Apa yang dimaksud dengan Semantik?

Semantik

Semantik yang berasal dari bahasa Yunani semantikos berarti memberikan tanda. Secara istilah, semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain.

Dengan kata lain, semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain yakni sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, pragmatika serta penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.

Semantik kebahasaan adalah studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik mencakup semantik bahasa pemrograman, logika formal dan semiotika.

Apa yang dimaksud Semantik?

Semantik merupakan bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa, yang dimaksud makna tanda bahasa yaitu seperti sebuah kata, misalnya buku , terdiri atas unsur lambang bunyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku.

Menurut Ogden dan Richads (1923) dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga”, yang sampai saat ini masih berpengruh dalam teori semantik, kaitan antara lambang, citra mental atau konsep, dan refern atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan uraian sebagai berikut.


Gambar Teori semantik segi tiga Ogden dan Richads (1923)

Makna kata buku adalah konsep tentang buku yang tersimpan dalam otak manusia dan dilambangkan dengan kata buku . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.

Farid Awud Haidar (1999) menjelaskan bahwa ilmu tentang semantik terbagi menjadi dua, yaitu Micro Semantic dan Macro Semantic.

  • Micro Semantic yaitu tentang bagaimana pembentukan sebuah kata (tunggal),

  • Macro Semantic yaitu tentang hubungan antar kalimat.

Ilmu semantik yang berhubungan dengan makna terbagi menjadi tiga, yaitu monosemy , homonymy , synonymy .

  • Monosemi adalah kata atau frase yg hanya mempunyai satu makna

  • Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homofon.

  • Sinonim adalah dua buah kata yang kedudukannya dapat saling menggantikan baik konteks maupun maknanya. Sinonim yaitu beberapa kata yang mempunyai makna yang sama.

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) diturunkan dari kata bahasa Yunani Kuno sema (bentuk nominal) yang berarti
“tanda” atau “lambang”. Bentuk verbalnya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata “sema” itu adalah tanda linguistik (Prancis: signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure.

Tanda linguistik terdiri dari komponen penanda (Prancis: signifie) yang berwujud bunyi, dan komponen petanda (Prancis: signifie) yang berwujud konsep atau makna.

Kata semantik ini, kemudian disepakati oleh banyak pakar untuk menyebut bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda linguistik itu dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna-makna yang terdapat dalam satuan-satuan bahasa. Oleh karena itu, semantik secara gamblang dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari makna.

Selain semantik, dalam studi tentang makna ada pula bidang studi yang disebut semiotika (sering juga disebut semiologi dan semasiologi). Bedanya, kalau semantik objek studinya adalah makna yang ada dalam bahasa maka semiotika objek studinya adalah makna yang ada dalam semua sistem lambang dan tanda. Jadi, sebetulnya objek kajian semiotika lebih luas daripada objek kajian semantik. Malah sebenarnya, studi semantik itu sesungguhnya berada di bawah atau termasuk dalam kajian semiotik, sebab bahasa juga termasuk sebuah sistem lambang.

Dalam hal ini kiranya perlu dijelaskan dulu perbedaan antara lambang dengan tanda.

  • Lambang adalah sejenis tanda dapat berupa bunyi (seperti dalam bahasa), gambar (seperti dalam tanda-lalu lintas), warna (seperti dalam lalu lintas), gerak-gerik anggota tubuh dan sebagainya yang secara konvensional digunakan untuk melambangkan atau menandai sesuatu. Misalnya, kata yang berbunyi (kuda), digunakan untuk melambangkan sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dan warna merah dalam lampu lalu lintas untuk melambangkan tidak boleh berjalan terus.

  • Tanda adalah sesuatu yang menandai sesuatu yang lain. Misalnya, adanya asap hitam membubung tinggi di kejauhan adalah tanda adanya kebakaran atau rumput-rumput di halaman basah adalah tanda telah terjadinya hujan dan sebagainya. Jadi, bisa disimpulkan, kalau lambang itu bersifat konvensional, sedangkan tanda bersifat alamiah.

Sudah disebutkan di atas bahwa semantik objek studinya adalah makna bahasa. Lalu, apakah semantik mempelajari juga makna-makna, seperti yang terdapat dalam ungkapan bahasa bunga, bahasa warna, dan bahasa perangko? Tentu saja tidak, sebab makna-makna yang terdapat dalam ungkapan bahasa bunga, bahasa warna dan bahasa perangko itu bukanlah merupakan makna bahasa melainkan makna dari sistem komunikasi yang lambangnya berupa bunga, warna dan perangko. Jadi, sebenarnya tidak termasuk objek kajian semantik, melainkan menjadi objek kajian semiotika.

Berlainan dengan sasaran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain, seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik karena sering dijumpai kenyataan bahwa Kegunaan kata-kata tertentu untuk menyatakan suatu makna dapat mendapat identitas kelompok dalam masyarakat.

