Apa yang dimaksud dengan Psikologi Transpersonal?

Psikologi Transpersonal

Psikologi Transpersonal adalah suatu studi terhadap potensi tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan antara spiritual dan transenden

Apa yang dimaksud dengan Psikologi Transpersonal ?

1 Like

Psikologi transpersonal adalah nama yang diberikan kepada kekuatan yang baru timbul dalam bidang psikologi, dibentuk oleh sejumlah psikolog, ahli-ahli pria dan wanita dari bidang lain yang mempunyai perhatian terhadap kemampuan-kemampuan dan kesanggupan-kesanggupan tertinggi manusia yang selama ini tidak dipelajari secara sistematis oleh psikologi perilaku atau teori-teori psikoanalisis yang klasik maupun yang oleh psikologi humanistik.

Psikologi transpersonal secara khusus memberikan perhatian kepada studi ilmiah yang empiris dan kepada implementasi yang bertanggung jawab dari penemuan-penemuan yang relevan bagi pengaktualisasian diri, transendentasi diri, kesadaran kosmis, fenomena-fenomena transendental yang terjadi pada (atau dialami oleh) perorangan-perorangan atau sekelompok orang.

Pandangan Psikologi Transpersonal tentang Manusia


Obyek psikologi pada garis besarnya hanya seputar psikofisik manusia, psikokognitif dan psikohumanistik manusia. Kecenderungan penggalian terhadap dimensi transpersonal dari pribadi yang “terdalam” dalam diri manusia kurang atau bahkan tidak mendapat porsi dalam kajian psikologi pada
umumnya.

Pada tahun 80-an mengenal secara popular istilah EQ (Emotional Question). Dan pada decade 2000 muncul istilah SQ (Spiritual Question) yang dikenalkan oleh Ramachandran dan Ian Marshal (Agustian, 2003). Psikologi transpersonal sebenarnya ingin melihat potensi manusia secara utuh, menyeluruh dan menggali potensi manusia yang terdalam, salah satunya adalah Spiritual Question (SQ).

Penggalian dan pengembangan manusia secara utuh sebagai pribadi, dalam segala dimensi dan kompleksitasnya. Jangan hanya pertumbuhan sebagai realisasi yang terfokus pada yang simpel tentang aspek fisik/emosi atau intelektual dari pribadi dengan meninggalkan lebih banyak alam ke-dalam-an yang tak tergali, dan karenanya tak terealisasikan.

Gambar dibawah ini menggambarkan sebuah pandangan multi dimensi dari kemanusiaan, sebagai pandangan manusia menurut psikologi transpersonal

Tingkat Kesadaran dan Fungsi Manusia
Gambar Tingkat Kesadaran dan Fungsi Manusia

Dalam gambar diatas lingkaran 1 mewakili dimensi fisik dari energi manusia, lingkaran 2 emosi, lingkaran 3 intelektual, lingkaran 1,2 dan 3 mewakili kekuatan mental dari manusia.

Lingkaran 4 mewakili integrasi dari 1,2, dan 3 dalam proses fungsi harmonisasi dari tingkat pribadi. Lingkaran 5 mewakili dimensi instuisi, yang samar-samar, pengalaman cepat dari persepsi trans-sensasi, mulai datang ke kesadaran

Lingkaran 6 kemudian mewakili dimensi psikis-spiritual, sebagai pengalaman individu yang jelas tentang dirinya. Yang melebihi kesadaran sensasi, dan secara serempak merealisasikan integrasi dengan lapangan energi yang lebih luas, seperti kemanusiaan.

Lingkaran 7 mewakili cara pribadi merasakan pengalaman yang tertinggi, penyatuan mistik, pencerahan diri melebihi dan bergabung dengan semuanya pada tingkat tujuh yang disebutkan ada tingkat yang lebih jauh menyatukan pribadi dari segala dimensi yang dialami secara serempak.

Melewati ketujuh tingkat atau lapisan yang disebutkan itu, dikatakatannya ada lagi tingkat pengembangan potensial dimana semua tingkat atau lapis dihayati secara simultan, maka terjadilah pengintregasian antara yang personal dengan yang transpersonal

Dengan demikian spektrum / dimensi komponen kesadaran manusia tidak terbatas hanya psiko-fisik, psiko-kognitif dan psikohumanis, namun ada dimensi yang lebih dalam dari sekedar itu semua, yaitu kesadaran batin, dimensi mistis manusia dan atau lebih terkenalnya sebagai dimensi spiritual kesadaran manusia.

