Apa yang dimaksud dengan Psikoimunologi?

image

Psikoimunologi adalah studi tentang interaksi rangsangan psikologis dan tanggapan dengan reaktivitas sistem kekebalan. Diakui bahwa tingkat ketahanan terhadap banyak gangguan kekebalan dipengaruhi oleh keadaan dan sifat psikologis.

Secara khusus, resistensi terhadap rhinovirus flu biasa sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis dari tekanan emosional atau kelelahan, kecemasan, dan perasaan sejahtera. Efek kebalikannya juga dapat ditunjukkan: penurunan tingkat kekebalan mungkin memiliki efek yang jelas pada tekanan / kelelahan emosional, tingkat kecemasan, dan perasaan sejahtera.

Sumber
  • The Cambridge Dictionary of Psychology (2009)

Pelopor

Di antara pelopor bidang ini adalah Dr. George Engel di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Rochester dan Dr. George F. Solomon dari Sekolah kedokteran harvard. Bidang ini kadang disebut juga dengan bidang psikoneuroimunologi.

Konsep Dasar

Konsep dasar psikoimunologi adalah konsep bahwa pikiran dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, stres akan mempenagruhi kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Otak dapat mempengaruhi semua jenis proses fisiologis yang dulu dianggap tidak diatur secara terpusat.

Saraf di otak dan sumsum tulang belakang membentuk sistem saraf pusat (SSP), sedangkan sistem kekebalan terdiri dari organ dan sel yang melindungi tubuh dari infeksi. Kedua sistem menghasilkan molekul kecil dan protein yang dapat bertindak sebagai pembawa pesan antara kedua sistem. Pada SSP, pembawa pesan ini termasuk hormon dan neurotransmiter. Sebaliknya, pada sistem kekebalan menggunakan protein yang disebut sitokin untuk berkomunikasi dengan SSP.

Banyak penelitian yang berfokus pada pelepasan sitokin sebagai respons terhadap stres fisik dan psikologis. Dalam keadaan normal, tubuh akan melepaskan sitokin pro-inflamasi (sitokin yang dirangsang oleh stres) sebagai respon terhadap infeksi atau cedera untuk membantu menghancurkan kuman atau memperbaikin jaringan. Saat kita stres secara fisik atau mental, tubuh juga akan melepaskan hormon tertentu yang akan memicu produksi stikoin pro-inflamasi.

Contoh Penyakit

  1. Psoriasis
    Psoriasis adalah kondisi kronis yang menyebabkan sel kulit tumbuh terlalu cepat. Tubuh biasanya melepas sel kulit ekstra, tetapi pada penderita psoriasi sel ekstra ini menumpuk di permukaan kulit. Sehingga dapat menyebabkan rasa gatal dan nyeri yang hebat.
    Pertumbuhan berlebih dari sel kulit pada psoriasis disebabkan oleh pelepasan sitokin dari sistem kekebalan. Orang dengan psoriasis memang cenderung mengalami peningkatan kadar kortisol, hormon stres. Produksi kortisol ini nantinya dapat memicu pelepasan sitokin pro-inflamasi sehingga akan memicu pertumbuhan sel kulit yang berlebihan.

  2. Kanker
    Orang dengan kanker payudara, serviks, atau ovarium yang merasa stres atau kesepian ternyata memiliki kelainan pada sistem kekebalan mereka. Komunikasi antara sistem kekebalan dan otak dapat memengaruhi gejala yang berkaitan dengan pengobatan kanker, termasuk kelelahan, depresi, dan kesulitan tidur. Pengalaman stres dan depresi dapat dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah untuk beberapa jenis kanker.

  3. Penyakit Koroner Arteri
    Peningkatan sitokin pro-inflamasi ini dikaitkan dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Selain itu, produksi sitokin oleh sistem kekebalan meningkatkan perasaan mual atau lelah. Reaksi ini tidak langsung berbahaya, namun stres jangka panjang dan produksi sitokin dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit jantung.

Penelitian

  • Sebuah tinjauan tahun 2016 dari studi menemukan bahwa pengalaman stres selama masa kank-kanak dapat meningkatkan pelepasan sitokin oleh sistem kekebalan. Hal ini berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit mental di masa dewasa. [1]
  • Sebuah artikel tahun 2015 mencatat bahwa tikus menghasilkan berbagai jenis sitokin tergantung pada jenis stres yang mereka alami. Misalnya, cedera menghasilkan satu jenis sitokin pro-inflamasi. Sementara itu, paparan stresor sosial, seperti perpisahan dari anggota keluarga dekat, melepaskan jenis sitokin proinflamasi yang berbeda. [2]
  • Ulasan tahun 2016 menemukan bahwa gangguan tidur dan terlalu banyak tidur tampaknya memicu pelepasan sitokin pro-inflamasi [3]
  • Tinjauan tahun 2011 mengeksplorasi hubungan antara stres dan sistem kekebalan menemukan bahwa stres dapat berperan dalam kondisi yang mempengaruhi sistem kekebalan, seperti kanker, HIV, dan penyakit radang usus. [4]
Sumber
  • William C. Shiel Jr., MD, FACP, FACR., https://www.medicinenet.com/psychoimmunology/definition.htm
  • Jill Seladi-Schulman, Ph.D., 2018, Psychoneuroimmunology: Definition, Research, and Examples
    [1] Calcia, M.A., et al, (2016). Stress and neuroinflammation: a systematic review of the effects of stress on microglia and the implications for mental illness. Psychopharmacology (Berl). 233. 1637-1650
    [2] Irwin, M.R., Olmstead, R., & Carrol, J.E. (2015). Sleep Disturbance, Sleep Duration, and Inflammation: A Systematic Review and Meta-Analysis of Cohort Studies and Experimental Sleep Deprivation. Biol Psychiatry. 80(1), 40-52.
    [3] Deak, T. et al. (2016). Neuroimmune mechanisms of stress: sex differences, developmental plasticity, and implications for pharmacotherapy of stress-related disease. Stress. 18(4). 367-380.
    [4] Marshall, G.D. (2011). The Adverse Effects of Psychological Stress on Immunoregulatory Balance: Applications to Human Inflammatory Diseases. Immunol Allergy Clin North Am. 31(1). 133-140.