Apa yang dimaksud dengan Ruang Fiskal ?

Ruang Fiskal

Apa yang dimaksud dengan Ruang Fiskal ?

Ruang fiskal, menurut Peter S. Heller (2005), merupakan ketersediaan ruang yang memungkinkan pemerintah untuk dapat menyediakan sumber daya tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu tanpa mengancam kesinambungan posisi keuangan pemerintah.

Sementara itu, Allen Schick (2009) menyatakan bahwa ruang fiskal merujuk pada ketersediaan sumber daya keuangan pemerintah bagi inisiatif kebijakan melalui anggaran dan keputusan yang terkait dengan anggaran. Beliau meninjau faktor-faktor yang berkontribusi terhadap berkurangnya ruang fiskal, mempertimbangkan metode- metode untuk menjaga atau memperluas ruang fiskal.

Bank Dunia (2006) menyatakan bahwa “ruang gerak fiskal” ada ketika pemerintah dapat meningkatkan anggaran pengeluarannya dengan tanpa menyebabkan pengaruh buruk terhadap solvabilitas fiskal. Sebagai konsep yang melihat ke depan, konsep ruang gerak fiskal dapat bermanfaat dalam mengetahui secara lebih mendalam tentang kemampuan yang sebenarnya dari APBN dalam mendukung pembangunan nasional.

Pada Tahun 2007 Bank Dunia mendefinisikan ruang gerak fiskal sebagai pengeluaran diskresioner yang dapat dilakukan oleh pemerintah tanpa mengganggu solvabilitas fiskalnya. Ruang gerak fiskal didefinisikan sebagai total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah.

Pemerintah Indonesia, melalui Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 mendefinisikan ruang fiskal sebagai pengeluaran diskresioner/tidak terikat (antara lain pengeluaran negara untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur) yang dapat dilakukan oleh pemerintah tanpa menyebabkan terjadinya insolvency fiscal. Dengan demikian ruang fiskal merupakan total pengeluaran dikurangi dengan belanja non diskresioner/terikat seperti belanja pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah.

Konsep Ruang Fiskal

Peter S. Heller, seorang ekonom dari IMF, yang merupakan salah satu pakar ekonomi yang konsen terhadap masalah ruang fiskal, berpendapat bahwa secara prinsip terdapat berbagai cara yang berbeda bagi suatu pemerintah dalam upaya menciptakan ruang fiskal, diantaranya melalui cara-cara berikut :

  1. Peningkatan pendapatan dapat diperoleh melalui peningkatan pendapatan sektor pajak atau penguatan administrasi perpajakan;
  2. Memotong atau menghapus belanja-belanja negara yang tidak prioritas;
  3. Pinjaman dalam negeri dan/atau luar negeri;
  4. Pencetakan uang oleh bank sentral untuk dipinjamkan kepada pemerintah;
  5. Penerimaan hibah.

Konsep ruang fiskal ini berkaitan dengan kesinambungan fiskal, yaitu berhubungan dengan kemampuan pemerintah di masa depan untuk membiayai program-program yang diinginkan, membayar kembali pokok dan bunga utang serta menjamin solvabilitas keuangan pemerintah. Kaitan dengan kesinambungan fiskal ini memberi beberapa implikasi berikut :

  1. Upaya memperluas ruang fiskal membutuhkan sebuah penilaian bahwa belanja yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan belanja tambahan di masa depan dapat dibiayai baik dari pendapatan tahun berjalan maupun tahun berikutnya. Dalam hal penggunaan dari utang, belanja harus dinilai dampaknya terhadap tingkat pertumbuhan atau dampaknya pada kemampuan pemerintah dalam menghasilkan pendapatan yang dibutuhkan untuk membiayai utang tersebut;

  2. Kesinambungan berarti fokus pada implikasi jangka menengah dari pengeluaran program-program yang dapat menciptakan ruang fiskal;

  3. Hal terakhir yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesinambungan fiskal adalah ruang fiskal harus dibuat minimal dalam kerangka waktu jangka menengah yang memiliki perspektif komprehensif terhadap prioritas belanja pemerintah. Kemudian, ruang fiskal tidak harus dilihat secara kaku sebagai sebuah isu yang dihubungkan dengan sektor tertentu. Sementara pemicu debat tentang ruang fiskal muncul dalam hal nilai yang dirasakan dari belanja kesehatan, pendidikan atau infrastruktur, untuk itu perlu dinilai jangkauan dari belanja yang lebih tinggi dalam kerangka fiskal dan anggaran keseluruhan. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengukur manfaat relatif belanja antar sektor karena inisiatif pada suatu sektor dapat mempengaruhi atau berdampak kepada sektor yang lainnya.