Obyek Kajian Psikologi Transpersonal


Obyek kajian psikologi transpersonal berbeda sama sekali dengan obyek kajian psikologi humanistik, apalagi psikologi behaviorisme dan psikoanalisis.

Psikoanalisis obyek kajiannya adalah psikofisik manusia.

Libido seksual adalah pusat kajian dan motivasi utama penggerak manusia.

Freud telah berhasil mengungkap kerja fisis manusia, dimana senjata dari kerja fisis manusia adalah ”Libido”, dan inilah salah satu sumbangan terbesar Freud dalam bidang psikologi. Adapun kesalahan terbesar Freud (Badri, 200) adalah menjadikan Libido adalah segalanya, sebagai sumber nilai manusia dan motivasi utama manusia dalam menggerakan diri dengan segala aspeknya.

Psikologi Behavioristik (Badri, 2000) hanya mengakui fenomena psikis manusia dimana hanya yang empiristik saja sifatnya. Fenomena kesadaran apalagi kesadaran spiritual adalah hal yang sangat ditentang oleh psikologi behavioristik, menjadikan manusia tak ubahnya sebagai seonggok daging yang kerjanya ditentukan oleh stimulus dari luar.

Oleh karenanya, manusia kehilangan spiritualnya, dan karenanya pula manusia sangat kering jiwanya yang dalam tahapan tertentu sudah kehilangan jiwa dan ruh yang tinggi yang mengilhami eksistensi dirinya.

Psikologi Humanistik kadang terjebak pada kerja-kerja humanistik-kognitif, belum mengungkap potensi terdalam manusia.

Sedangkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat antara lain sebagai berikut :

  1. Keadaan-keadaan kesadaran
  2. Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
  3. Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
  4. Transendensi dan
  5. Spiritual

Tabel Diskripsi Tingkat Kesadaran Manusia
Diskripsi Tingkat Kesadaran Manusia

Penelitian-penelitian Psikologi Transpersonal


Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan psikologi transpersonal antara lain :

1. Carol S. Dweck (Columbia University) dan Chi-Yue Chiu (Honkong University)

Ada hubungan antara keyakinan moral dengan tugas dan ada hubungan antara keyakinan moral dengan moral sosialnya.

2. Kenneth J. Batcheldor,1994 ( Journal of the American society for Psychical reasearch)

Sebenarnya prinsip-prinsip kreatif yang universal dihasilkan dari fenomena yang paranormal, yang terjadi dalam suasana yang tak bisa dirasionalkan.

3. William G. Brand ( Institute of Transpersonal Psychology Palo Alto CA)

Psikologi transpersonal itu berguna untuk bisa melihat sesuatu yang dibalik pola dan pendekatan yang ada/nampak, dan untuk mengenal lawan dan pasangan dari setiap benda. (1994)

4. Charles McCreery dkk. 1995

Charles McCreery meneliti tentang OBE (Out of Body Experiences) dan kepribadian yang menyatakan bahwa persepsi dan bayangan pengalaman itu merupakan positif atau happy schizoty personality. Penelitian serupa pernah dilakaukan terrhadap orang-orang yang pernah mengalami NDE (Near Death Experiences)

5. Allen E. Bergin , 1980, Psychotherapy and religious Values, ( dalam Journal of Consulting and clinical psychology vol. 48,No.1 1980, 95-105)

Menyatakan bahwa ada kecenderungan yang semakin meningkat dalam bidang psikologi dan psikoterapi pada khususnya, terutama kesadaran tentang pentingnya peranan religius dalam keberhasilan suatu terapi

6. Menurut Budisme Zen

Kerja bagi mereka tidak sekedar aktivitas ekonomi melainkan juga amal soleh secara Zen, begitu juga kata Max Weber ( Jurnal ilmu dan kebudayaan ; UlQU 1989; No.2 39-43)

