Apa yang dimaksud dengan Retinopathy of Prematurity?

Retinopathy of Prematurity

Retinopathy of Prematurity merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menyerang bayi premature. Namun apakah yang menyebabkan ROP terjadi? Bagaimana patofisiologinya? Apa yang akan terjadi bila tidak segera ditangani?

Retinopathy of prematurity (ROP) adalah suatu penyakit dimana perkembangan vaskularisasi retina yang normal terganggu sehingga terbentuk vaskularisasi baru pada retina yang abnormal pada bayi-bayi kurang bulan [1].

Keadaan ini dapat ringan tanpa adanya gangguan penglihatan, atau dapat menjadi progresif dengan terbentuknya neovaskularisasi yang berakibat retina terlepas dan kebutaan. ROP hanya terjadi pada bayi dimana pertumbuhan pembuluh darah retina secara sentrifugal dari diskus optikus ke ora serata belum selesai. Pada bayi lahir cukup bulan perkembangan retina telah sempurna sehingga tidak terjadi ROP, berbeda dengan bayi prematur perkembangan retinanya belum sempurna, prosesnya dari nervus optikus ke arah anterior selama kehamilan yang dimulai sejak umur kehamilan 16 minggu. Luasnya immaturiti dari retina tergantung dari derajat prematuritasnya pada saat lahir [2].

Cryotherapi for Retinopathy of prematurity (CRYO-ROP) melaporkan insiden ROP pada bayi lahir dengan berat badan < 1251 gram adalah 65,8% dan 93% pada bayi lahir dengan berat badan <750 gram. Kira-kira 400-600 anak per tahun menjadi buta karena ROP, mempresentasikan 20% kebutaan pada anak usia prasekolah [1].

Pada kebanyakan negara sedang berkembang dengan program skrining dan prevensi serta pengobatan, kasus ROP masih menyebabkan 3-11% kebutaan pada anak [3]. Insidens dan derajad ROP meningkat sesuai dengan penurunan usia gestasi dan bervariasi antara 30-60% pada bayi dengan berat lahir <1500 gram. Penyakit yang berat (derajad 3 keatas) ditemukan pada bayi dengan berat lahir < 1500 gram dan usia kehamilan <31 minggu. Kebanyakan ROP terjadi pada usia kehamilan 32 – 44 minggu [4].

Retinopathy of prematurity

Perkembangan retina dimulai pada minggu ke 16 kehamilan, dimana sebelumnya tidak terdapat pembuluh darah pada retina. Pembentukan vaskuler dimulai dari optic disc ke arah perifer secara sentrifugal dan mencapai ora serata nasal pada usia kehamilan 8 bulan (36 minggu), lalu mencapai ora serata temporal temporal pada 1-2 bulan kemudaian ( usia kehamilan 40 minggu) [5].

Jika terjadi sesuatu terhadap pembuluh darah ini selama fase perkembangan mengakibatkan vasoobliterasi, sehingga menghambat perkembangan lebih lanjut. Kerusakan ini dihubungkan dengan beberapa sebab terutama yang berhubungan dengan suplementasi oksigen seperti : hiperoksia, , asfiksia, hipotermia, syok [6].

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ROP, antara lain :

  • Usia gestasi dan berat lahir
    Sebuah penelitian multisenter yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap bayi-bayi yang lahir antara tahun 1986-1987 melaporkan bahwa bayi-bayi yang lahir dengan BB<1000 gram 81,6% menderita ROP dan yang lahir dengan BB 1000-1250 gram 46,9 % menderita ROP. Derjad ROP yang lebih berat terjadi terutama pada bayi bayi denga usia gestasi <26 minggu dimana ROP makin berat dengan makin rendahnya usia gestasi [7].

