Apa Yang Dimaksud Dengan Religiusitas?

Religiusitas

Orang-orang yang taat pada agama sering disebut orang yang religius. Namun berbeda lagi dengan religiusitas. Apa yang dimaksud dengan religiusitas?

Beberapa pengertian religiusitas menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Menurut Syafaat, Sahrani dan Muslih (2008)

Agama (religi) merupakan norma-norma abadi yang mengerti kehidupan manusia.

Menurut Siswanto (2007)

Agama adalah yang menentukan norma-norma hidup dan norma-norma etika. Sedangkan religiusitas adalah sikap keagamaan yaitu suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama.

Menurut Mangunwidjaja,

Agama dan religiusitas merupakan kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi karena keduanya merupakan konsekuensi logis manusia yang diibaratkan selalu mempunyai dua kutub, yaitu kehidupan pribadi dan kebersamaan ditengah masyarakat.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Glock dan Stark yang memahami religiusitas sebagai percaya terhadap ajaran-ajaran agama tertentu dan dampak dari ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat (2009).

Menurut Nasution (2008),

Kata religi berasal dari bahasa latin yaitu religare yang berarti mengikat. Agama (religi) mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.

Menurut Glock dan Stark (2005)

Agama atau religiusitas adalah sistem simbol, sis em keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (utimate meaning).

Kata religiusitas merupakan kata kerja dari religion (agama). Istilah religiusitas sendiri berasal dari kata religiousity yang berarti keahlian atau besarnya kepatuhan dan pengabdian terhadap agama (Peter Salim, 1991). Adapun kata “agama”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) adalah kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Pada masyarakat Indonesia pengertian yang mengacu kepada definisi agama, tampaknya masih belum terpola secara baku setidak-tidaknya ada tiga istilah yang dikenal, yaitu din, agama, dan religi. Ketiga istilah ini menyatu dalam pengertian agama yang dapat dipahami sebagai ajaran yang menyangkut kepercayaan dan keyakinan yang dianut (Mochtar, 1994). Namun Paul Ricour (Rumadi, 2006) menyatakan konsep agama adalah kebebasan dalam mengekspresikan iman yang dapat diletakkan dalam konteks antropologi dan psikologi, meskipun iman bukan semata-mata problem antropologi dan psikologi.

Untuk memberi gambaran pemahaman mengenai maksud dari makna agama— karena batasan secara istilah mengenai makna agama para ahli belum memiliki kata sepakat dalam merumuskannya. Harun Nasution menjelaskan bahwa intisarinya adalah ikatan. Oleh karenanya agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia (Jalaluddin, 2004).

Sedangkan menurut Glork dan Stark (dalam Ancok, 1994) religiusitas memiliki lima dimensi yaitu religious belief (dimensi ideologi), religious pracitce (dimensi praktik agama), religious feeling (dimensi pengalaman)¸ religious knowledge (dimensi pengetahuan), dan religious effect (dimensi konsekuensi).

Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi , religion (Inggris), religie (Belanda) religio (Latin) dan dien (Arab). Menurut Driyarkara (2006) kata “religi” berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya religare yang berarti mengikat.

Maksudnya adalah suatu kewajiban-kewajiban atau atauran-aturan yang harus dilaksanakan, yang kesemuanya itu berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia, serta alam sekitarnya.

Mangunwijaya (1982) membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal, yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati. Namun, Mangunwijaya juga menyatakan agama dan religiusitas merupakan kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi, karena keduanya merupakan konsekuensi logis kehidupan manusia yang diibaratkan selalu mempunyai dua kutub yaitu kehidupan pribadi dan kutub kebersamaannya di tengah masyarakat.

Jadi makna religiusitas muncul tak lepas dari konsep religion (agama) itu sendiri. Agama selalu dihubungkan dengan keyakinan mengenai Tuhan dan bagaimana seorang manusia bergantung pada Tuhan dan menjalankan kewajiban-kewajiban yang Tuhan perintahkan. Sebab dengan keimanan dan ketakwaan yang diberikan untuk menjelaskan religiusitas, umat dari berbagai agama, bisa sama berimannya, meskupin agamanya berbeda.

