Apa yang dimaksud dengan Responsibility to Protect?

image

Responsibility to Protect ini merupakan respon PBB terkait dengan keabsahan dari konsep humanitarian intervention .

Apa yang dimaksud dengan Responsibility to Protect?

Terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia serta keabsahan dari humanitarian intervention PBB di tahun 2001, PBB mengeluarkan laporan yang diberi judul Responsibility to Protect (R2P). Responsibility to Protect ini merupakan respon PBB terkait dengan keabsahan dari konsep humanitarian intervention . Responsibility to Protect merupakan pendekatan baru yang dimunculkan PBB untuk menjembatani konsep humanitarian intervention yang dianggap oleh beberapa teori dalam hubungan internasional bertentangan dengan konsep kedaulatan negara serta non-intervention. Responsibility to Protect sendiri memiliki 2 prinsip dasar (dikutip dari Report of The International Commission on Intervention and State Sovereignty , 2001) :

  1. State sovereignty implies responsibility, and the primary responsibility for the protection of its people lies with the state itself (kedaulatan negara merujuk pada tanggungjawab, dan tanggungjawab utama untuk melindungi rakyatnya ada ditangan negara itu sendiri)

  2. Where a population is suffering serious harm, as a result of internal war, insurgency, repression or state failure, and the state in question is unwilling or unable to halt or avert it, the principle of non-intervention yields to the international responsibility to protect (ketika penduduk mengalami penderitaan yang membahayakan, sebagai akibat dari perang, pemberontakan, represi atau kegagalan negara, dan negara yang bersangkutan tidak mampu untuk menghentikan atau mencegah hal buruk tersebut, maka prinsip non intervensi berubah menjadi tanggung jawab dunia internasional).

Selain prinsip dasar Responsibility to Protect (R2P) terdapat tiga spesifikasi dari tanggung jawab PBB terhadap situasi yang disebutkan di atas (dikutip dari Report of The International Commission on Intervention and State Sovereignty , 2001). Pertama , the responsibility to prevent yaitu untuk mengatasi kedua penyebab yaitu akar penyebab dan penyebab langsung dari suatu peristiwa yang membahayakan keselamatan individu seperti konflik, pemberontakan atau bencana alam. Kedua , the responsibility to react yaitu merespon situasi yang membahayakan manusia dengan langkah tepat seperti memberi sanksi, penuntutan internasional atau tindakan yang lebih ekstrim adalah dunia internasional melakukan intervensi militer ke negara yang tidak mampu bertanggung jawab terhadap rakyatnya sendiri. Ketiga, the responsibility to rebuild yaitu menyediakan bantuan penuh (terutama setelah terjadi intervensi militer) mulai dari pemulihan, rekonstruksi dan rekonsiliasi.

Menurut Evans (2006) yang mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan bahwa pada dasarnya Responsibility to Protect dibuat untuk menjembatani dan menjadi solusi dari pertentangan antara konsep humanitarian intervention dengan konsep kedaulatan dan non intervention . Dalam Responsibility to Protect sendiri dilegalkan adanya intervensi militer yang di dalam konsep kedaulatan negara dan non-intervention tidak berlaku. Meski demikian berlakunya intervensi militer dalam Responsibility to Protect hanya berlaku pada kasus tertentu dan hanya berlaku dalam keadaan yang genting saja. Inti dari Responsibility to Protect adalah tanggung jawab dunia internasional terhadap nasib individu dalam suatu negara yang mana negaranya tidak mampu memberi perlindungan terhadap rakyatnya.

Responsibility to Protect sendiri dicetuskan pada tahun 2000 oleh Sekretaris Jenderal PBB ketika itu, Koffi Anan untuk merespon situasi konflik dan kegagalan negara-negara dunia ketiga seperti kasus Rwanda 1994, Bosnia 1995 serta Kosovo 1999, sama seperti perkembangan humanitarian intervention yang diikuti oleh terjadinya beragam konflik di dunia (dikutip dari Report of The International Commission on Intervention and State Sovereignty , 2001).