  • Kadar saturasi oksigen
    ROP dapat terjadi pada bayi prematur baik yang tidak menerima atau yang menerima sedikit suplemen oksigen dan tidak diketahui bayi mana yang akan mengalami progesivitas pelepasan retina. Kontroversi tentang lamanya oksigen diberikan mempengaruhi insiden dan derajad ROP masih terjadi. Bukti-bukti yang didapat dalam beberapa penelitian terakhir memperlihatkan bahwa pemberian oksigen pada bayi-bayi yang mengalami ROP sedang tidak menurunkan progresivitas penyakit meskipun terlihat fluktuasi kadar saturasi oksigen yang lebar akan mempengaruhi perkembangan dan derajad ROP [8].

    Percobaan yang dilakukan pada tikus, hipoksia dan kadar oksigen yang tidak stabil merupakan penyebab utama terjadinya retinopati iskemia. Pada keadaan hipoksia pembuluh darah koroid tidak dapat mengalami konstriksi meskipun pembuluh darah retina memiliki kemampuan ini, sehingga kelebihan oksigen akan berpindah dari peredaran darah koroid ke retina dan terjadi konstriksi pembuluh darah retina yang akhirnya menimbulkan obliterasi [8].

  • Faktor Genetik
    Hipotesis yang dikemukaan pada awal tahun 1990 menyatakan bahwa faktor genetik mempengaruhi terjadinya ROP. Pada bayi dengan dizygot dibandingkan dengan monozigot didapatkan kejadian ROP pada kelompok dizygot lebih besar (27%) dari pada kelompok monozigot (18%) [3].

    Etnik juga dikatakan menjadi faktor risiko untuk terjadi ROP. Severe ROP lebih jarang ditemukan pada bayi Afrika-Amerika dari pada etnik lain. Ini mungkin berhubungan dengan perbedaan pigmentasi retina yang berfungsi sebagai proteksi terhadap radikal bebas akibat trauma/kerusakan fototoksik [6].

  • Faktor Resiko Lain
    Beberapa faktor lain diduga memiliki kontribusi dalam terjadinya ROP seperti defisiensi vitamin E, anemia, pemberian tranfusin, kadar bilirubin dan growth factor meskipun belum diketahui dengan jelas.

Menurut Asthton dan Patz dengan teori experimental animal ROP menyebutkan bahwa ROP terjadi dalam 2 fase, yaitu fase hipoksia dan fase vasoploriteratif. Fase hipoksia (diduga akibat suplementasi oksigen) menyebabkan vasokonstriksi, retraksi kapiler yang berlebihan, vasoobliterasi dan kerusakan sel endotel retina yang irreversibel.

Keadaan tersebut akan menimbulkan daerah iskemik, sehingga memicu pelepasan faktor angiogenik seperti vasculer endothelial growth factor (VEGF) oleh sel spindel mesenkim maupun retina yang iskemik. Ekspresi VEGF timbul sebagai respon terhadap hipoksia dan pembuluh darah berkembang akibat stimulus VEGF. Bila hipoksia pulih akibat oksigen dari pembuluh darah yang baru terbentuk, ekspresi VEGF akan tersupresi.
Bila VEGF dihambat akan menurunkan respon neovaskular. Hal ini menunjukan bahwa VEGF merupakan faktor yang penting pada neovaskularisasi. Adanya faktor angiogenik memicu neovaskularisasi abnormal, sehingga terjadi fase ke dua, yaitu vasoploriferatif. Fase vasoploriferatif terjadi saat berada dalam lingkungan udara normal, dan berupa proliferasi sel endotel yang masih normal untuk menggantikan yang telah rusak [9].

Setelah jejas awal, pembuluh darah dapat tumbuh normal atau karena sebab yang tidak diketahui tumbuh tidak beraturan dan membentuk tonjolan jaringan yang akan bertambah besar. Jaringan ini bisa mengalami regresi dan pembuluh darah tumbuh kembali ke perifer atau dapat memburuk dimana terjadi pertumbuhan jaringan fibrovaskuler ke badan kaca [10].