7. Alejandro Parra, dalam Transpersonal psychology in Argentina : Brief History and Future Possibilities

Mengemukakan bahwa dilihat dari perkembangannya para psikologi yang merupakan bagian dari psikolog yang banyak berkecimpung dalam psikologi transpersonal di Argentina mengalami perkembangan yang pesat. Ini menandakan bahwa psikologi transpersonal merupakan salah satu pendekatan dari psikologi yang banyak diminati dan cukup mendapat respon dari masyarakat. Ia membagai perkembangan psikologi transpersonal di Argentina dalam empat katagori yang lengkap dengan tahunnya yaitu :

  • Tahap perkembangan Spiritual (dari tahun 1870 - 1896)
  • Tahap perkembangan Mesmerisme (1896 - 1924)
  • Tahap perkembangan Metapsychic (1924 - 1953)
  • Tahap perkembangan Rhinean Parapsuchology (1953 - sekarang)

8. Budhy Munawar-Rachman

Dalam “arah baru Psikologi” menyatakan adanya Truth, Beaty and Perfection yang melingkupi jiwa manusia sejalan dengan “basic need grafitication” “yang paling tinggi dari kebutuhan dasar manusia semakin diakui.

Psikologi transpersonal banyak berkembang di timur tapi diungkap di barat, sekarang banyak mendapat pengakuan di barat.

Sumber : Mujidin, Garis besar psikologi transpersonal: Pandangan tentang manusia dan metode penggalian transpersonal serta aplikasinya dalam dunia pendidikan

Transpersonal psychology (psikologi transpersonal) adalah istilah yang digunakan dalam mazhab psikologi yang digagas oleh, terutama, para psikolog maupun ilmuwan dalam bidang lainnya yang menekankan penjelasan tentang kemampuan dan potensi puncak manusia di mana istilah ini secara sistematis tidak memiliki tempat dalam teori positivistik atau behavioristik (mazhab pertama), psikoanalisa klasik (mazhab kedua), maupun psikologi humanistik (mazhab ketiga).

Menurut Anthoni Sutich, sebagaimana dikutip oleh Charles T. Tart, bahwa kemunculan psikologi transpersonal secara khusus bertitik tolak pada kajian empiris terhadap fenomena perkembangan jiwa manusia yang menghasilkan teori-teori spesifik, antara lain: meta-need, nilai-nilai puncak, unitive consciousness, pengalaman puncak, b-values, pengalaman mistik, aktualisasi diri, transendensi diri, esensi kesatuan wujud, dan lain-lain. Secara definitif teori-teori ini dipahami beragam oleh berbagai kalangan di mana ada yang memahaminya sebagai sesuatu yang bersifat alamiah, bersifat ketuhanan, supranatural, dan berbagai kategori lainnya.

Aliran ini secara tidak langsung telah meng-counter aliran sebelumnya yang cenderung menafikan hal-hal yang bersifat supra natural dan adikodrati. Selanjutnya, aliran ini juga menjadi wacana baru dalam dunia psikologi. Munculnya psikologi transpersonal berawal dari kesadaran para psikolog akan problem-problem kemanusiaan yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga kehancuran peradaban, serta hal-hal lain yang belum terjawab oleh teori-teori sebelumnya.

Spiritualitas sebagai pengalaman dasar kemanusiaan dalam hubungannya dengan hal-hal seperti Tuhan, ketinggian kodrat, cinta, tujuan dan idealitas, secara nyata gagal diurai oleh rasionalitas yang tercerahkan (enlightened rationalism) yang telah sukses dalam pengembangan sains dan teknologi (physical science), namun gagal dalam menyelesaikan problem-problem psikologis.

Kegagalan pengetahuan dan teknologi dalam mengurai persoalan kemanusiaan saat ini bukan berarti menunjukkan ketidakmampuannya menjangkau problem kemanusiaan yang ada, namun karena pendekatan yang digunakan tidak dapat menjangkau persoalan tersebut. Kehadiran psikologi transpersonal yang juga disebut psikologi spiritual diharapkan bisa menjadi jembatan yang menghubungkan antara rasionalitas ilmu pengetahuan dengan pengalaman spiritual manusia.