Pengertian religiusitas perlu diperhatikan ke dalam beberapa tahapan. Di antaranya, religiusitas dekat dengan konsep spiritualitas. Spiritualitas dianggap sebagai sebuah bentuk religiusitas personal. Dalam pandangan James (2004), religiusitas ialah pengalaman mistis (mystical experience) mengenai objek-objek yang abstrak (the reality of unsen) seperti Tuhan. Kekuatan agama terletak pada nuansa spiritual yang dimiliki oleh manusia. Walaupun mungkin tidak harus memperlihatkan simbol agama secara formal, spirutualitas dapat diperlihatkan dan dimunculkan oleh individu-individu yang memilikinya.

Beberapa ahli menganggap bahwa diri manusia terdapat suatu instink atau naluri yang disebut sebagai naluri beragama (religious instink) , yaitu suatu naluri untuk meyakini dan mengadakan penyembahan terhadap suatu kekuatan di luar diri manusia. Naluri inilah yang mendorong manusia untuk mengadakan kegiatan-kegiatan religius. Daradjat mengemukakan istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience).

  • Kesadaran agama merupakan segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi, atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama.
  • Pengalaman agama adalah unsur perasaaan dalam kesadaran agama, yaitu perasaaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Apapun istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menyebut aspek religius di dalam diri manusia, kesemuanya menunjuk kepada suatu fakta bahwa kegiatan-kegiatan religius itu memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa makna religiusitas pada dasarnya ialah sebuah keadaan untuk menjelaskan kondisi religius dan nuansa spirutual seseorang.

Konsep tersebut mencoba melihat keberagamaan seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tapi mencoba memperhatikan segala dimensi. Keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam ibadah rtual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula (Ancok, 1994).

Religiusitas adalah suatu gambaran keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku (baik tingkah laku yang tampak maupun tak tampak), bersikap, dan bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.

Ancok dan Suroso (1995) mengemukakan bahwa keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural, bukan hanya aktivitas yang tampak dan dapat dilihat tetapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi pada hati seseorang.

Karakteristik Individu yang Memiliki Religiusitas

Ancok dan Suroso menjelaskan karakteristik individu yang memiliki religiusitas berdasarkan dimensi religiusitas yang dikemukakan oleh Glock dan Stark yang memiliki kesesuaian dengan islam, yaitu:

  1. Memiliki ciri utama berupa keyakinan (aqidah) yang kuat. Aqidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari pembalasan dan qadha dan qadhar).

  2. Mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan diajarkan oleh agamanya.

  3. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan disesuaikan dan dimotivasi oleh ajaranajaran agamanya seperti suka menolong, bekerjasama, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, memaafkan, mematuhi norma-norma islam dalam perilaku seksual dan sebagainya.

  4. Mengetahui dan memahami hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi terhadap ajaran agamanya, seperti mengetahui tentang isi Al-quran, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam, Sejarah Islam dan sebagainya.

  5. Merasakan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Allah, seperti merasakan bahwa doanya dikabulkan Allah, merasakan ketentraman karena menuhankan Allah, tersentuh atau bergetar ketika menderang asma-asma Allah (seperti suara adzan dan alunan ayat-ayat suci Al-Quran) dan perasaan syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah.

Hawari (dalam Sutoyo 2009) menyebutkan ciri seseorang yang memiliki religiuistas tinggi yaitu:

  1. Merasa resah dan gelisah manakala tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan Allah atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh-Nya.

  2. Selalu merasa bahwa segala tingkah laku dan ucapannya ada yang mengontrol.

  3. Melakukan pengamalan agama seperti yang dicontohkan oleh para Nabi, karena hal tersebut dapat memberikan rasa tenang dan terlindungi bagi pemeluknya.