Seperti penggunaan kata uang dan duit meskipun kedua kata itu memiliki makna yang sama, tetapi jelas menunjukkan kelompok sosial yang berbeda. Bidang studi antropologi mempunyai kepentingan dengan semantik, antara lain karena analisis makna sebuah bahasa dapat memberikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya pemakainya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk membedakan konsep padi, “gabah”, “beras”, dan “nasi” karena masyarakat Inggris tidak memiliki budaya makan nasi. Untuk keempat konsep itu bahasa Inggris hanya punya satu kata, yaitu rice, sedangkan bahasa Indonesia memiliki kata untuk keempat konsep itu karena masyarakat Indonesia memiliki budaya makan nasi. Sebaliknya, masyarakat Indonesia yang tidak pernah digeluti salju hanya mempunyai satu kata untuk konsep salju, yaitu salju. Itu pun merupakan kata serapan dari bahasa Arab, padahal dalam bahasa Eskimo ada lebih dari 20 kata untuk mengungkap konsep salju karena barangkali sepanjang waktu bangsa Eskimo selalu bergelut dengan salju.

image

Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti atau mempelajari makna bahasa. Lalu, kita tahu bahwa bahasa itu terdiri dari sejumlah tataran yang bila diurutkan dari yang terkecil adalah tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana. Di samping itu, masih ada tataran lain, yaitu tataran leksikon.

Maka, menjadi persoalan apakah semua tataran itu menjadi objek kajian semantik?

Leksikon


Kita lihat dari yang terbawah, yakni leksikon. Asal kata leksikon adalah dari kata leksem, yakni satuan bahasa yang mempunyai makna tertentu di dalam kesendiriannya atau makna di luar konteks apa pun. Kumpulan leksem atau daftar leksem disebut leksikon. Dalam hal ini ada pakar yang memadankan kata dan pengertian leksikon itu dengan kata/istilah kosakata.

Bentuk ajektif dari leksikon adalah leksikal. Oleh karena setiap leksem, sebagai satuan leksikon memiliki makna maka pada tataran leksikon ini ada studi semantik. Objek penelitiannya adalah makna leksem itu, yang lazim disebut makna leksikal. Menurut Verhaar (1978) cabang studi linguistik yang meneliti makna leksikal disebut semantik leksikal.

Fonologi


Tataran fonologi lazim dibagi 2, yaitu fonetik dan fonemik. Satuan dalam studi fonetik adalah fon (atau bunyi bahasa). Fon ini tidak bermakna dan tidak dapat membedakan makna kata. Oleh karena itu, pada tingkat fonetik ini tidak ada studi dan masalah semantik. Satuan dalam tataran fonemik adalah fonem, yang lazim didefinisikan sebagai satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan makna kata. Meskipun fonem ini dapat membedakan makna kata, tetapi sesungguhnya fonem Itu sendiri tidak memiliki makna.

Oleh karena itu, pada tataran fonemik ini pun tidak ada persoalan semantik atau dengan kata lain, fonemik tidak menjadi objek studi semantik. Namun, dalam hal ini perlu diketahui adanya fonem-fonem bermakna yang disebut fonestem, seperti bunyi (i) yang katanya memiliki makna kecil seperti terdapat pada kata detik, titik dan jentik. Berbeda dengan bunyi (a) yang memiliki makna besar, seperti pada kata detak, derak dan kelap. hanya perlu dipahami makna dalam fonestem ini tidak melewati batas morfem.

Morfologi

Pada tataran morfologi ada masalah semantik, sebab morfem yang merupakan satuan terkecil dalam studi morfologi lazim diberi definisi satuan gramatikal terkecil yang bermakna. Studi morfologi selalu berkenaan dengan proses pembentukan, baik dengan menggunakan afiks, dengan pengulangan maupun dengan penggabungan (komposisi). Proses-proses pembentukan kata ini akan melahirkan makna-makna yang disebut makna gramatikal sebab studi morfologi termasuk dalam lingkup gramatika.

Sintaksis

Pada tataran sintaksis juga ada masalah semantik karena semua satuan sintaksis, yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat memiliki makna dan di dalam proses penyusunan satuan-satuan itu pun lahir juga makna-makna baru yang juga disebut makna gramatikal sebab sintaksis juga berada dalam lingkup gramatika. Di samping itu berbagai hal yang berkenaan dengan sintaksis, seperti aspek, kata, dan modalitas melahirkan pula makna-makna yang disebut makna sintaktikal.

Dalam studi sintaksis, lazim juga dikemukakan adanya sub tataran yang disebut :

  1. Fungsi sintaksis,
  2. Kategori sintaksis, dan
  3. Peran sintaksis.

Yang dimaksud dengan fungsi sintaksis adalah bagian-bagian dari struktur sintaksis yang lazim disebut subjek (S), predikat §, objek (0), dan keterangan (K). Fungsi-fungsi sintaksis ini sebenarnya tidak bermakna, sebab fungsi-fungsi itu hanya merupakan “kotak-kotak” kosong yang ke dalamnya akan diisikan kategori-kategori tertentu, seperti verba, nomina, ajektiva, dan adverbia. Kategori-kategori ini secara sendiri-sendiri tentu mempunyai makna, lalu dalam kedudukannya sebagai satuan yang membentuk satuan kalimat juga memiliki makna. Oleh karena itu, dengan kata lain, tataran sintaksis juga menjadi objek studi semantik.