Bahkan kajian ilmu ini sendiri adalah bertitik tolak dari kekayaan pengalaman spiritual manusia, sebagaimana diungkapkan sendiri oleh Charles T. Tart:

The creation of this transpersonal psychology is long-term undertaking. Unfortunatelly, however, we do not start from a total lack of obbservations and conceptualization, but from a very rich heritage of spiritual traditions and disciplines although they are unknown to most Westerners, which i shall call psychologies in this volume, have grappled with vital human problem for many centuries. If we use them as sources of inspiration, neither embrancing them uncritically nor rejecting them unthinkingly, we shall have a good head start on developing our own indigenous transpersonal psychologies.

Dengan demikian, spiritualitas bukan lagi sebagai kajian yang tabu bagi ilmu pengetahuan, namun hanya bagian yang tak terpisahkan darinya. Hanya saja, sebagaimana diungkapkan oleh H. J. Bastaman, pendekatan semacam ini belum bisa berkembang dengan baik, karena kecenderungan ilmu pengetahuan yang terlalu mengedepankan realitas empirik dari pada spiritualitas. Bahkan pendekatan lain seperti psikoanalisa dan behaviorisme, yang merupakan mazhab pendahulunya, justru jauh lebih berkembang saat ini.

Berdasarkan pada fakta tersebut, tulisan ini merupakan salah satu upaya untuk lebih mengenalkan pendekatan psikologi transpersonal dalam wacana ilmu pengetahuan saat ini terutama titik temunya dengan dunia tasawuf dalam agama Islam. Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli tasawuf dan psikolog transpersonal bahwa bahwa kedua disiplin ilmu ini berupaya menemukan simpul dialektis antara agama yang bersifat spiritual dengan ilmu pengetahuan yang bersifat empiris.

Kata transpersonal berasal dari kata trans yang berarti melampaui dan persona berarti topeng. Secara etimologis, transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan. Dengan kata lain, transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan manusia.

Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama.

Konsep inti dari psikologi transpersonal adalah nondualitas ( nonduality ), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan.

Aliran psikologi transpersonal ini dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara lain : Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistic. Sebuah definisi kekemukakan oleh Shapiro yang merupakan gabungan dari pendapat tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi.

Psikologi transpersonal lebih menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau transcendental diri manusia. Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara psikologi humanistic dengan psikologi transpersonal. Kemudian jika hasil pengintegrasian seseorang ini ditransendensikan kepada Allah maka kualitas seseorang tadi akan meningkat dari personal menuju transpersonal.

Seseorang yang sudah pada tahap transpersonal ini “perasaan kagum manusia terhadap keindahan dan keagungan penciptaan serta perasaan kecil dan hina di tengah malam, yang ia saksikan merupakan fitrah yang sudah diberikan Allah kepada manusia untuk dapat melihat semua yang ada di langit dan di bumi sehingga ia dapat menemukan sang pencipta, merasakan khusuk terhada-Nya, dan dapat menyembah-Nya. Baik karena takut atau karena cinta”.

Pengalaman spritual yang dalam psikonalisa dianggap sebagai pengalaman masa kecil yang traumatis, terutama pengaruh ibu yang menderita kecemasan. Orang dikatakan gila karena represi pengalaman traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya.

Sehingga beberapa pelopor gerakan New Age , menolak pendekatan psikonalisa dan pendekatan lain yang memandang rendah dan negatif pengalaman-pengalaman spiritual, sebagai akibat perubahan kondisi kesadaran ( Altered States of Consciousness ). Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang psikologi, yakni transpersonal.

Ada sekian banyak definisi yang diajukan untuk psikologi transpersonal ini. Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal. Trans artinya di atas ( beyond, over ) dan personal adalah diri. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual.

Psikologi Transpersoal

Perkembangan psikologis manusia modern menunjukan suatu gejala, dimana sisi spiritual manusia nampaknya kini mempunyai signifikansi yang kuat bagi keseimbangan kehidupan masyarakat modern. Di tengah kekeringan spiritualitas, masyarakat modern mulai mencari-cari, baik terhadap ajaran agama; Islam, Kristen maupun Budha atau sekedar berpetualang kembali kepada alam sebagai ‘uzlah’ dari kebosanan karena lilitan masyarakat ilmiah-teknologis. Dalam ujaran lain, Ruang nilai-nilai yang bersifat transenden (non-materi) yang selama ini tersingkirkan akibat budaya materialistik positivistik masyarakat modern, kini mulai disadari sebagai kebutuhan dasar batin dan jiwa mereka. Masyarakat modern mulai menyadari bahwa kebutuhan manusia terhadap dimensi spiritualnya adalah suatu hal yang sifatnya alamiah (fitrah manusia). Bagaimanapun perkembangan manusia, ia akan senantiasa membutuhkan dimensi spiritual yang bersifat transendental tersebut. Karenanya, tidak berlebihan bila banyak kalangan yang memprediksikan, bahwa kebangkitan spiritualitas akan menjadi fenomena menarik di abad 21 ini.