  4. Memiliki jiwa yang sehat sehingga mampu membedakan mana yang baik dan buruk bagi dirinya.

  5. Selalu melakukan aktivitas-aktivitas positif dalam kehidupannya, walaupun aktivitas tersebut tidak mendatangkan keuntungan materi dalam kehidupan dunianya.

  6. Memiliki kesadaran bahwa ada batas-batas maksimal yang tidak mungkin dicapainya, karena ia menyadari bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan

Dimensi Religiusitas

Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso 1995) membagi dimensi atau aspek religiusitas menjadi lima, kelima aspek atau dimensi tersebut yaitu :

1. Dimensi keyakinan

Yaitu dimensi yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

2. Dimensi praktik agama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

3. Dimensi pengalaman

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural).

4. Dimensi pengetahuan agama

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.

5. Dimensi pengamalan atau konsekuensi

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan disini.

Pengertian Religiusitas

Harun nasution membedakan pengertian religiusitas berdasarkan asal kata, yaitu al-din , religi (relegere, religare) dan agama. Al-din berarti undangundang hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, tunduk, patuh. Sedangkan dari kata religi berarti mengumpulkan atau membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Religiusitas berarti menunjukkan aspek religi yang telah dihayati individu dalam hati, diartikan seberapa jauh pengetahuan seberapa kokoh keyakinan, dan seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta penghayatan atas agama yang dianutnya dalam bentuk sosial dan aktivitas yang merupakan perwujudan beribadah.

Menurut Vorgote berpendapat bahwa setiap sikap religiusitas diartikan sebagai perilaku yang tahu dan mau dengan sadar menerima dan menyetujui gambar-gambar yang diwariskan kepadanya oleh masyarakat dan yang dijadikan miliknya sendiri, berdasarkan iman, kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Menurut Muhammad Thaib Thohir Religiusitas merupakan dorongan jiwa seseorang yang mempunyai akal, dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut guna mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Sedangkan menurut Zakiyah Darajat dalam psikologi agama dapat difahami religiusitas merupakan sebuah perasaan, pikiran dan motivasi yang mendorong terjadinya perilaku beragama.

Religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam. Religiusitas sebagai keberagamaan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Dapat diartikan, bahwa pengertian religiusitas adalah seberapa mampu individu melaksanakan aspek keyakinan agama dalam kehidupan beribadah dan kehidupan sosial lainnya. Usaha untuk memperoleh pengetahuan terhadap segi batiniah, pengalaman keagamaan, dimana dan kapan ia dapat terjadi memerlukan teori pendekatan. Berbagai hal individu dan kelompok, beserta dinamika yang ada harus pula diteliti. Religiusitas dapat disebut juga tingkah laku seseorang dalam mengaplikasikan apa yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari.

Dapat disimpulkan bahwa religiusitas diartikan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Fungsi aktif dari adanya religiusitas dalam kehidupan manusia yaitu:

a. Fungsi Edukatif

Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.

b. Fungsi Penyelamat

Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu alam dunia dan akhirat.

c. Fungsi Perdamaian

Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui pemahaman agama.

d. Fungsi Pengawasan Sosial

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.

e. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas

Para penganut agama yang secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.

f. Fungsi Transformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan manusia seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya.

Referensi

http://eprints.walisongo.ac.id/7352/3/BAB%20II.pdf

Glock dan Stark (dalam Jalaluddin, 2016) menyatakan, bahwa religiusitas adalah tingkat penghayatan individu dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan yang mencakup dimensi keyakinan (ideologi), praktik agama (ritualistik), pengalaman (eksperiensial), pengetahuan (intelektual) dan pengamalan (konsekuensial). Kelima dimensi tersebut saling berhubungan, saling terkait, serta saling menentukan dalam membentuk religiusitas.

