Apa yang dimaksud dengan power after Foucault?

kekuasaan-uang-dan-korupsi_m_136585

Apa yang dimaksud dengan power after Foucault?

Kekuasaan (power) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembahasan ranah ilmu politik. Banyak ilmuwan yang memiliki pemikiran terkait apa itu kekuasaan. Salah satunya ilmuwan politik yang memiliki pandangan berbeda terkait kekuasaan (power) tersebut adalah Michael Foucault merupakan pemikiran penting pada abad 20 karena jasanya dalam memperkenalkan pemikiran-pemikiran, gagasan dan wawasan baru yang menggugah. Foucault adalah seorang ilmuwan politik kebangsaan Prancis yang memiliki pengetahuan khas dalam menafsirkan pengetahuan, seksualitas dan kekuasaan. Foucault juga merupakan seorang pemikir yang tidak mau dikotakkan dalam satu arus pemikiran, misalnya strukturalis, hermeneutik dan neo strukturalis.(1)

Dalam pandangan Foucoult, kekuasaan merupakan sesuatu yang ada di mana saja. Kekuasaan ada dimana-mana dikarenakan kekuasaan terdiri dari individu sebagai pelaku atau aktor dari kekuasaan tersebut.(2) Dalam konteks bentuk dan operasi kekuasaan, Foucault pun lebih menekankan pada bentuk dan operasi yang mengategorikan individu. Artinya, melekatkan pada identitas personal sehingga kekuasaan memuat subjek-subjek individu tersebut.(3) Foucault pun menyatakan bahwa kekuasaan bersifat tersebar dan tidak dapat dilokalisasi, tidak represif, produktif dan bukan suatu hal yang dapat diukur. Kekuasaan tidak dapat diperoleh, dibagikan, maupun diambil. Artinya kekuasaan tidak unlocalised karena ia tidak bertumpu pada negara, partai politik, kepemimpinan, melainkan merupakan hubungan antar komunikasi, jaringan sosial, tatanan disiplin, meresap dan melekat pada setiap perbedaan dan kehendak individu serta kelompok.(4) Formulasi kekuasaan menurut Foucault tersebut yang kemudian menggantikan rumusan bahwa kekuasaan selama ini terfokus pada pandangan eksplisit dominasi atau pemberian peraturan. Secara tidak langsung, pandangan Foucault tersebut merupakan kritik terhadap Hobbes dan Locke ( yang menyatakan bahwa kekuasaan dijalankan melalui kekerasan atau kontrak sosial), terhadap Marx dan Machiavelli (pertarungan kekuatan) dan terhadap Freud dan Reich (represi yang menekan), juga terhadap pandangan kekuasaan sebagai dominasi kelas dan manipulasi ideologi (Marx).(5)

Dalam konsep kekuasaan yang berkembang selama ini, terdapat tiga model konvensional kekuasaan yakni model kedaulatan (sovereignty model), model komoditas (commodity model) dan model represif (repressive model). Ketiga model konvensional tersebut yang kemudian menjadi dasar kritik Michael Foucault terhadap konsep kekuasaan (power).(6)

1. Model kedaulatan (sovereignty model)

Selama ini dalam konteks pemahaman terkait kekuasaan (power), model kedaulatan ini dipandang lebih fokus pada sumber kekuasaan. Model ini menyamakan kekuasaan dengan peraturan dan hukum.(7) Dalam penjelasannya, kekuasaan disamakan dengan peraturan dan proses pembuatan serta penyelenggara hukum sebagai ciri khasnya. Artinya, dalam model kedaulatan terdapat proses pembuatan kemudian implementasi sebuah peraturan maupun produk hukum kepada masyarakat. Negara membuat aturan yang wajib dijalankan oleh semua masyarakat, jika masyarakat tidak mematuhi maka akan ada hukuman terhadapnya. Sebaliknya apabila masyarakat mematuhi aturan yang dibuat oleh negara maka negara akan memberi reward khususnya kepada masyarakat. Model seperti ini yang kemudian dikritik oleh Foucault. Foucault menyatakan bahwa kedaulatan diungkapkan sebagai pengaruh, bukan sebuah sumber dan produktif, atau dengan kata lain terdapat positif impact dalam setiap kebijakan atau aturan yang diberlakukan oleh negara.(8)

