan terapi, dengan dibantu oleh pertanyaan yang tidak terlalu banyak fokus menggali ataupun memperlebar masalah. Pakailah pertanyaan “apa”, “kapan”, “siapa”, dan “bagaimana”, tanpa mempertanyakan “mengapa”.

Tahapan kedua adalah memformulasikan tujuan yang ingin dicapai dengan lebih mendetil.

Tahapan ketiga adalah mengarahkan klien untuk fokus kepada bentuk-bentuk hasil yang ingin dicapai dari sesi terapi untuk kemudian ia merasa bahwa telah terdapat kemajuan yang ia capai. Dalam tahapan ini, terapis dapat menggunakan scalling, miracle question, exception, coping question, dan relationship question.

Tahapan keempat adalah mengakhiri sesi dengan memberikan apresiasi terhadap cara berpikir yang sudah mulai berubah atau usaha yang ia lakukan, melakukan refleksi dari apa yang sudah dicapai dari sesi tersebut, maupun memberikan petunjuk untuk hal-hal yang perlu dilakukan. Pada pertemuan selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi kemajuan atau hal-hal yang menjadi pekerjaan rumah yang sudah ditetapkan bersama. Dan kembali melakukan tahapan-tahapan ini kembali (Wardhani, 2015).

Sertifikasi & Organisasi SFBT
Untuk dapat menjadi praktisi dan trainer SFBT, terdapat sertifikasi internasional dari International Alliance of Solution Focused Teaching Institute (IASTI) . Terdapat 3 level dalam sertifikasi. Pada masing-masing level terdapat persyaratan yang meliputi jumlah modul dan jumlah training yang diikuti, berapa jam supervisi, serta berapa jam melakukan aktivitas yang diharapkan (membaca buku, praktek, dan lainnya), dan diakhiri dengan ujian (Wardhani, 2015).

1 Like

Solution Focused brief counseling adalah salah satu jenis terapi yang berfokus pada masa kini (present) dan masa depan (future). Menurut Nichols (2010), prinsip Solution-Focused Therapy adalah percaya bahwa individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk bertingkah laku secara efektif dalam menyelesaikan masalahnya, hanya saja selama ini kemampuan tersebut tertutupi oleh adanya anggapan negatif. Individu diarahkan untuk lebih memperhatikan kelebihan-kelebihan yang ia miliki agar tidak terokupasi oleh kegagalan yang dialaminya.

Solution-focused brief therapy pada awalnya dipelopori oleh Steve de Shazer, Insoo Berg dan kolega mereka di Milwaukee, US pada tahun 1979, yang tergabung dalam Brief Family Therapy Center (BFTC). Terapi ini banyak dipengaruhi oleh pendekatan Mental Research Institute (MRI) dan ide awal Milton Erickson tentang problem-focused therapy , namun kemudian mengganti perspektif pembicaraan dari yang semula hanya seputar masalah, menjadi solusi-solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah.

Solution-focused brief therapy dapat diaplikasikan ke berbagai jenis masalah, baik dalam konteks sekolah, praktek pribadi, serta berbagai jenis klien mulai dari anak-anak, remaja, pasangan, keluarga hingga kasus individual orang dewasa (Reiter, 2010).

Asumsi-asumsi Dasar dari Pendekatan Solution-Focused

Beberapa asumsi dasar dari solution-focused brief therapy menurut Bertram (2007) dan Nichols (2010) antara lain :

  1. Perubahan bersifat konstan dan pasti terjadi.

  2. Klien adalah satu-satunya orang yang paling ahli dalam mengatasi situasi sulit yang dialaminya sendiri.

  3. Klien dianggap memiliki seluruh potensi positif di dalam dirinya untuk berubah dan hanya membutuhkan sedikit perubahan perspektif untuk menggali agar potensi tersebut muncul.

  4. Orientasi ke masa depan, sementara masa lalu tidak lagi menjadi aspek yang esensial.

  5. Setiap masalah memiliki pengecualian (exceptions) yang dapat diidentifikasi dan ditransformasikan menjadi solusi.

  6. Hal-hal yang ingin diubah tergantung dari bagaimana individu tersebut berbicara mengenai situasi yang dihadapinya serta bahasa yang digunakan.

  7. Masalah yang dialami oleh individu tidak dipandang sebagai sebuah bukti dari kegagalan mereka untuk mencapai suatu standar norma tertentu, melainkan sebuah siklus kehidupan yang normal. Asumsi yang bernada optimis ini adalah suatu bentuk komitmen dalam membantu meyakinkan individu bahwa mereka mampu membangun solusi guna memperbaiki kehidupan mereka.

Shazer dan Dolan (2007) juga menambahkan 3 (tiga) prinsip lainnya yang

menjadi pedoman penerapan terapi dengan pendekatan solution-focused . Ketiga prinsip tersebut antara lain :

  1. “Kalau tidak rusak, jangan diperbaiki.”, artinya solusi yang sudah terbukti berhasil tidak perlu diberi penanganan lagi untuk menjadikannya lebih efektif.