Wacana

Di dalam tataran kebahasaan, wacana merupakan tataran dan satuan kebahasaan yang tertinggi, lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang lengkap, tersusun dari kalimat atau kalimat-kalimat.

Makna wacana biasanya bukan berasal dari satuan-satuan kebahasaannya saja, tetapi juga ditentukan oleh konteks budaya atau sosial yang menyertai kehadiran wacana itu. Umpamanya, kalau pada suatu pagi seorang suami (yang menjadi pegawai pada suatu kantor) berkata kepada Istrinya, “Bu, sudah hampir pukul tujuh” maka makna wacananya bukan berisi informasi dari si suami kepada si istri bahwa hari hampir pukul tujuh, melainkan berisi pemberitahuan bahwa si Suami sudah harus segera berangkat ke kantor, serta meminta agar si istri menyiapkan sarapan, dan sebagainya. Dalam kasus ini, kalau si istri memahami makna wacana itu, tentu dia akan menjawab, “ya, mas, sebentar lagi sarapan akan siap!” dan bukan sahutan, “ya, Mas, jam di dapur malah sudah pukul tujuh lewat lima”.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa ruang lingkup studi semantik meliputi semua tataran bahasa, kecuali tataran fonetik dan fonemik yang meskipun menyinggung juga masalah makna, tetapi tidak memiliki makna.

Kemudian, berkenaan adanya tataran bahasa itu, lazim dibedakan adanya semantik leksikal, yakni semantik yang objek studinya makna yang ada pada leksem-leksem, dan lazim disebut makna leksikal. Semantik yang meneliti makna dalam proses gramatikal disebut semantik gramatikal. Semantik gramatikal ini meliputi pengkajian makna dalam proses-proses morfologi, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, serta proses-proses dalam pembentukan satuan.

Referensi

Sumber : Abdul Chaer, Liliana Muliastuti, Makna dan Semantik, Universitas Terbuka

Menurut Djajasudarma (2008) semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’ : atau dari verba samino ‘menandai’, ‘berarti’. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa semantik merupakan bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Menurut Kambartel (2010) semantik adalah studi tentang makna. Menurutnya, semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari makna yang ditampakkan oleh struktur apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.

Kridalaksana (2009) mengatakan semantik merupakan (a) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; (b) sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

Selain itu, Pateda (2010) berpendapat bahwa semantik sebagai ilmu mempelajari kemaknaan di dalam bahasa sebagaimana apa adanya ( das Sein ) dan terbatas pada pengalaman manusia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa semantik merupakan bagian dari ilmu (studi) yang mempelajari tentang makna dalam suatu bahasa sebagaimana apa adanya.

Menurut Pateda (2010) makna yang menjadi objek semantik dapat dikaji dari banyak segi yang dapat dilihat dari beberapa jenis semantik. Jenis-jenis semantik itu meliputi semantik behavioris, semantik deskriptif, semantik generatif, semantik gramatikal, semantik historik, semantik leksikal, semantik logika, dan semantik stuktural.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu semainein ‘bermakna atau berarti’. Lyons (dalam Suwandi, 2008), menyatakan semantik pada umumnya diartikan sebagai suatu studi tentang makna (semantics is generally defined as the study of meaning).

Parera (2004), menyatakan semantik bermula sebagai pelafalan “la semantique” yang diukir oleh M. Breal dari Perancis yang merupakan satu cabang studi linguistik general, maksudnya semantik merupakan satu studi dan analisis tentang makna-makna linguistik. Oleh karena itu, semantik diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari tentang arti bahasa.

Kridalaksana (dalam Suwandi, 2008) mengemukakan adanya berbagai ragam makna: makna denotatif, konotatif, leksikal, gramatikal, kognitif, dan lainlain. Subroto (2011) menyebutkan beberapa jenis arti, antara lain: arti leksikal, arti gramatikal, arti kalimat, arti wacana, arti kultural, serta arti literal dan nonliteral.

Pengertian arti leksikal yaitu arti yang terkandung dalam kata-kata sebuah bahasa yang bersifat tetap, biasanya digambarkan dalam sebuah kamus.

Arti gramatikal merupakan arti yang timbul karena relasi satuan gramatikal baik dalam konstruksi morfologi, frase, klausa atau kalimat. Mengacu pada penjelasan-penjelasan tersebut, maka makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.

Makna gramatikal adalah makna kata setelah mengalami proses gramatikal. Pada penelitian ini arti gramatikal mengacu pada arti yang diungkapkan oleh nara sumber, yaitu tukang kayu.