Apa yang dimaksud dengan Privatisasi atau Swastanisasi?

Privatisasi adalah pengubahan status perusahaan dari perusahaan milik pemerintah menjadi perusahaan yang dikelola oleh swasta, seperti privatisasi BUMN.

Referensi

Black, John. (1997). Dictionary of Economics-Oxford University Press. New York: Oxford University Press

Pengertian Privatisasi telah diungkapkan oleh sejumlah ahli ekonomi dunia dewasa ini. Salah seorang ahli dari International Monetary Fund (IMF) yakni Hubert Neiss pada wawancaranya dengan Reuters Television memberikan definisi atas Privatisasi, yaitu: [1]

Privatization is moving ahead but you have to expect there are some difficulties in implementation. Also the present world economic environment is not conducive to quick privatization.” [Privatisasi merupakan pergerakan di muka tetapi pihak yang melakukan Privatisasi harus menantikan beberapa kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, suasana ekonomi dunia saat ini tidak begitu begitu baik untuk dilakukan Privatisasi secara cepat.]

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Privatisasi pada masa kini merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan secara berhati- hati dan bukan didasarkan pada targetisme karena banyak faktor-faktor seperti kondisi pasar, minat investor dan semangat nasionalisme yang merupakan hambatan-hambatan yang sudah dikenal meskipun tidak selalu mudah untuk diatasi. Sedangkan kriteria kepentingan umum, resistensi birokrasi, kekhawatiran kehilangan patron, kekhawatiran karyawan dan sebagainya merupakan faktor yang lebih halus tetapi dapat dirasakan.

Selain Hubert, Savas dalam bukunya Privatization, The Key to Better Government menyatakan bahwa: [2]

Privatization is the act of reducing the role of government, or increasing the role of private sector, in activity or in the ownership of assets.” [Privatisasi adalah pengurangan peran pemerintah atau peningkatan peran sektor privat (swasta), baik dalam suatu aktivitas maupun dalam pemilikan jumlah aset.]

Definisi tersebut berarti bahwa apabila pemerintah terlalu banyak bergerak di sektor ekonomi, akan mengakibatkan terjadinya ketidak efisienan dalam sistem perekonomian nasional. Ketidak efisienan dalam sistem perekonomian, dalam arti ketidak mampuan pemerintah di dalam menata atau mengalokasikan sumber daya yang tersedia, baik yang menyangkut sumber daya manusia, sumber daya keuangan maupun yang lainnya.

Selain itu, Ernst & Young mengemukakan bahwa Privatisasi mempunyai arti yang lebih luas dari pada menguraikan peranan pemerintah dan peningkatan peranan swasta dalam sektor ekonomi. Menurut Ernst & Young, Privatisasi adalah:[3]

Privatization means more than the sale of ailing public companies at fire sale prices. Privatization can be defined broadly as the transfer or sale of any asset, organization, function, or activity from the public to private sector. As such in addition to the sale of publicity owned assets, the term ’privatization’ also applies to joint public-private ventures, concessions, leases, management contracts, as well as to some specialized instruments, such as build-own operate and transfer (BOOT) agreements.” [Privatisasi berarti lebih dari sekedar menjual perusahaan publik dengan harga yang disepakati. Privatisasi juga dapat diartikan sebagai perpindahan atau penjualan aset, organisasi, fungsi dan aktivitas, publik kepada sektor privat. Hal ini berarti yang dilakukakn adalah penjualan aset pribadi yang ditawarkan, pelaksanaan Privatisasi juga dapat diaplikasikan dengan melakukan kerjasama berupa penanaman modal privat dan publik, pemberian hak khusus, produk, manajemen penyusutan, termasuk di dalamnya beberapa instrumen khusus seperti halnya perjanjian BOOT.]

Hal ini berarti Privatisasi tidak dimaksudkan untuk sekedar mengurangi peranan pemerintah disebabkan dapat dilakukan pula dengan cara menjual sahamnya kepada investor swasta melalui sarana pasar modal atau biasa yang disebut dengan go public.38 Penawaran umum suatu saham perusahaan melalui pasar modal atau bursa saham, dilakukan dengan didahuluinya proses IPO.