Peter S. Heller juga mengemukakan bahwa berdasarkan pengalaman negara-negara G20, indikator ketersediaan ruang fiskal diperoleh dengan cara berikut :

  1. Untuk negara-negara industri, menunjukkan bahwa negara-negara yang menetapkan ruang fiskal negatif bertujuan untuk mengatasi aging problem, mematuhi komitmen terhadap kebijakan asuransi sosial, dan dampak dari pertumbuhan dan biaya teknologi kesehatan.

    Sebaliknya, bagi banyak negara berpendapatan menengah, di luar beban yang sudah ada untuk negara-negara dengan rasio utang publik yang sudah tinggi, tantangannya adalah kurangnya komitmen pemerintah saat ini terhadap masalah-masalah di atas (misalnya, untuk asuransi sosial) yang akan berdampak pada peningkatan kebutuhan fiskal di masa yang akan datang untuk mengatasi aging problem.

    Akan muncul tuntutan-tidak hanya untuk pensiun sosial minimal, tetapi juga untuk menutupi biaya akses ke perawatan medis dan ini akan menyerap sebagian ruang fiskal yang tidak digunakan saat ini di masa depan;

  2. Penyusunan anggaran tahunan minimal harus memberikan skenario yang menggambarkan keberlanjutan posisi fiskal yang ada. Skenario ini harus mengeksplorasi dampak asumsi alternatif pada variabel utama dan memperhitungkan beban hutang yang ada, komitmen asuransi sosial yang ada dan setiap tantangan fiskal jangka panjang lainnya yang dapat diidentifikasi dengan jelas pada saat ini.

Pertanyaan bagaimana ruang fiskal dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan menjadi isu utama dari tulisan Peter S. Heller. Jelas bahwa kebutuhan setiap negara berbeda, namun dalam merefleksikan prioritas dalam menggunakan setiap ruang fiskal yang tersedia oleh anggota G20, terdapat beberapa hal yang bersifat umum, yaitu :

  1. Kebutuhan infrastruktur muncul sebagai prioritas penting di hampir semua negara-negara G20. Untuk negara-negara industri, hal ini sebagian berhubungan dengan pembangunan kembali atau renovasi terhadap jalan tol, jalan, jaringan air dan sanitasi, dan gedung-gedung milik pemerintah. Untuk semua negara, penting untuk berinvestasi pada sektor infrastruktur sebagai respon terhadap teknologi baru yang akan memfasilitasi produktivitas di abad ke-21, misalnya, di sektor telekomunikasi.

    Semua negara akan dihadapkan dengan masalah yang sama yaitu bagaimana investasi sektor infrastruktur dapat mengatasi tantangan baru, terutama yang dari perubahan iklim, yaitu pembangunan yang ramah terhadap lingkungan (green economy);

  2. Kecilnya anggaran untuk penelitian dan pengembangan dibandingkan tantangan global perubahan iklim, kekurangan air di masa mendatang dan keterbatasan sumber daya energi dari alam;

  3. Mengatasi ketidakseimbangan generasi yang ada dalam hal penggunaan ruang fiskal saat ini harus menjadi prioritas utama. Tidak hanya mengatasi baby boomer population namun perlu juga membuat ruang untuk belanja yang mudah diduga dan saat ini belum diwujudkan dalam komitmen formal;

  4. Pada beberapa negara penting anggota G20, kemiskinan tetap menjadi tantangan besar dimana berdasarkan catatan keuangannya belum bahkan kemungkinan besar tidak akan memenuhi target MDGs pada tahun 2015. Dan terakhir, apakah penggunaan ruang fiskal saat ini responsif terhadap tantangan abad 21.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :

  1. Perdebatan ruang fiskal sangat penting, tidak hanya untuk menyoroti darimana sumber daya baru diperoleh untuk membiayai investasi tetapi lebih pada proses untuk mengidentifikasi kesesuaian pola pengeluaran saat ini dan menilai apakah pajak dan kebijakan regulasi yang ada mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi;

    Terkait hal tersebut, perdebatan ruang fiskal dengan fokus pada menemukan sumber daya fiskal tambahan untuk tantangan baru seharusnya tidak menghalangi pembuat kebijakan untuk melakukan review pilihan kebijakan di bidang pengeluaran dan pendapatan yang ada saat ini;

  2. Perdebatan ruang fiskal membutuhkan jangka waktu yang panjang. Tidak hanya pada batasan ruang fiskal yang disebabkan oleh hutang yang ada, komitmen terhadap asuransi sosial dan kesesuaian lingkungan kebijakan untuk mendukung pertumbuhan yang lebih cepat, tapi juga tantangan masa depan yang akan menyebabkan klaim pada ruang fiskal di masa yang akan datang.