  2. “Kalau berhasil, maka lakukan lebih banyak lagi.”, artinya jika individu sedang dalam proses untuk mengatasi masalah, peran terapis adalah memberikan semangat kepadanya untuk terus melakukan lebih banyak lagi solusi-solusi yang telah terbukti efektif.

  3. “Kalau tidak berhasil, lakukanlah hal yang berbeda.” , artinya seberapa bagus solusi tersebut dibangun, jika pada akhirnya tidak dapat efektif menyelesaikan masalah, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai solusi.

Teknik-Teknik dalam Pendekatan Solution-Focused

Teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan solution-focused memiliki 2 (dua) strategi dasar. Pertama, membangun tujuan-tujuan yang sangat fokus dalam perspektif klien, serta yang kedua adalah menghasilkan solusi yang berlandaskan pengecualian (exceptions). Bagian dari proses dalam solution-focused therapy adalah membantu individu untuk berpikir mengenai tindakan-tindakan yang dapat mereka lakukan daripada memikirkan bagaimana cara agar situasi yang ada dapat berubah. Teknik-teknik lainnya antara lain :

  1. Miracle question , yakni memberikan satu pertanyaan kepada individu agar ia dapat membayangkan bagaimana bila keajaiban datang menghampirinya dan semua permasalahannya dapat selesai.

  2. Scaling questions, yakni meminta kepada klien untuk memberikan penilaian dari skala 0 atau 1 untuk nilai paling buruk, hingga skala 10 – sebagai nilai paling baik, mengenai penghayatan dirinya akan masalah yang ia alami serta keyakinannya akan keberhasilan solusi yang ia ciptakan.

  3. Solution-focused goals, yakni mencoba mengurai solusi-solusi yang lebih kecil, konkrit jelas dan spesifik daripada fokus ke solusi yang lebih besar. Individu dalam hal ini diminta untuk membingkai kembali tujuan-tujuan mereka dan menjadikannya sebuah solusi.

  4. Exception questions, yakni mengeksplorasi pengecualian dengan cara menggali saat- saat dimana individu tidak mengalami masalah yang saat ini sedang dialami. Tujuannya adalah untuk membantu individu dalam mengenali solusi-solusi potensial yang sebenarnya sudah dimiliki.

  5. Compliments, yakni memberikan kalimat bernada pujian atau pertanyaan yang menunjukkan kekaguman atas apa yang telah klien lakukan, atau pada saat klien berhasil mencapai sesuatu yang penting dalam usahanya membangun solusi-solusi pemecahan masalah.

  6. Eksperimen dan pemberian tugas rumah, yakni dengan memberikan sebuah eksperimen di akhir sesi berdasarkan pada apa yang sudah individu lakukan (termasuk di dalamnya hal-hal yang menjadi pengecualian ) , pikirkan dan rasakan. Tugas rumah akan lebih baik bila diputuskan sendiri oleh individu sehingga potensi untuk berhasil menjadi lebih besar (Shazer & Dolan, 2007).

1 Like

Salah satu pendekatan konseling yang dipengaruhi oleh pemikiran post-modern adalah pendekatan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT). Dalam beberapa literature pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis, dan ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus Solusi.

Selain itu SFBT juga disebut Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) yang dalam bahasa Indonesia disebut Konseling Singkat Berfokus Solusi. Semua sebutan untuk SFBC sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.

SFBC berfokus pada pencarian solusi untuk mengatasi masalah dan melakukan perubahan supaya individu bisa menjadi pribadi yang berkembang. Seperti yang dikemukakan oleh de Shazer, bahwa konseli memiliki kemampuan untuk berubah.

Prinsip – Prinsip Terapi Solution-Focused Brief Counseling

Ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan dalam terapi SFBC, tentang bagaimana konseli sebaiknya mendekati problem dan bagaimana sebaiknya melakukan konseling.

1. Jika tidak rusak jangan diperbaiki

FSBC menekankan bahwa individu memiliki masalah, bukan individu adalah masalah. FSBC menghindari pandangan bahwa konseli itu sakit atau rusak, dan justru mencari hal yang sehat atau yang bisa berfungsi di dalam kehidupan mereka.

2. Perubahan kecil bisa mengakibatkan perubahan besar

Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang konstan dan tidak bisa dihindari. Berani mengambil langkah awal untuk suatu perubahan adalah hal yang sangat penting, karena dengan hal itu, konseli akan mendapat perubahan yang lebih dari titik awalnya. Dengan hal itu, konselor dapat mendorong konseli untuk melakukan upaya agar mengalami perubahan yang lebih besar.

3. Jika bisa berfungsi, terus lakukan

Konseli terus didorong untuk melakukan hal yang telah bisa dilakukannya dan konseli terus melanjutkan perilaku baru sebelum ia merasa yakin untuk bisa mempertahankannya. Apabila peilaku tersebut sudah berfungsi, maka langkah selanjutnya adalah mempertahankan dan melanjutkan tindakan tersebut.