Dalam masyarakat internasional, dikenal empat komponen pengertian Privatisasi yang dianut, yaitu:[4]

  • Privatisasi berarti peralihan dari sistem bukan pasar ke sistem pasar, yang antara lain ditandai dengan pembukaan sektor-sektor yang selama ini hanya dikuasai oleh BUMN ke sektor-sektor swasta;

  • Privatisasi produksi tanpa dilakukan Privatisasi keuangan, yang antara lain dapat diartikan sebagai kerjasama dengan sektor swasta dalam melakukan kegiatan produksi yang dapat dapat dilakukan misalnya dengan menjalankan teknik BOT (Built Operate and Transfer) atas aset BUMN pada swasta;

  • Privatisasi diartikan sebagai denasionalisasi, yang antara lain ditandai dengan penjualan BUMN atau pengalihan kepemilikan BUMN kepada swasta;

  • Privatisasi dapat diartikan pula sebagai liberalisasi.

Dari keempat pengertian diatas, pengikutsertaan peran swasta dalam bidang yang biasanya dikuasai oleh BUMN termasuk dalam pengertian yang pertama dan kedua. Hal ini disebabkan pengertian yang pertama menitik beratkan pada pembukaan sektor-sektor yang selama ini dikuasai oleh pemerintah kepada pihak swasta. Namun, apabila sektor-sektor yang dibuka itu adalah sektor produksi maka termasuk dalam pengertian yang kedua.

Dengan demikian, Privatisasi dapat dikatakan sebagai pengalihan suatu kepemilikan perusahaan milik negara kepada pihak swasta. Pengertian ini lebih dikenal dengan nama swastanisasi dalam masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat juga merupakan pemilik dari perusahaan milik negara tersebut. Pengertian tersebut pernah dikemukakan oleh Hasan Zein Mahmud, Mantan Direktur Utama PT. Bursa Efek Jakarta, di mana Privatisasi berarti pengalihan kepemilikan atas bisnis atau aset perusahaan negara kepada sektor swasta. Dalam arti lain, Privatisasi berarti peralihan kegiatan ekonomi dari sektor publik kepada pihak swasta, dengan atau tanpa terjadi perubahan kepemilikan.[5]

Privatisasi juga diartikan sebagai salah satu usaha pemerintah dalam mengurangi beban yang harus ditanggung untuk ongkos pengelolaan perusahaan negara dengan mengikutsertakan dana dari luar negeri. Dalam hal ini Privatisasi dapat dilakukan dengan memasukkan perusahaan dalam pasar modal atau dengan pengalihan langsung pada pihak swasta baik untuk selamanya maupun dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, Privatisasi dapat dilakukan dengan cara mengontrakkan pengelolaan perusahaan negara kepada swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemasaran dan meningkatkan mutu pelayanan. Berdasarkan pengertian tersebut, Privatisasi dapat pula dilakukan tanpa melakukan perubahan kepemilikan. Hal ini berarti, pemilikan tetap berada di tangan pemerintah, namun operasional perusahaan dapat dilakukan oleh pihak swasta.

Pemahaman tentang Privatisasi di Indonesia lebih mengarah pada pendapat yang dikemukakan oleh Ernst & Young.[6] Hal ini dapat ditinjau dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN, di mana dinyatakan bahwa Privatisasi BUMN merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN yang meliputi perbaikan struktur permodalan, meningkatkan profesionalisme dan efisiensi usaha, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam kepemilikian saham BUMN serta penciptaan nilai tambah perusahaan melalui prinsip good governance yang didasarkan pada transparansi, akuntabilitas dan kemandirian.

Hal ini berarti, Privatisasi dilakukan agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat semakin berkembang dan mampu bersaing di dalam pasar dunia.

Upaya yang harus dilakukan untuk mencapainya tentu harus melakukan perubahan sistem dalam perusahaan yang sering kali sulit dilakukan apabila pemerintah bergerak sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dari pihak swasta agar dapat membantu penyelenggaraan kinerja BUMN sehingga mampu bersaing. Privatisasi dan go public memiliki kesamaan dan tidak dapat dipisahkan, tetapi sebenarnya tidak demikian disebabkan disamping persamaan terdapat pula perbedaannya. Persamaannya adalah sebagian atau seluruh modalnya berasal dari masyarakat, dan perbedaannya adalah Privatisasi dapat menyebabkan hilangnya peran negara dalam perusahaan sedangkan go public peranannya masih dapat dipertahankan guna mencapai tujuan yakni mencari dana yang sudah tidak dapat disediakan oleh pemerintah, sehingga membutuhkan potensi dana dari masyarakat.