The International Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP) membuat klasifikasi ROP pada tahun 1984 berdasarkan lokasi, luas lesi, stadium dan ada tidaknya kelainan penyerta. Lokasi dinyatakan dengan zona, luasnya lesi dinyatakan berdasarkan luas daerah dalam jam (Clock Hours), sedangkan progresifitas ( kelainan vaskuler ) dinyatakan dengan stadium (staging) [2,4,5].

Berdasarkan lokasi ditemukan ROP maka retina dibagi menjadi 3 zona yaitu :

  1. Zona I : Retina posterior berupa lingkaran radius 60 derajat, dengan papil optik sebagai pusatnya, bila ditemukan ROP ≥ 1 jam (sektor) dalam zona 1 maka didiagnosis sebagai ROP zona 1

  2. Zona II : Mulai dari tepi zona I ke arah anterior mencapai ora serata nasal, didiagnosis sebagai ROP zona 2 bila maturasi pembuluh darah retina yang terjadi belum masuk dalam radius diameter 1 diskus ora serrata dan didapatkan pada 2 jam berurutan atau ≥ 1 jam ROP pada sektor lain.

  3. Zona III : Daerah retina yang tersisa di anterior zona II, didiagnosis jika ditemukan maturasi pembuluh darah retina yang terjadi masuk dalam radius diameter 1 diskus ora serata dan didapatkan pada 2 jam berurutan atau ≥ 1 jam ROP pada sektor lain.

Retinopathy of Prematurity

Luasnya yang terlibat ROP dinyatakan dalam clock hours. Sebagai panduan adalah pada saat pemeriksaan berhadapan dengan pasien, posisi jam 3 berada disisi kanan dan sisi nasal mata kanan pasien, serta temporal mata kanan, serta nasal mata kiri pasien.
Tingkat perubahan vaskuler abnormal yang diamati dinyatakan dalam stadium (stage).

Berdasarkan parameter ini maka ROP dibagi menjadi 5 stadium yaitu:

  1. Stadium 1 : Adanya garis batas (demarkasi) yang memisahkan retina avaskuler di anterior dan retina tervaskularisasi di posterior, disertai percabangan atau arkade pembuluh darah abnormal yang mengarah ke garis demarkasi . Garis ini terdapat dibidang retina, berwarna putih dan relatif datar.

  2. Stadium 2 : Adanya intraretinal ridge. Garis demarkasi pada stadium I mengalami pelebaran dan penebalan, serta meluas keluar dari bidang retina. Ridge mungkin berubah warna dari putih menjadi merah muda. Neovaskularisasi di permukaan retina mungkin dapat terlihat di posterior ridge ini.

  3. Stadium 3 : Adanya ridge disertai proliferasi fibrovaskuler ekstraretina . Lokasi khas dimana proliferasi fibrovaskuler ini ditemukan adalah (1) bersambungan dengan sisi posterior ridge, sehingga tampak bergerigi. (2) langsung berada di posterior ridge, namun tidak selalu tampak bersambung. (3) ke arah vitreus tegah lurus dengan retina. Stadium 3 dibagi menjadi 3 kriteria berdasakan jumlah jaringan proliferatif fibrovaskuler yang ditemukan yaitu Mild, Moderate dan Severe. Kepentingan pembagian kriteria inio adalah untuk menentukan prognosis. Pada stadium mild didapatkan sedikit jaringan fibrovaskuler yang dapat dikenali pemeriksa. Stadium 3 moderate memiliki jaringan yang cukup banyak, sehingga menginfiltrasi vitreus. Bila infiltrasi yang terjadi lebih masif di sekitar ridge, maka digolongkan sebagai stadium 3 severe.

  4. Stadium 4 : Adanya ablasio retina parsial. Stadium ini dibagi lagi menjadi stadium 4A dan 4B berdasarkan ada atau tidaknya keterlibatan fovea. Stadium 4A merupakan ablasio retina partial yang tidak melibatkan fovea (ektrafovea), sedangkan stadium 4B sebaliknya.