Dari sini pulalah hadir “madzhab keempat” yang sering disebut dengan psikologi Transpersonal. Aliran psikologi ini mulai menempatkan agama (spiritualitas) sebagai salah satu wilayah kajiannya. Sehingga banyak ilmuwan yang menganggap aliran ini sebagai pendekatan yang paling representatif dalam mengkaji gejala-gejala keagamaan atau problem-problem spiritual. Komunitas psikolog muslim banyak yang terpesona dengan aliran psikologi ini, bahkan sebagian dari mereka menganggap psikologi Transpersonal telah mewakili suara Islam. Ekspresi kekaguman pada psikologi madzhab ketiga ini tampak dari anjuran Malik B. Badri, seorang psikolog muslim kenamaan, agar para psikolog muslim mempelajari lebih dalam lagi aliran psikologi ini. Pendek kata, psikologi Transpersonal telah berhasil menawarkan khazanah baru dalam kajian ilmiah terhadap agama.

Tidak diragukan lagi, bahwa dalam lintasan sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk psikologi, berbagai macam usaha untuk memverifikasi bahkan memfalsifikasikan sebuah sains telah lama berkembang dan merupakan sesuatu yang niscaya. Indikatornya dapat terlihat nyata, Walaupun tokoh psikologi Transpersonal telah dipengaruhi oleh ketiga aliran sebelumnya, namun ia mempunyai ketidaksesuaian yang sangat berarti bahkan dapat dikatakan, psikologi Transpersonal hadir untuk mengkritisi ketiga aliran sebelumnya yang dipandang tidak sanggup menghargai eksistensi psiko-spiritual yang ada dalam diri manusia.

Bila ditelusuri alur sejarah lahirnya aliran ini, pada dasarnya ia hadir diprakarsai oleh tokoh-tokoh psikologi yang prihatin terhadap kondisi masyarakat Barat modern waktu itu yang hidup dalam gelimang materi tetapi miskin secara spiritual. Dapat disebutkan disini misalnya Anthony Sutich (1907-1976), pendiri The Journal of Humanistic Psychology , sebagai pendiri mazhab psikologi transpersonal. Ia mengumpulkan tokoh-tokoh yang punya paham yang sama di rumahnya di California. Mereka membahas secara informal topik-topik yang tidak diperhatikan oleh psikologi humanistik dan gerakan potensi manusia waktu itu. Pertemuan itu dihadiri antara lain, Abraham Maslow (1908-1970), tokoh psikologi humanistik yang mempopulerkan peak experience (pengalaman puncak). Diskusi berlangsung sangat menarik, bukan karena topik yang dibicarakan sangat beragam, melainkan karena Sutich yang memimpin diskusi dalam kondisi berbaring akibat serangan penyakit kronis. Ia memimpin diskusi dengan menggunakan cermin diatas kepalanya. Stanislav Grof (1931), Maslow, dan Victor Frankl (1905-1997) kemudian mengusulkan istilah transpersonal bagi gerakan psikologi yang mereka rintis.

Bersama tokoh-tokoh psikologi humanistik lainnya, Sutich mendirikan The Journal of Transpersonal Psychology (JTP) pada tahun 1969. Jurnal ini mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian yang dilakukan untuk memahami gejala-gejala ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran ruhaniah, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal pengalaman spiritual dan kecerdasan spiritual.