Dengan demikian, Privatisasi dapat dikatakan sebagai suatu cara pengalihan penguasaan atas suatu Perusahaan Perseroan (Persero) yang dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari pemerintah kepada pihak non- pemerintah sebagai bentuk nasionalisasi aset atas perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Hal ini berarti Privatisasi dilakukan agar aset milik negara yang terdapat dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dapat dimiliki oleh rakyat, selain itu rakyat juga dapat memperoleh manfaat dari pengelolaan perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut.

Maksud Dan Tujuan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu penunjang perokonomian Indonesia masih dirasakan penting. Disamping sebagai sumber pendapatan negara dalam bentuk laba yang dihasilkan, keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektor-sektor penting yang masih belum belum dapat menarik minat swasta. Dalam hal demikian BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya terutama dalam hal perolehan laba.

Privatisasi yang dilakukan pemerintah ternyata merupakan program pemerintah dalam usaha menyehatkan BUMN. Hal ini disebabkan timbulnya masalah pendanaan bagi BUMN untuk pengembangan usahanya, sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) bagi BUMN yang akan dikurangi bahkan ditiadakan sama sekali.[7]

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyebab utama Privatisasi BUMN adalah masalah pendanaan bagi BUMN dengan akan dikurangi bahkan ditiadakannya Penyertaan Modal Pemerintah. Tujuannya adalah agar BUMN lebih mandiri dalam Pendanaan. Oleh karena itu, Privatisasi BUMN oleh pemerintah dimaksudkan agar BUMN lebih mandiri dan mampu berkembang sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah terutama dalam hal dana. Hal ini dapat terjadi karena dana yang ada pada pemerintah lebih diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Privatisasi BUMN juga dimaksudkan untuk meningkatkan peningkatan penerimaan negara dan devisa, disebabkan keuangan negara yang semakin sulit dan kebutuhan devisa yang semakin besar dalam membayar kembali hutang luar negeri. Sehingga Privatisasi merupakan alternatif yang tepat untuk meningkatkan kebutuhan negara dari sektor luar negeri.[8]

Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produksi dan manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam tujuan Privatisasi, yang meliputi:[9]

  • Pengembangan pasar modal domestik;

  • Penyebarluasan kepemilikan saham;

  • Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam penggunaan dan alokasi sumber daya;

  • Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula pengurangan beban administratif dan finansiil;

  • Meningkatkan pendapatan negara dan devisa;

  • Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan penggunaan teknologi baru;

  • Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu;

  • Pemerataan distribusi pendapatan;

  • Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan pertumbuhan;

  • Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.

Secara garis besar tujuan Privatisasi BUMN dititik beratkan pada beberapa hal, yang pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political efficiency. Dengan demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari Privatisasi BUMN tersebut adalah pemerintah dan perusahaan bersangkutan.

Model Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Menurut Bank Dunia, ternyata lebih dari delapan puluh negara telah melakukan Privatisasi. Namun, metode Privatisasi yang digunakan antara negara satu dengan lainnya berbeda satu sama lain. Perbedaan metode yang digunakan tersebut tidak terlepas dari masalah mendasar bahwa teknik Privatisasi yang digunakan adalah tergantung dari tujuan pemerintah, keadaan BUMN itu sendiri, dan kegiatan sektor usahanya.

Bagi negara yang menghendaki penyebaran kepemilikan BUMN kepada masyarakat luas, maka bagi yang memiliki bursa efek, metode penawaran umum (Initial Public Offering) tentu dapat dilakukan. Tetapi bagi negara yang belum memiliki pasar modal (bursa efek), sudah pasti tidak dapat melakukan Privatisasi dengan cara tersebut. Oleh sebab itu tidak ada metode Privatisasi yang berlaku universal di semua negara. Beberapa metode atau model Privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:[10]

1. Penawaran saham BUMN kepada publik (public offering of shares)

Penawaran saham BUMN kepada publik (public offering of shares) dapat dilakukan secara parsial (sebagian) maupun seluruh sahamnya atas BUMN yang diasumsikan akan tetap beroperasi (going concern) dan menjadi perusahaan publik. Seandainya pemerintah hanya menjual sebagian daripada sahamnya, maka BUMN berubah menjadi perusahaan patungan pemerintah dan swasta. Pendekatan macam ini dilakukan pemerintah agar masih dapat mengawasi management BUMN patungan tersebut sebelum kelak diserahkan sepenuhnya oleh swasta.