  5. Stadium 5 : Adanya ablasio retina total yang membentuk corong (funnel-shape).

Untuk kelainan penyerta merupakan istilah lain yang penting dalam ROP yang merupakan penggabungan 3 parameter yang telah disebutkan diatas, serta penting dalam hal penentuan yang akan dilakukan, yaitu plus desease, prethreshold dan threshold desease. Plus desease merupakan keadaan dengan perubahan vaskuler yang begitu jelas, sehingga vena posterior meleba dan arteri berkelok-kelok. Bila keadaan ini ditemukan, maka tanda “+”(plus) ditambahkan pada stadium ROP [11].

  • Prethreshold disease merupakan keadaan dimana pada zon I didapatkan ROP stadium 1 atau 2, atau pada zona II didapatkan stadium 2+, 3 atau stadium 3+ yang kurang dari 8 jam kumulatif [11].

  • Threshold disease merupakan keadaan dimana pada zona I didapatkan RP stadium 1+, 2+, 3 atau 3+, atau pada zona II didapatkan stadium 3+ sejumlah ≥ 8 jam kumulatif. Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi pada fase ini, yaitu ROP mengalami regresi dan atau maturasi vaskularisasi retina atau ROP berlanjut menjadi ablasio retina [11].

Diagnosis ROP ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis akan didapatkan bayi dengan faktor risiko, terutama riwayat prematuritas (usia kehamilan kurang atau sama dengan 32 minggu) dan berat lahir kurang atau sama dengan 1250 gram [1].
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran pada segmen anterior bervariasi. Pada stadium 1-3 kemungkinan tidak didapatkan gambaran yang khas, sedangkan pada stadium 4-5 bisa didapatkan leukokoria. Pada keadaan plus desease dapat ditemukan bendungan pembuluh darah iris, kekakuan pupil dan kekeruhan vitreus. Pemeriksaan segmen posterior akan memperlihatkan gambaran fundus yang bervariasi sesuai dengan klasifikasi ROP [6].

Penatalaksanaan terbaik untuk ROP adalah melakukan pencegahan. Pemeriksaan untuk mengidentifikasi bayi-bayi dengan ROP harus dilakukan oleh seseorang yang terlatih dengan menggunakan oftalmoskopi indirek dan dilakukan tepat waktu sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah. Pencegahan yang dianggap optimal adalah mencegah adanya kelahiran bayi prematur (terutama usia kehamilan < 28 minggu), bayi dengan BBL kurang atau sama dengan 1500 gram serta melakukan deteksi dini ROP pada bayi beresiko tinggi sesuai dengan deteksi dini yang direkomendasikan oleh AAP [2].

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan melakukan deteksi dini ROP sebagai berikut :

  1. Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 atau umur lebih tua atau sama dengan 28 minggu, bayi bayi tertentu dengan berat 1500-2000 gram dengan perjalanan klinis tidak stabil yang diduga memiliki resiko tinggi oleh dokter anak atau ahli neonatologi, harus diperiksa fundus dengan menggunakan oftalmoskopi indirek binokuler pada pupil yang telah dilebarkan minimal 2 kali. Satu pemeriksaan dianggap cukup bila bila pemeriksaan memperlihatkan bahwa ke dua retina telah memperlihatkan vaskularisasi penuh.

  2. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh dokter ahli mata yang berpengalaman memeriksa bayi prematur. Lokasi dan perubahan retina harus dicatat menggunakan International Classification of Retinopathy of Prematurity.”

  3. Pemeriksaan awal dilakukan pada usia kronologis 4-6 minggu atau usia postconceptional postmentrual 31-33 minggu

  4. Pemeriksaan lanjutan ditentukan berdasarkan penemuan fundus pada pemeriksaan pertama. Misalnya jika ditemukan vaskulatur retina imatur dan meluas ke zone 2 tetapi tidak didapatkan retinopaty maka pemeriksaan selanjutnya direncanakan sekitar 2-3 minggu sesudahnya sampai terlihat vaskularisasi normal kearah zona 3.