Gambaran selintas tentang psikologi transpersonal ini menunjukkan bahwa aliran ini mencoba untuk menjajagi dan melakukan telaah ilmiah terhadap suatu dimensi yang sejauh ini lebih dianggap sebagai bidang garapan kaum kebatinan, ruhaniawan, agamawan, dan mistikus. Sekalipun masih dalam taraf telaah awal, Psikologi transpersonal menunjukkan bahwa di luar alam kesadaran biasa terdapat ragam dimensi lain yang luar biasa potensialnya. Bahkan Logoterapi sebagai suatu ragam psikologi Transpersonal yang ditemukan seorang neuropsikiater dari Wina Austria,Viktor E. Frankl, ini malah dengan tegas mengakui adanya dimensi spiritual, disamping dimensi somatis dan dimensi psiko-sosial dalam diri manusia. Dimensi tersebut oleh Frankl dinamakan dimensi noetic atau dimensi spiritual yang harus dibedakan dari dimensi psikis.

Pandangan tentang dimensi spiritualitas dalam Logoterapi Frankl ini hingga mendapatkan acungan jempol yang tinggi dari Malik B. Badri sebagai pendekatan psikologis yang optimis dan banyak kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip Islam maupun pandangan masyarakat Timur tentang manusia. Sehingga, meskipun disadari bahwa ilmu Psikologi lahir dari budaya sekuler dan karenanya dianggap tidak banyak menyentuh nilai baik dan buruk, hanya mengenal makna sehat serta sakit secara psikologis, bahkan menegasikan eksistensi Tuhan, namun demikian melalui Psikologi Transpersonal ini anggapan itu mulai dipertimbangkan kembali. Karena aliran psikologi ini sudah mulai meraba-raba wilayah yang sumbernya dari wahyu, yakni disamping membahas kecerdasan intelektual dan emosional, juga membahas kecerdasan spiritual. Mazhab Transpersonal merupakan madzhab keempat yang hadir untuk menjanjikan cinta terhadap sesama, kebahagiaan dan berupaya mengambil alih peran spiritualitas serta keyakinan pada metafisik ke dalam ranah ilmu pengetahuan.

Dari paparan di atas dapat dipahami, bahwa dalam perspektif aliran ini, struktur kepribadian manusia tidaknya terdiri unsur fisik ataupun psikhis semata, tapi juga mengandung unsur spiritual. Dan dari Tri determinan; raga, psikis dan spiritual yang eksis dalam diri manusia, dimensi spirituallah yang merupakan dimensi pembeda antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Dimensi ini bukan terletak dalam alam tak sadar dalam artian konvensional-psikoanalisis, melainkan bertempat di atas sadar, dalam artian supraconsciousness, yang merupakan kelanjutan dari alam sadar (the consciousness), menurut istilah psikhoanalisis. Dimensi spiritual ini, dalam perspektif salah satu tokoh aliran psikologi transpersonal, Viktor E. Frankl, mengejawantah ke alam sadar dan benar-benar dapat dialami dan disadari manusia, meskipun bagi sebagian besar masih belum teraktualisasi atau masih merupakan potensialitas yang tidak disadari. Namun sekalipun dimensi ini semula “terletak” di alam tak sadar, tetapi tidak sama dan tidak ada hubungannya dengan insting-insting primer yang juga “tersimpan” dalam alam tak sadar. Sebuah pandangan yang cukup revolusioner mengenai manusia dan kesadarannya.

Mengenai potensi spiritual ini, Barry McWaters mengemukakan 8 tingkatan kesadaran manusia, yaitu fisik, emosi, intelek, integrasi pribadi, intuisi, psikis, mistik, dan integrasi transpersonal dengan penjelasan dan metode-metodenya untuk pengembangan diri secara personal dan transpersonal. Dari pandangan ini nyata bahwa psikologi transpersonal berusaha memperluas bidang telaah psikologi dari kawasan ragawi dan kejiwaan menjadi kawasan raga-jiwa-ruhani. Dengan perkataan lain, psikologi transpersonal memperluas konsep kesatuan psikofisik manusia menjadi kesatuan psikofisik-spiritual

Pandangan spiritual yang dieksplorasi oleh aliran transpersonal ini memang terlihat serupa dengan pandangan Islam mengenai manusia yang memiliki unsur ruh/spiritual disamping raga dan jiwanya. Tetapi sayangnya, Ruh sebagai salah satu unsur dari Tri determinan manusia yang sejauh ini dianut oleh aliran transpersonal sebagai penentu corak kepribadian, ternyata bukanlah ruh yang dimaksud dalam artian Islam. Sedangkan ruh dalam perspektif Islam adalah ruh yang dikurniakan Tuhan kepada manusia bukan sembarang ruh, melainkan ruh yang suci dan sangat luhur: ”Ruhku, Ruh (ciptaan) Ilahi.”

