Apa yang dimaksud dengan Pitak atau Alopecia Areata?

Pitak atau Alopecia Areata

Alopecia Areata, atau yang disebut orang awam dengan pitak, adalah suatu penyakit autoimun dan sering disertai dengan penyakit autoimun lain. Dianggap cukup mengganggu penampilan, penyakit ini seringkali diterapi agar kembali ke keadaan semula.

Apa yang dimaksud dengan Pitak atau Alopecia Areata?

Alopecia areata adalah salah satu tipe kerontokan rambut, dapat terjadi baik pada pria ataupun wanita, dapat mulai terjadi dari anak-anak, umumnya pada anak usia >2 tahun. Anak-anak yang menderita penyakit alopecia areata biasanya tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Kulit kepala anak tetap menunjukkan ciri-ciri lembut, tidak menunjukkan gejala-gejala seperti iritasi atau inflamasi. [1]

Penentuan jenis atau tipe kerontokan harus hati-hati karena gejala-gejala alopecia areata ini mirip dengan gejala-gejala penyakit lain seperti: diabetes mellitus, thyroiditis Hashimoto, vitiligo, Addison, anemia pernisiosa, inflammatory bowel disease, tinea capitis, telogen effluvium, trichotillomania. Semua penyakit di atas terkait dengan sistem imun atau kekebalan tubuh, khususnya pada thyroiditis. Didapatkan 25% penderita alopecia areata mengalami kelainan fungsi kelenjar tiroid.


Gambar Alopecia areata

Patofisiologi

Patofisiologi alopecia areata belum diketahui jelas, diduga disebabkan oleh kelainan autoimun yang diawali proses mediasi Sel-T. Proses ini diikuti terbentuknya autoantibodi. Autoantibodi yang terbentuk ini akan mempengaruhi fase anagen sehingga menjadi memendek, folikel rambut akan masuk ke fase katagen yang mengakibatkan kerontokan. Autoantibodi ini dapat menghambat per- kembangan rambut pada fase anagen karena infiltrasi sel-sel limfosit CD4+ dan CD8+, efeknya akan menurunkan jumlah sel T yang akan mengakibatkan pemendekan fase anagen.

Selain mekanisme autoimun beberapa studi juga menunjukkan pengaruh beberapa gen yang menginduksi alopecia areata. Antigen leukosit manusia DQ3 (DQB103) ditemukan pada ±80% penderita. Antigen leukosit lainnya seperti DR4 (DRB10401) juga ditemukan pada penderita alopecia totalis dan alopecia universalis. Gen antagonis reseptor interleukin-1 juga salah satu gen yang ikut mempengaruhi terjadinya alopecia. Dari semua gen-gen yang telah disebutkan di atas tidak ada satu gen dominan, penyakit ini merupakan jenis polygenic yang dipengaruhi oleh banyak gen. Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemunculan fenotip alopecia areata.[2]

Tipe

Ada 4 tipe alopecia areata yang biasanya terjadi pada anak : [1,5]

  • Alopecia totalis merupakan alopecia yang menyebabkan kerontokan seluruh rambut di kulit kepala.

  • Alopecia universalis merupakan alopecia yang menyebabkan kerontokan seluruh rambut yang terdapat di tubuh. Jenis alopecia ini lebih jarang terjadi pada manusia.

  • Alopecia barbae merupakan kerontokan rambut yang terbatas pada bagian jambang.

  • Alopecia monocularis merupakan alopecia yang dapat terjadi di setiap bagian kepala, tetapi hanya pada satu area atau titik.

Selain keempat tipe di atas, penyakit ini dapat terkait dengan beberapa keadaan seperti: tinea capitis, telogen effluvium, serta trichotillomania.

  • Tinea capitis merupakan suatu infeksi di kulit kepala serta folikel rambut yang disebab kan oleh fungi patogenik dermatophytes. Infeksi ini diperkirakan menyerang ±1/2 penderita alopecia areata. Infeksi fungi ini akan menimbulkan respon hipersensitif yang dikenal sebagai kerion. Kerion inilah yang menyebabkan peradangan kulit kepala, yang memicu kerontokan. Gambaran umum tinea capitis adalah rambut yang mulai patah, mulai muncul celah di kulit kepala karena rambut yang mulai rontok.[1]

  • Telogen Effluvium merupakan suatu gejala pada penderita alopecia areata, folikel rambut akan mengalami fase anagen yang lebih cepat, kemudian masuk ke fase katagen, akhirnya ke fase telogen. Siklus akan berulang dalam rentang waktu lebih pendek dari normal. Telogen Effluvium ini biasanya dikenali terlebih dahulu oleh orang tua pasien berupa berkurangnya rambut kulit kepala hingga 50%. Gejala penyakit ini tergantung tingkat stres pasien. Kerontokan rambut merupakan gejala ikutan. Telogen Effluvium, biasanya terjadi pada fase akhir alopecia areata.[1]