  5. Bila pada pemeriksaan pertama telah ditemukan memiliki resiko ROP maka disarankan untuk mengikuti jadwal berikut:

    • Bayi dengan ROP yang mungkin akan segera berkembang menjadi threshold ROP harus diperiksa minimal setiap minggu termasuk :

      1. Setiap bayi dengan ROP kurang dari threshold di zona I

      2. Bayi dengan ROP di zona 2 termasuk :

        • stadium 3 ROP tanpa kelainan plus
        • stadium 2 ROP dengan kelaian plus
        • stadium 3 ROP dengan kelainan plus tetapi belum terlalu ekstensif untuk dilakukan pembedahan ablasi
    • Bayi dengan ROP yang kurang berat di zona II harus diperiksa tiap 2 minggu. Pada bayi tanpa ROP tetapi dengan vaskularisasi yang belum lengkap di zona I harus diperiksa tiap 1-2 minggu sampai vaskularisasi retina mencapai zona 3 atau terjadi kondisi treshold

    • Jika vaskularisasi di zona 2 belum lengkap tetapi tidak terlihat ROP, pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan interval 2-3 minggu sampai terjadi vaskularisasi hingga zona 3

    • Retina dengan vaskularisasi inkomplit hanya di zona 3 biasanya akan mengalami maturasi.

  6. Bayi dengan derajad penyakit treshold I dengan kelainan plus harus mendapatkan terapi ablasi minimal 1 mata dalam 72 jam setelah diagnosis, umumnya sebelum terjadi pelepasan retina. Stadium 3 ROP dengan vaskularisasi di zona I atau perbatasan zona 1 2 dapat terlihat berbeda dari zona 2 stadium 3 dimana proliferasi yang terjadi terlihat datar (flat) dan elevasi hanya jika ROP menjadi sangat berat. Bila ditemukan kesulitan untuk membedakan antara stadium 2 dan 3pada area posterior maka bayi-bayi yang dicurigai berada pada stadium 3 zona 1 atau perbatasan zona 1-2 dengan kelainan plus harus diperiksa dengan sangat hati-hati untuk menentukan apakah mereka termasuk dalam kelompok treshold atau tidak.

  7. Orang tua bayi dengan ROP harus diberikan penjelasan mengenai perjalanan penyakit dan kemungkinan yang bisa terjadi pada kelainan ini selama pasien dirawat, mulai saat awal diagnosis dan berlanjut sesuai dengan progresivitas penyakit selama dirawat.

  8. Tanggung jawab pemeriksaan dan tindak lanjut bayi dengan resiko ROP harus diputuskan oleh masing-masing neonatal intensive care unit (NICU). Kriteria unit khusus untuk pemeriksaan ROP harus ditetapkan untuk masing-masing NICU melalui konsultasi dan persetujuan antara ahli neonatologi dan ahli mata. Jika rumah sakit memutuskan untuk merujuk maka harus dilakukan sebelum maturasi mencapai zona 3 dan ketersediaan pelayanan di tempat rujukan harus tersedia. Dokter yang merujuk memiliki tanggung jawab untuk membicarakan baik secara lisan maupun tertulis pemeriksaan mata mana yang dibutuhkan dan kebutuhan apa yang diharapkan dari tempat rujukan harus tersedia. Dokter yang menerima rujukan harus memastikan keadaanmata penderita dan melakukan komunikasi dengan dokter yang merujuk sehingga pemeriksaan selanjutnya dapat disesuaikan dengan keadaan pasien. Jika tanggung jawab untuk tindak lanjut diserahkan kepada orang tua maka orang tua harus mengerti bahwa kebutaan dapat terjadi dan pemeriksaan lanjutan penting untuk keberhasilan pengobatan.
    Berbagai kompliksi akibat ROP dapat terjadi, terutama pada ROP dengan fase yang telah lanjut (treshold sampai cicatrical phase). Komplikasi yang dapat terjadi akibat ROP adalah miopia, ambliopia, strabismus, nistagmus, ablasio retina dan glaukoma sudut tertutup. Miopia terjadi pada 80% pasien ROP, strabismus pada sekitar 23-47% pasien, ablasio retina sekitar 3,4% pasien, glaukoma sudut tertutup terjadi sekitar 8% pasien.