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/8405/1/Buku%203%20Fix_13.pdf

Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal. Trans artinya di atas (beyond, over) dan personal adalah diri. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual.

Istilah transpersonal sendiri pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam bahasa Jerman, yakni “uberpersnolich” (transpersonal) yang artinya kurang lebih sama dengan collective unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif Diri dll, yang beberapa di antaranya berkaitan dengan pengalaman-pengalaman spiritual.

Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat ketuhanan.

Menurut John Davis, psikologi transpersonal diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas, yakni salah satu bidang psikologi yang berisi mengenai konsep, teori, dan metode psikologi dengan kekayaan kekayaan spiritual dari macam macam budaya dan agama.

Psikologi Transpersonal diawali dengan penelitian tentang psikologi kesehatan pada tahun 1960an yang dilakukan oleh Abraham Maslow, dan muncul lebih pesat lagi setelah diterbitkannya Jurnal tentang Psikologi Transpersonal pada tahun 1969 dimana hal tersebut sudah mengarah pada dimensi spiritual manusia.

Konsep Psikologi Transpersonal


Terdapat lima konsep utama dari psikologi transpersonal, yaitu :

  • Fokus Pada Dimensi Spiritual
    Konsep Psikologi Transpersonal berfokus pada dimensi spiritual manusia yang dianggap bahwa dalam dimensi tersebut ternyata mengandung berbagai potensi dan kemampuan yang luar biasa yang kadang diabaikan. Hal ini berhubungan dengan pengalaman subjektif atau yang dinilai secara pribadi menurut pandangannya sendiri atau dari pengalaman luar bisa yang dialami oleh seseorang.

  • Mengarah pada Kesadaran Manusia
    Konsep Psikologi Transpersonal menunjukkan bahwa bidang ilmu psikologi ini mencoba untuk menjajaki lebih dalam dan melakukan telaah ilmiah pada dimensi yang selama ini dianggap sebagai sesuatu yang hanya berhubungan dengan kebatinan, ruhaniawan, agamawan, mistikus, atau sesuatu yang berhubungan dengan gaib.

  • Pendekatan pada Perkembangan
    Konsep Psikologi Transpersonal dimulai dari tahap prapersonal yakni ketika manusia masih berada dalam kandungan sampai usia 3 sd 4 tahun. pada masa ini, kesadaran hanya mengenai tentang keinginan untuk bertahan hidup, mendapatkan perlindungan, dan merasa terikat dengan orang lain atau membutuhkan bantuan orang lain.

  • Mengakui Adanya Pandangan Spiritual
    Psikologi Transpersonal mengakui bahwa kesadaran diri telah terurai serta telah mengakui adanya pandangan dunia spiritual dalam dirinya sebagai sesuatu yang utama dan membentuk proses atau sebagai terapi jiwa. Psikologi Transpersonal dapat digunakan oleh terapis dengan jalan mengarahkan seseorang pada komitmen atau pada orientasi dan pengalamannya terhadap kehidupan.

  • Proses Pencerahan
    Konsep Psikologi Transpersonal juga akan membantu memberikan pengalaman atau hidup yang lebih cerah karena secara tidak langsung telah membimbing seseorang untuk memiliki kepribadian atau akhlak yang lebih baik, terapis akan menggunakan teknik teknik yang mempertajam intuisi dan memperdalam kesadaran personal dan transpersonal tentang dirinya sendiri yang berhubungan dengan spiritual. Kearifan dan intuisi akan dibina dan dikembangkan melalui berbagai cara seperti meditasi, pencitraan, dan dengan melakukan kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan agama.

Diharapkan Psikologi Transpersonal mampu memberi pencerahan pada diri seseorang dan mampu memberi ketenangan dalam hati yang nantinya akan berdampak positif pada kesehatan tubuh, jiwa, keinginan di masa depan, dan hubungan sosialisasinya.