Nurcholish Madjid (dalam Jalaluddin, 2016) meyatakan, bahwa religiusitas adalah tingkah laku yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaannya kepada kegaiban atau alam gaib, yaitu kenyataan-kenyataan yang supra-empiris. Ia meletakan sesuatu yang empiris sebagai mana layaknya, tetapi ia meletakkan nilai sesuatu yang empiris di bawah supra-empiris.

Ancok dan Suroso (dalam Purwadi, 2007) mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika individu melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang mutlak. Adanya ketakutan-ketakutan akan ancaman dari lingkungan alam sekitar serta keyakinan manusia tentang segala keterbatasan dan kelemahannya.

Menurut Glock dan Stark (dalam Jalaluddin, 2016) religiusitas terdiri dari lima macam dimensi , yaitu:

  1. Dimensi keyakinan (ideologi) menunjukkan tingkat keyakinan atau keimanan individu terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi juga seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.

  2. Dimensi praktik agama (ritualistik) mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan individu untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik agama ini terdiri dari ritual dan ketaatan. Ritual mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik-praktik suci yang dilakuakn para pemeluknya. Sedangkan ketaatan dan ritual bagaikan ikan dalam air.

  3. Dimensi pengalaman ( eksperiensial ) berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami individu atau didefenisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) terhadap komunikasinya terhadap Tuhan.

  4. Dimensi pengetahuan (intelektual) menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman individu terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya. e. Dimensi pengamalan (konsekuensial) mengacu pada identifikasi dari akibat-akibat keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan individu dari hari ke hari seperti perilaku individu yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh individu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku hidupnya sehari-hari.

Pengertian Religiusitas

Harun nasution membedakan pengertian religiusitas berdasarkan asal kata, yaitu al-din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-din berarti undangundang hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, tunduk, patuh. Sedangkan dari kata religi berarti mengumpulkan atau membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Religiusitas berarti menunjukkan aspek religi yang telah dihayati individu dalam hati, diartikan seberapa jauh pengetahuan seberapa kokoh keyakinan, dan seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta penghayatan atas agama yang dianutnya dalam bentuk sosial dan aktivitas yang merupakan perwujudan beribadah.

Menurut Vorgote berpendapat bahwa setiap sikap religiusitas diartikan sebagai perilaku yang tahu dan mau dengan sadar menerima dan menyetujui gambar-gambar yang diwariskan kepadanya oleh masyarakat dan yang dijadikan miliknya sendiri, berdasarkan iman, kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku seharihari.

Menurut Muhammad Thaib Thohir Religiusitas merupakan dorongan jiwa seseorang yang mempunyai akal, dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut guna mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Sedangkan menurut Zakiyah Darajat dalam psikologi agama dapat difahami religiusitas merupakan sebuah perasaan, pikiran dan motivasi yang mendorong terjadinya perilaku beragama.

Religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam. 4 Religiusitas sebagai keberagamaan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Dapat diartikan, bahwa pengertian religiusitas adalah seberapa mampu individu melaksanakan aspek keyakinan agama dalam kehidupan beribadah dan kehidupan sosial lainnya.

Usaha untuk memperoleh pengetahuan terhadap segi batiniah, pengalaman keagamaan, dimana dan kapan ia dapat terjadi memerlukan teori pendekatan. Berbagai hal individu dan kelompok, beserta dinamika yang ada harus pula diteliti. Religiusitas dapat disebut juga tingkah laku seseorang dalam mengaplikasikan apa yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari.

Dapat disimpulkan bahwa religiusitas diartikan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Fungsi aktif dari adanya religiusitas dalam kehidupan manusia yaitu:

a. Fungi Edukatif Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.

b. Fungsi Penyelamat Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu alam dunia dan akhirat.

c. Fungsi Perdamaian Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui pemahaman agama.

d. Fungsi Pengawasan Sosial Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.

e. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas Para penganut agama yang secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.

f. Fungsi Transformatif Ajaran agama dapat mengubah kehidupan manusia seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya.

Referensi

http://eprints.walisongo.ac.id/7352/3/BAB%20II.pdf