Apa Yang Dimaksud Dengan Shareable Content Object Reference Model?

image

Shareable Content Object Reference Model (SCORM) adalah kumpulan standar dan spesifikasi untuk teknologi pendidikan elektronik berbasis web (juga disebut e-learning). Model ini mendefinisikan komunikasi antara konten sisi klien dan sistem host (disebut “lingkungan run-time”), yang umumnya didukung oleh sistem manajemen pembelajaran.

Shareable Content Object Reference Model (SCORM) [1] adalah suatu teknologi yang dikembangkan atas inisiatif ilmuwan Advanced Distributed Learning (ADL) pada tahun 1999 ((http://adlnet.org/). ADL merupakan lembaga bentukan dari Departement of Defense United State of America (DoD) atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat. SCORM dibentuk sebagai sebuah standar internasional yang digunakan dalam pengembangan dan pembuatan materi ajar untuk aplikasi e-learning.

Pengembangan SCORM dilatarbelakangi oleh banyaknya materi ajar yang tidak kompatibel untuk digunakan di berbagai institusi karena adanya perbedaan platform seperti perbedaan sistem operasi, learning management system, atau authoring system. Oleh karena itu, beberapa pakar berinisiatif untuk membangun sebuah standar dalam pembuatan dan pengembangan materi ajar yang dapat disepakati bersama dan digunakan secara jamak di berbagai institusi.

SCORM pada hakikatnya bukanlah suatu bentuk pemodelan baru yang memperkenalkan standar dan spesifikasi baru, namun SCORM mengkoordinasikan dan mengacu pada standar, spesifikasi, dan pedoman teknis yang sebelumnya sudah dibangun oleh organisasi internasional lain yang mengerjakan pembuatan standardisasi e-learning, seperti IMS, IEEE LTSC, ARIADNE, dan AICC. Hal ini yang kemudian menjadikan SCORM diterima secara luas dan memiliki dampak yang signifikan di industri e-learning. Pembuatan SCORM ditujukan untuk menciptakan materi pembelajaran yang bersifat reusable, interoperable, durable, dan accessible, terlepas dari platform apa yang digunakan [1].

Ada tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam SCORM, yaitu [2]:

  • Sistem harus dapat dengan mudah memberikan petunjuk yang dapat dimengerti dan diimplementasikan oleh pengembang e-learning.

  • Sistem sedapat mungkin harus mudah diterapkan, dimengerti, dan digunakan oleh pengguna.

  • Sistem harus dapat memetakan perubahan model yang diinginkan oleh pengembang sistem.

Tujuan pengembangan SCORM adalah untuk membuat materi ajar yang memenuhi enam fungsi berikut ini [2].

Tabel Fungsi SCORM

Fungsi Definisi Contoh
Accessibility Kemampuan untuk mencari,mengidentifikasi, dan mengakses materi ajar dari server lokal yang berbeda kapanpun diperlukan. Peserta didik dapat menggunakan fasilitas pencarian untuk mengakses materi yang dibutuhkan melalui metadata materi ajar tersebut.
Adaptability Kemampuan materi ajar untuk beradaptasi dengan individu atau organisasi yang menggunakannya. Materi ajar dapat disesuaikan dengan preferensi, kebutuhan, atau kemampuan pengguna.
Interoperability Materi ajar dapat berfungsi dengan baik di banyak environment, hardware dan software, tanpa bergantung pada aplikasi apa yang digunakan untuk membuat materi tersebut. Materi ajar yang dibuat dengan suatu authoring tool dapat berjalan pada platform yang berbeda (sistem operasi, LMS, maupun browser).
Reusability Materi ajar dapat digunakan pada aplikasi lain (pada platform) apapun. Materi mengenai “pengembangan SDM” yang dibuat oleh suatu perusahaan dapat digunakan pada perusahaan lain.
Affordability Kemampuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya serta waktu yang dibutuhkan pada pengiriman materi ajar. Pengajar dapat membuat materi ajar dalam waktu yang singkat, peserta didik pun dapat memperoleh materi tersebut dengan cepat dan tanpa biaya yang besar (bahkan gratis).
Durability Kemampuan untuk bertahan pada perubahan dan pengembangan teknologi tanpa ada pengeluaran biaya untuk mendisain, konfigurasi, dan penyimpanan ulang. Mengubah sistem operasi WindowsTM XP ke WindowsTM Vista tidak akan mempengaruhi materi ajar.