2. Model komoditas (commodity model)

Model komoditas ini menekankan pada pola atau gerakan kekuasaan. Model ini menganggap kekuasaan sebagai suatu yang nyata dan bisa dipindahkan. Model komoditas ini juga bertitik pada pemahaman ekonomis kekuasaan (bisa dilihat pada permasalahan kesejahteraan).(9) Pemahaman penting dari model komoditas ini terdapat pada keberadaan mekanisme kompensasi atau insentif didalamnya, artinya jika sebuah institusi baik negara maupun pemerintah tidak memberikan apa-apa (misalnya materi atau yang lainnya) maka peraturan atau pelaksanaan kebijakan tidak akan berjalan dengan baik. Akhirnya, Foucault menyatakan sebagai bentuk kritik terhadap model tersebut dimana kekuasaan bekerja dalam bentuk yang berhubungan dan kekuasaan bersifat dapat berjalan dan mengalir/ menyebar secara dinamis dalam sebuah masyarakat.(10)

3. Model represif (repressive model)

Model represif lebih dilihat pada sifat tindakan kekuasaan yang selalu terlihat negatif, mendesak, menekankan serta menggunakan instrumen militer atau penegak hukum. Penggunaan instrumen militer atau penegak hukum sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah dinilai sebagai langkah terakhir jika negara atau pemerintah tidak sanggup lagi mengendalikan masyarakat atau dari sebagian dari negara yang tidak dapat melaksanakan kebijakan pemerintahan dengan baik atau bahkan menentangnya. Melihat pola pendekatan represif yang seperti itu, setidaknya terdapat 4 kritik Foucault terhadap model represif ini yang kemudian melatarbelakangi munculnya gagasan Foucault terkait Bio Power, yakni pertama kekuasaan bersifat produktif, kedua kekuasaan dan kebebasan tidak berlawanan, ketiga model represif menunjukan bahwa sifat manusia yang tidak tersentuh kekuasaan dibawah tindakan represif dan keempat penindasan/ represif itu tidak dapat dikembangkan dan dibenarkan.(11)

Dari kritik Foucault terhadap tiga model konvensional kekuasaan tersebut, utamanya terhadap model represif lahirlah sebuah gagasan baru yang disebut dengan Bio Power.(12) Bio Power merupakan gagasan dari Michael Foucault yang diartikan sebagai sebuah kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Dengan adanya bio power maka masyarakat akan lebih menerima dan terkontrol apabila terdapat sebuah aturan maupun kebijakan dari pemerintah yang bertujuan untuk membentuk society control. Apabila dikaitkan dengan konteks resistensi dalam masyarakat, maka Bio Power juga dapat menimbulkan sebuah kesadaran di dalam masyarakat itu sendiri sehingga mereka dapat melakukan perlawanan maupun pelaksanaan terhadap semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan cara mempengaruhi proses dari kebijakan tersebut.(13)


Footnote:

  1. Diadaptasi dari materi perkuliahan Teori Politik semester genap yang disampaikan oleh Mochtar Hasaboddin, M.A, 2011
  2. Wendy Brown (2006). Power After Foucault. The Oxford Handbok of Political Theory. New York: Oxford University Pers, halaman 67
  3. Ibid.
  4. Moefich Hasbullah (2007). Konstruksi Pemikiran Michael Foucault tentang sejarah
  5. Ibid.
  6. Wendy Brown. Loc. Cit., halaman 67
  7. Wendy Brown. Loc. Cit., halaman 68
  8. Ibid.
  9. Wendy Brown. Loc. Cit., halaman 69
  10. Ibid.
  11. Wendy Brown. Loc. Cit., halaman 70
  12. Ibid
  13. Risky Amalia (2012). On Resistance and solidarity. Biopolitical Production. http://riski-a–fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-47488-Globalisasi%20dan%20Strategi On%Resis

Sumber:
Setia Yunas, Novy. 2013. Srikpsi Praktek Kekuasaan Persuasif dalam Perspektif Environmental Gevormance.