Contoh penggunaan metode public offering of shares adalah Jaguar, Malaysia Air Lines (Malaysia), Singapore Air Lines (Singupura), dan Japan Air Lines (Jepang);

2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of shares/private placement)

Dalam transaksi ini pemerintah menjual seluruh atau sebagian saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tanggal yang telah diidentifikasi atau kepada pembeli dalam bentuk kelompok atau grup tertentu. Dalam hal ini perusahaan juga diasumsikan sebagai going concern dalam bentuk perseroan terbatas. Transaksi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, umpanya berupa akuisisi langsung oleh perusahaan lain atau ditawarkan kepada kelompok tertentu. Privatisasi dapat dilakukan secara penuh atau parsial dengan kepemilikan campuran. Private placement dapat dilakukan sebelum atau serentak dengan public offering .

Contoh penggunaan metode private sale of shares/private placement adalah Electric Power Company, Bank of New Zealand, Hotel Ulysee;

3. Penjualan Aktiva BUMN kepada Swasta (Sale of Government or State- Owned Enterprise Assets)

Pada dasarnya transaksi adalah penjualan aktiva, bukan penjualan saham perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi atau berjalan. Pemerintah mungkin menjual aktiva langsung maupun aktiva utamanya. Apabila tujuannya adalah memisahkan aktiva untuk kegiatan tertentu, maka penjualan aktiva terpisah mungkin hanya alat untuk menjual perusahaan secara keseluruhan. Jadi aktiva dapat dijual tersendiri atau dijual secara bersama-sama sebagai sebuah perusahaan baru.

Contoh penggunaan metode Sale of Government or State-Owned Enterprise Assets adalah Fabric, Panofor, Jamaica Broadcasting, dan Banco de Colombia;

4. Reorganisasi BUMN menjadi beberapa Unit Usaha (Reorganization or Break-up into Component Parts)

Pada metode ini, BUMN direorganisasi dan dipecah-pecah atas beberapa unit usaha atau dijadikan holding company dengan beberapa anak cabang perusahaan.

Contoh penggunaan metode Reorganization or Break-up into Component Parts adalah Sonidep, Port Kelang, Sugar Corporation, Matra, SRI.

5. Penambahan Investasi Baru Dari Sektor Swasta ke Dalam BUMN (New Private Investment in an State-Owned Enterprise)

Pemerintah dapat menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi dengan memberi kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah modal. Dalam metode ini pemerintah sama sekali tidak melepas kepemilikannya, tetapi dengan tambahan modal swasta, maka kepemilikan pemerintah mengalami dilusi. Ini juga akan menghasilkan perusahaan patungan swasta pemerintah. Apabila BUMN tidak seluruhnya dimiliki oleh pemerintah, tetapi sebagai pemilik mayoritas, jelas bahwa tambahan modal dari sektor swasta akan menyebabkan pengikisan (dilusi) kepemilikan pemerintah di dalam BUMN yang kemudian menyebabkan BUMN tersebut menjadi swasta.

Contoh penggunaan metode New Private Investment in an State-Owned Enterprise adalah Senegambia Hotel, Luffhansa, Zambia Breweries, Compangie Generale d’electricite;

6. Pembelian BUMN oleh Manajemen atau Karyawan (Management/Employee Buyout)

Istilah management buyout biasanya dikaitkan dengan pengembilalihan (akuisisi) pengendalian atau kekuasaan perusahaan oleh sekelompok manajer. Atau kadangkala pengambilalihan kekuasaan dilakukan oleh karyawan atau para pegawai perusahaan. Pengambilalihan mungkin dilakukan dengan leveraged management atau employee buyout, artinya manajemen atau karyawan dapat mengajukan kredit kepada bank dengan jaminan aktiva perusahaan, dan dengan kredit tersebut kekuasaan perusahaan yang diambil alih. Dalam hal pembelian BUMN oleh manager atau pegawainya, biasanya terlebih dahulu dibentuk holding company yang sahamnya kebanyakan dimiliki oleh manajemen dan karyawan. Kemudian holding company akan mengakuisisi BUMN yang akan diswastakan, dengan dana modal sendiri (equity funds), dan dalam hal leverage buyout dilakukan dengan dana pinjaman.