  • Trichotillomania merupakan penyakit psikologis berupa keinginan tidak tertahankan untuk menarik rambut dari bagian-bagian tubuh sendiri; dikemukakan pertama kali oleh ahli dermatologist Perancis Hallopeau. Gejala ini jarang menyerang anak-anak serta biasanya ditemui pada remaja pria. Kerontokan tidak hanya terjadi pada rambut kulit kepala, melainkan juga pada bagian tubuh lainnya seperti pada rambut di alis, bulu mata, bahkan rambut pubis. Trichotillomania biasanya terjadi di area occipitalis, diikuti adanya lesi di bagian tersebut. Rambut di area itu memiliki panjang yang tidak sama, serta mulai rontok selama selang waktu tertentu.[1]

Penanganan

Beragamnya tipe alopecia areata memerlukan penanganan tepat. Meskipun tidak mem- punyai dampak kesehatan langsung, penyakit ini memiliki efek psikologis cukup serius yang sering membuat penderitanya terkucil dari pergaulan. Upaya yang dapat dilakukan[3]:

Konseling

Merupakan upaya penanganan awal meliputi kegiatan diskusi serta pelatihan keluarga yang anaknya menderita alopecia areata. Penderita biasanya merasa tidak nyaman, apalagi mereka masih anak-anak. Dukungan psikologis untuk tumbuh kembang sangat perlu dengan lebih melibatkan keluarga. Pemberian konseling serius secara bertahap agar mereka tidak merasa kecil hati, tetap mengikuti terapi. Konseling merupakan langkah awal penanganan upaya mengenali pasien agar dapat diberi terapi yang tepat.[3]

TERAPI

Terdapat banyak pilihan pengobatan [3]:

  1. Kortikosteroid

    Tipe pertama adalah topikal. Penggunaan tipe ini kurang efektif; desoximetasone cream hanya menunjukkan efektivitas <25%, selain itu juga memiliki efek samping peradangan folikel atau folliculitis.[3]

    Tipe kedua yang juga sering digunakan adalah intralesional. Penyuntikan kortikosteroid intralesional akan memicu pertumbuhan rambut kembali. Porter dan Burton melaporkan bahwa dari 34 daerah yang menjadi lokasi penyuntikan triamcinolone hexacetonide, 33 daerah mengalami pertumbuhan rambut kembali yang akan terlihat setelah 9 bulan. Studi lain di Saudi Arabia mendapatkan 62% pasien mengalami pertumbuhan kembali rambut setelah penyuntikan, bahkan sampai area dengan diameter 3 cm. Terapi ini cukup sesuai, khususnya pada area-area yang di- pandang sensitif terhadap kosmetik seperti alis. Kortikosteroid diinjeksikan pada dermis di bagian subkutan; hydrocortisone acetate atau triamcinolone acetonide 0,05-0,1 ml dapat menginduksi pertumbuhan rambut sampai batas diameter 0,5 cm. Penyuntikan ini dapat dikombinasikan antara obat lain. Sterilitas jarum mesti dijaga. Abell dan Munro melaporkan bahwa 52 dari 84 pasien (62%) menunjukkan pertumbuhan rambut kembali dalam selang waktu 3 bulan setelah injeksi triamcimolone acetonide. Selain sterilitas, lokasi injeksi juga harus diperhatikan. Lokasi injeksi yang sama harus dihindari karena dapat menimbulkan efek samping atrofi kulit. Efek samping lain yaitu menimbulkan katarak mata, dapat menimbulkan reaksi anaphylaxis yang berbahaya. [3]

    Tipe ketiga adalah kortikosteroid sistemik. Hull melaporkan bahwa 30-47% pasien yang diberi prednisolon oral mulai dosis 40 mg menunjukkan peningkatan pertumbuhan rambut sebesar 25%. Obat ini efektif mampu memicu pertumbuhan rambut dari 60% pasien sampel penelitian. Tidak ditemukan efek samping signifikan. Risiko jangka pendek dan jangka panjang dapat dicegah dengan mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dosis serta kontrol teratur. [3]