4. Jika tidak berfungsi, jangan diteruskan

Konseli didorong untuk melakukan suatu perilaku yang berbeda dari perilaku awal guna menghindari suatu kegagalan. Itu mungkin berlawanan dengan aturan yang biasa kita kenal, “jika awalnya gagal, coba, coba, dan coba lagi.”

5. Lakukan konseling sesederhana mungkin

Jika konselor menuntut untuk menemukan penjelasan-penjelasan tersembunyi, seperti masalah yang telah lama terjadi, maka hal tersebut akan mempersulit dan memperlambat relasi dan proses konseling.

Adapun prinsip dasar dari pendekatan terapi SFBC menurut Kristen Lawton Barry, diantaranya adalah:

  1. Berfokus pada kemampuan yang dimiliki konseli daripada masalahnya

  2. Menemukan solusi yang unik untuk setiap orang

  3. Menggunakan pengecualian untuk masalah konseli, sehingga dapat membuka potensi dan rasa optimis konseli

  4. Menggunakan keberhasilan di masa lalu untuk menumbuhkan kepercayaan diri

  5. Melihat konseli sebagai ahli dalam menyelesaikan masalah

  6. Menetapkan tujuan untuk menggapai perubahan g. Bekerjasama dengan konseli dalam perubahan dengan konseli.

Tujuan Terapi Solution-Focused Brief Counseling

Tujuan dari terapi SFBC, menurut Stephen Palmer, antara lain:

  1. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sepenuhnya kekuatan dan kompetensi yang dimiliki oleh konseli.

  2. Konseli didorong untuk terlibat dalam perubahan atau “solution talk”, dari pada “problem talk” dengan asumsi bahwa apa yang dibicarakan adalah sebagian besar apa yang akan dihasilkan.

  3. Konseli menyadari pengecualian di dalam dirinya pada saat ia bermasalah.

  4. Mengarahkan konseli pada solusi terhadap situasi pengecualian tersebut, sehingga konseli dalam situasi tertentu dapat menemukan solusi untuk meningkatkan konsep dirinya.

  5. Membantu konseli berfokus pada hal-hal yang jelas dan spesifik untuk meningkatkan konsep dirinya.

Solution Focused Brief Therapy atau biasa disingkat SFBT hadir sebagai salah satu bentuk pendekatan dalam pengembangan layanan bimbingan dan konseling. SFBT merupakan bentuk terapi singkat yang dibangun di atas kekuatan konseli dengan membantunya memunculkan dan mengkonstruksikan solusi pada problem yang dihadapinya.

SFBT merupakan teknik konseling yang dipelopori oleh Steve de Shazer, Insoo Kim Berg (dkk). Dalam beberapa literature pendekatan Solution Focused Brief Therapy juga disebut sebagai terapi Konstruktivis (Constructivist Therapy), terapi berfokus solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut konseling singkat berfokus solusi.

Konseling singkat merupakan tuntutan membantu konselor dalam memberikan layanan yang mengutamakan kebutuhan kepraktisan, efektifitas dan efisiensi waktu kendala dan intervensi berfokus pada intervensi yang spesifik untuk mencapai hasil yang dinginkan oleh konseli. Terapi berfokus solusi mengikuti aliran terapi konstruksionis karena mendasarkan dirinya pada teori pengetahuan konstruksionis.

Pendekatan lain yang memiliki landasan teoritis yang sama adalah terapi konstruksi personal, pemrograman neuro-linguistik dan model pemecahan problem ringkas yang dikembangkan oleh Mental Research Institute di Palo Alto, California. Pendekatan ini lebih terfokus pada bagaimana menemukan solusi (solusi) daripada berorientasi masalah.

SFBT membangun rasa kerjasama antara konselor dan konseli. Konseli dipandang kompeten dan berdaya, penekanannya adalah pada bagaimana masa depan kita terbentuk dari yang dilakukan saat ini. Mengetahui secara jelas masa depan yang diinginkan, memotivasi dan mengklarifikasi pendekatan pada saat ini.

Tujuan terapi ini adalah untuk;

  1. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sepenuhnya kekuatan dan kompetensi yang dibawa konseli;
  2. Memampukan konseli mengenali dan membangun perkecualianperkecualian pada masalah, yaitu saat-saat ketika konseli telah melakukan (memikirkan, merasakan) sesuatu yang mengurangi atau membatasi dampak masalah.
  3. Menolong konseli berfokus pada hal-hal yang jelas dan spesifik yang mereka anggap sebagai solusi masalah.

Pendekatan SFBT menyatakan bahwa dibandingkan tipe-tipe lain, tipe-tipe percakapan lebih mungkin digunakan untuk memotivasi dan mendukung konseli menuju perubahan. Dalam melaksanakan tugasnya, konselor dituntut harus bisa memberikan motivasi dan pertanyaan yang tidak berfokus pada problem (masalah) tetapi berfokus pada solusi.