Secara umum dapat dipahami bahwa Responsibility to Protect (R2P) adalah suatu norma atau prinsip yang didasarkan pada pemahaman bahwa kedaulatan bukanlah suatu hak (priviledge) tapi merupakan suatu tanggung jawab ( responsibility ) atau dengan kata lain ‘ sovereignty as responsibility’ . Hal ini berarti bahwa R2P lebih mengutamakan kewajiban Negara, baik secara nasional maupun sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam melindungi setiap individu yang berada dibawahnya.

Dapat dipahami bahwa, Responsibility to Protect adalah sebuah prinsip di dalam hubungan internasional yang bertujuan untuk mencegah pemusnahan masal, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap Negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) rakyatnya dari empat jenis kejahatan tersebut.

Sejarah Responsibility to Protect (R2P)

Doktrin Responsibility to Prot ect (R2P) pertama kali digagas oleh The International Commission on Intervention and State Sovereignty (ICISS) pada tahun 2001 dalam laporannya tentang “The Responsibility to Protect” 74. Prinsip mendasar dari R2P adalah bahwa kedaulatan Negara mengindikasikan sebuah kewajiban (sovereign as responsibility) yaitu kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari kejahatan massal, penindasan, kejahatan kemanusiaan atau genosida.

Dan jika Negara tersebut tidak mau atau tidak mampu menghentikannya maka prinsip non-intervensi tidak dapat digunakan sebagai tameng untuk melaksanakan konsep R2P. Artinya, jika Negara gagal untuk melindungi populasinya dari kejahatan massal maka tanggung jawab tersebut beralih kepada masyarakat internasional yang dalam doktrin ini memungkinkan untuk melakukan intervensi militer untuk tujuan kemanusiaan ( humanitarian intervention ).

Semenjak 2001, frasa Responsibility to Protect ini semakin dikenal dan pahamnya semakin meluas di Negara- Negara. Munculnya suatu paham baru tentu menimbulkan pro dan kontra dalam men-implementasikannya. Terdapat NegaraNegara yang menolak, mendorong atau bersikap skeptic terhadap perkembangan paham ini, Negara- Negara itu diantara lain India, China, Brazil, Rusia, dan South Africa (Afrika Selatan) yang mungkin tidak mau mendukung perkembangan R2P di masa mendatang.

Tetapi ada pula Negara- Negara yang mendukung paham ini, diantaranya Bosnia, Herzegovina, Colombia, Prancis, Gabon, Jerman, NegaraNegara yang bergabung pada United Kingdom (termasuk didalamnya Inggris sebelum memutuskan untuk hengkang pada 2018) dan Amerika Serikat.

Responsibility to Protect Secara terminology

Secara terminology, Responsibility to Protect dikenal sebagai konsep, prinsip, dan norma. Setiap kata memiliki makna yang berbeda bersangkutan dengan R2P. Maka dari itu, harus diklarifikasi mengenai setiap makna tersebut dan mengapa kelompok yang bersangkutan memakai makna tersebut.

1. Responsibility to Protect sebagai konsep

Sebagian besar pemerintahan, baik yang mendukung maupun yang mengkritik R2P, memahami R2P adalah sebuah konsep. Berasal dari bahasa Latin conceptus yang berarti dipahami ( conceived dalam Bahasa Inggris). Kata concept sendiri mengacu pada ide yang abstrak ( abstract idea ).

2. Responsibility to Protect sebagai prinsip

Terkadang, R2P dijelaskan sebagai prinsip. Suatu prinsip umumnya dipahami sebagai kebenaran mendasar atau proposisi yang berfungsi sebagai dasar bagi keyakinan yang mengarah pada tindakan. Memberi label R2P adlaah prinsip bukan konsep berarti memahami bahwa R2P telah memperoleh status pemahaman bersama dan bahwa ada konsesus yang mencukupi untuk memungkinkan berfungsi sebagai landasan untuk bertindak.

3. Responsibility to Protect sebagai norma

Kelompok akademisi lebih memilih untuk memahami bahwa R2P adalah sebuah norma. Sesuatu yang dipahami secara bersama ( collective understanding ) mengenai suatu yang pantas dilakukan dalam lingkungannya. Biasanya para akademisi tidak memperdebatkan mengenai R2P sebagai konsep atau sebagai prinsip, tetapi mengenai R2P adalah suatu norma baru yang sedang berkembang ( emergent norm ) atau suatu norma yang telah ada ( embedded norm ).