Faktor yang menentukan prognosis ROP adalah zona, keberadaan plus desease, stadium ROP, luasnya retina yang terlibat, serta kecepatan atau progresifitas sejak onset sampai threshold disease. Prognosis makin buruk bila ROP ditemukan pada lokasi retina paling posterior (zona I), retina yang terlibat cukup luas, serta stadium yang paling berat. Sebesar 90% ROP stadium 1 dan 2 serta 50% ROP stadium 3 akan mengalami regrsi spontan. Prognosis stadium 4 dan 5 buruk, mengingat tingginya insiden visual problem dan ablasio retina [11].

Terapi yang diberikan pada ROP antara lain dapat berupa cryotherapy, terapi laser, perlengketan kembali retina dan suplemen oksigen. Cryotherapy menurunkan 50% risiko kehilangan penglihatan berat, walaupun bayi ini tidak akan memiliki penglihatan normal. Terapi laser merupakan terapi untuk ROP yang banyak digunakan di berbagai pusat pengobatan. Laser terapi sulit dilakukan jika terdapat perdarahan vitreus yang menutupi pembuluh darah retina. Jika hal ini terjadi cryotherapy merupakan pilihan. Perlengketan kembali retina merupakan prosedur dengan hasil yang terbatas. Keberhasilan anatomi 53,3% pada fase awal postoperatif, tapi kemudian turun 33,3% dengan keberhasilan fungsional 20% pada follow up. Pemberian suplemen oksigen pada suatu penelitian uji klinis pada bayi dengan prethreshold ROP akan menurunkan progresifitasnya untuk menjadi threshold ROP [11].

Referensi
  1. Gomella T. Neonatology management procedures on-call problems,diseases, and drugs.Edisi ke-6. New York: Lange medical books/McGraw Hill. 2007
  2. American Academy of Pediatric. Screening examination of premature infants for retinopaty of prematurity. Pediaticsr 2006:117(2): 572-576
  3. Bizzaro MJ, Hussain N, Jonsson B, Feng R, Ment LR : Genetic susceptibility to Retinopathy of Prematuriy, Pediatrics 2006; 118;1858-1863
  4. British Associatio of Perinatal Medicine. Retinopathy of prematurity: Guideline for screening and treatment. 2005.
  5. Bashour M. Retinopathy of prematurity.www.emedicine.com.2006.
  6. Palmer EA, Patz A, Phelps DL, Spencer R. Retinopathy of prematurity, in Ryan sj, Schachat AP, Hengs TC, editor, Retina 3nd ed. Vol 2. st Louis: Mosby. 2001;1472-99
  7. Fielder AR, Posner EJ. Neonatal ophthalmology, in Rennie JM editor, Roberton’s Textbook of neonatology 4th ed.Elsevier Churchill Livingstone. 2005. 843-47
  8. Martin RJ, Sosento I, Bancalari E. Respiratory problem, in Klaus MH, Fanaroff AA, editor, Care of high-risk neonate 5th ed.WB Saunders Company. 2001.243-47
  9. Wheatley CM, Dickinson JL, Mackey DA, Craig JE, Sale MM. Retinophaty of prematurity: recent advances in our understanding. Archives of disease in Childhood Fetal and Neonatal Edition. 2002: 87:F78-F82
  10. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity Cooperative Group. The incidence and course of retinopathy of prematurity: findings from the Early Treatment for Retinopathy of Prematurity study. Pediatrics 2005:116:15-23
  11. Zupancic JAF, Stewart JE. Auditory and ophthalmologic problem: Retinophaty of prematurity in Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR editor, Manual of Neonatal Care 5th ed . Lipincot Williams&Wilkins, Philadelphia. 2004. 677-83