Contoh penggunaan metode Management/Employee Buyout adalah Icelandair, NUI/IRI, Unipart;

7. Kontrak Sewa dan Kontrak Manajemen (Lease and Management Contract)

BUMN mengadakan perjanjian atau kontrak manajemen, teknologi, dan tenaga terampil dengan pihak swasta untuk menangani aktiva milik BUMN sampai periode tertentu. Dalam metode ini tidak terdapat pengalihan kepemilikan dan tidak ada pelepasan kepemilikan aktiva pemerintah. Meskipun terkadang ditemukan sesuatu yang dianggap sebagai langkah awal dari penswastaan penuh, kontrak manajemen dan sewa-menyewa teknologi dan tenaga terampil sektor swasta, sifatnya hanya sebagai kebijaksanaan sementara. Setelah itu, pemerintah dapat memutuskan apakah akan mempertahankan atau menjualnya kepada swasta sebagai perusahaan yang menarik karena telah sehat dan mempunyai kemampuan untuk mendatangkan laba yang cukup. Tentunya dengan harga yang lebih baik, daripada dijual begitu saja sewaktu kondisinya merugi.

Contoh penggunaan metode Lease and Management Contract adalah Air Pacific, Cataract Hotel, National Park Facilities, National Milk Board, Japan National Railways, dan Pali Sades.

Berdasarkan ketujuh metode tersebut, Privatisasi yang dilakukan di Indonesia cenderung menggunakan metode atau model Privatisasi dengan cara penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Hal ini disebabkan pemerintah hendak memajukan pula pasar modal di Indonesia. Beberapa perusahaan yang telah melakukan penawaran umum saham adalah PT. Semen Gresik dan juga PT. Indosat.

Meninjau beberapa metode tersebut, penulis melihat bahwa metode yang paling tepat diterapkan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia adalah penawaran saham BUMN kepada publik (public offering of shares). Dalam hal ini, modal yang dimiliki oleh BUMN dapat bertambah dengan tingginya sirkulasi penawaran dan permintaan saham atas perusahaan. Dengan begitu tentu perusahaan BUMN tersebut akan dapat memperoleh tambahan modal usaha. Selain itu, dengan adanya penawaran umum saham perusahaan kepada publik tentu tidak akan menyebabkan hilangnya pengendalian perusahaan BUMN oleh Pemerintah, dengan begitu sekali pun pihak swasta atau pun asing memiliki saham atas perusahaan akan tetapi mereka tidak dapat mengendalikan perusahaan disebabkan pemerintah masih memiliki kekuasaan atas BUMN. Selain itu, penawaran saham publik juga tidak dapat menyebabkan hilangnya kepemilikan aset negara yang seperti kita ketahui bahwa BUMN merupakan milik negara dan berfungsi untuk memberikan pelayanan publik. Dengan kata lain, adanya pengendalian dan kepemilikan saham mayoritas dari Pemerintah dapat membuat BUMN masih berfungsi untuk memberikan pelayanan bagi publik atau tidak menjadi perusahaan yang mencari laba layaknya perusahaan konvensional.

Referensi:
[1] Sumber: 1998 Indian Express Newspaper (Bombay), September 3, 1998.
[2] E.S. Savas, Privatization, The Key to Better Government, (New Jersey: New Jersey Chattan House Publishers Inc., 1987), hal. 3.
[3] Ernst & Young, Privatization: Investing in State-Owned Enterprises Around the World, (USA: John Willey & Sons, Inc., 1994),
[4] Arie Sukanti Hutagalung, Dampak Yuridis Ekonomis, Privatisasi Terhadap Status Aset BUMN yang Bersifat Tetap, Makalah disampaikan pada Seminar Privatisasi BUMN: Tantangan, Harapan, dan Kenyataan, pada tanggal 4 Juli 2002.
[5] Paul Cook dan Colin Kirkpatrick, Privatization in Less Developed Countries, (New York: St. Martin’s Press, 1998), hal. 12-18.
[6] Hasan Zein Mahmud, “Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN,” Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, dkk., (Jakarta, 1994), hal. 108.
[7] Ibid .
[8] Heru Sutojo, et al. “Alternatif Pendanaan Bagi BUMN,” Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, et al. (Jakarta: LM FEUI, 1994), hal. 89.
[9] Hasan Zein Mahmud, Op. Cit., hal. 100-101.
[10] Ibid ., hal. 109.