Komponen SCORM

SCORM [1] terdiri dari tiga bagian dokumentasi yang terpisah namun tidak eksklusif satu sama lainnya, yaitu content aggregation model, runtime environment, serta navigation dan sequencing. Dari ketiga dokumentasi SCORM tersebut, content aggregation model yang akan dibahas lebih dalam pada bagian ini.

Terdapat beberapa komponen utama dalam setiap learning content berbasis SCORM, yaitu:

1. Asset

Sebuah asset merepresentasikan bagian terkecil dari materi pembelajaran yang bersifat reusable. Asset merupakan komponen dasar dari informasi yang berupa teks, gambar, audio, video (multimedia), atau semua tipe berkas yang dapat berfungsi dengan baik pada suatu web browser. Sekumpulan asset dapat membentuk sebuah shareable content object.

image
Gambar Sekumpulan Asset

2. Shareable Content Object (SCO)

SCO adalah suatu komponen yang tersusun dari satu atau lebih asset. SCO juga memiliki sebuah API (Application Program Interface) yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan virtual learning environment atau learning management system menggunakan bahasa Javascript. Untuk mempertinggi tingkat reusability, sebuah SCO harus independen dari konteks pembelajaran. Misalnya, sebuah SCO bisa digunakan pada learning experiences yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama. Contoh SCO dapat dilihat pada Gambar berikut.

image
Gambar Sekumpulan SCO

3. Content Aggregation (CA)

CA merupakan sebuah struktur materi yang dapat digunakan untuk melakukan agregasi learning resources dalam sebuah unit pembelajaran yang baik (misalnya course, chapter, module).

image
Gambar Content Aggregation

Keterbatasan SCORM

Dukungan SCORM terhadap personalisasi suatu sistem e-learning terbatas pada dua aspek. Pertama, SCORM mendukung pendefinisian organisasi yang berbeda untuk sebuah mata kuliah atau course. Learning Management System (LMS) yang kemudian bertanggung jawab untuk menentukan organisasi mana yang paling sesuai dengan profil pembelajar sebelum proses belajar dimulai. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan metadata yang tersedia pada organisasi tersebut. Aspek kedua yaitu adanya sequencing informasi yang memungkinkan untuk membangun sekumpulan rules (aturan) yang digunakan LMS dalam menyeleksi aktivitas apa yang selanjutnya akan diberikan kepada peserta didik. Seleksi ini hanya bergantung pada parameter-parameter yang berkaitan dengan perkuliahan nyata, misalnya setelah peserta didik berhasil memenuhi targert dari aktivitas sebelumnya. Semua parameter yang saling berhubungan tersebut tersimpan dalam model data SCORM. SCORM tidak mempertimbangkan aspek-aspek eksternal seperti preferensi maupun learning background peserta didik [3].

Penggunaan metadata sebagai komponen personalisasi pada model SCORM masih memiliki kelemahan, antara lain [4]:

  • Kompleksitas dan semantik yang terbatas. Metadata biasanya disimpan sebagai teks sederhana, bisa sebagai istilah dari suatu kosakata baku maupun tidak. Metadata yang dibuat oleh seseorang bisa jadi tidak proporsional jumlahnya, menggunakan informasi yang terlalu luas atau bahkan terlalu sempit. Term yang dipilih untuk merepresentasikan suatu metadata pada sistem atau platform yang berbeda bisa memiliki perbedaan secara sintaksis, sehingga informasi yang diberikan tidak dipahami, walaupun sebenarnya makna semantik yang dimaksud sama.

  • Dengan perspektif metadata, tidak mungkin bisa mendapatkan feedback dari pengguna untuk menentukan akurasi dari nilai metadata yang diasumsikan oleh pengembang sistem. Pun tidak bisa menemukan konteks penggunaan kata alternatif yang memungkinkan.

Referensi:
[1] AIFB. AIFB Website. [Online] http://www.aifb.uni- karlsruhe.de.
[2] Sicilia. Learning Object Literature Review. Open Content Website. [Online] 2004. http://opencontent.org/docs/to-lit-review-draft.doc.
[3] Aminah, Siti, et al. Learning Object Recommender System untuk Personalisasi Pembelajaran pada Student Centered E-Learning Environment. Depok : Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, 2008.
[4] Kolovski, Vladimir and Galletly, John. Towards E-Learning via the Semantic Web. 2003. International Conference on Computer Systems and Technologies. p. 2.