  2. Contact Immunotherapy

    Contact Immunotherapy merupakan suatu tipe pengobatan menggunakan agen nonpharmaseutik; diperkenalkan pertama kali oleh Rosenberg dan Drake pada tahun 1976. Yang digunakan adalah 1-chloro-2,4-dinitrobenzene (DNCB), squaric acid dibutylester (SADBE) serta 2,3- diphenylcyclopropenone (DPCP). DNCB merupakan bahan mutagen terhadap Salmonella typhimurium serta jarang digunakan. DPCP diperkenalkan pertama kali oleh Happle et al (1983), terapi diawali dengan pemberian larutan DPCP 2% ke area kepala yang mengalami kerontokan, kemudian setiap 2 minggu diberikan kembali dengan kadar 0,001%. Peningkatan konsentrasi DPCP akan memicu reaksi dermatitis. Prosedur pengobatan sangat penting dijelaskan kepada pasien, perawat serta staf medis di- anjurkan mengenakan sarung tangan untuk mencegah kontak dengan alergen. Larutan DPCP yang digunakan harus terhindar dari sinar matahari, serta saat pengobatan pasien harus mengenakan wig selama 24 jam. [3]

  3. Phototherapy dan photochemotherapy

    Phototherapy dan photochemotherapy menggunakan sinar ultraviolet B serta sinar ultraviolet A psoralen plus. Tingkat keberhasilan pengobatan mencapai 60-65%, mengindikasikan bahwa terapi ini sangat baik dengan intensitas sinar yang tepat serta pemantauan rutin. [3]

  4. Minoksidil

    Minoksidil merupakan vasodilator, biasanya digunakan per oral serta dapat memicu pe- nurunan tekanan darah. Sebuah studi double blind melaporkan pemberian Minoksidil 1% topikal dapat menumbuhkan rambut lebih signifikan dibandingkan kelompok plasebo. Tingkat efektivitas Minoksidil cukup baik yaitu dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut hingga 25%. Rambut baru yang tumbuh dengan Minoksidil ini akan lebih lembut dan lebih kecil seperti rambut bayi serta biasanya mulai tumbuh dari bagian atas kepala. Efek samping yang dilaporkan: iritasi kulit, nyeri kepala, serta peningkatan irama denyut jantung. [4]

    Mekanisme kerja Minoksidil belum diketahui pasti, efek vasodilator Minoksidil akan memicu pertumbuhan rambut khususnya di bagian frontal.8 Bukti obyektif menunjukkan bahwa Minoksidil bekerja lebih efekif di bagian frontal, dibandingkan di bagian verteks, hal ini dapat karena pada anak-anak pola alopecia umumnya di bagian frontal, bukan di bagian verteks.

  5. Ditranol

    Ditranol (antralin) masih jarang digunakan karena tingkat efektivitasnya yang rendah serta efek samping yang ditimbulkan. Dari sebuah studi terbuka tingkat efektivitas ditranol hanya mencapai 18%. Efek samping juga berbahaya karena dapat cepat me- nimbulkan reaksi iritasi. [3]

  6. Wig

    Jenis wig yang biasa digunakan adalah jenis acrylic wigs sebab lebih murah dan lebih terlihat natural seperti rambut asli. Jenis yang lebih bagus seperti real wigs harganya lebih mahal. Penggunaan wig menyebabkan lebih percaya diri khususnya dalam pergaulan di masyarakat. [3]

  7. Transplantasi Rambut

    Merupakan terapi yang paling baik bagi penderita alopecia yang mengalami kerontokan seluruh rambut tubuh serta rambut tidak dapat tumbuh. Proses transplantasi rambut dilakukan dengan mengambil folikel rambut dari bagian belakang serta samping kulit kepala donor untuk ditransplantasikan ke area kulit kepala penderita. Jenis folikel rambut yang ditransplantasikan tentu harus berada pada fase anagen, merupakan tipikal rambut yang kuat serta memiliki waktu hidup yang lama.

    Teknik transplantasi rambut yang sering di-gunakan disebut Follicular Unit Transplantation. Teknik ini berusaha me- mindahkan 1-4 unit folikuler rambut dari donor ke pasien serta menciptakan lingkungan yang nyaman dan natural bagi folikel rambut agar nantinya rambut dapat tumbuh dengan baik. [3]

PROGNOSIS

Alopecia areata merupakan jenis penyakit autoimun. Alopecia areata pada anak-anak merupakan tahap awal yang akan berlanjut sampai beranjak dewasa. [5]

Alopecia areata umumnya berdampak psikologis karena penderita merasa malu atau menurunkan kepercayaan diri sehingga akan berpengaruh pada pekerjaan sehari-hari. [5]

Terapi tahap awal adalah kortikosteroid. Jika efeknya tidak signifikan dapat digunakan jenis terapi lain, seperti contact immunotherapy, phototherapy, kemoterapi, Minoksidil, ditranol, wig, bahkan metode transplantasi rambut untuk alopecia yang sangat parah.[5]

Dengan pengobatan rutin diharapkan per- tumbuhan rambut akan kembali normal setelah 1 tahun.[5]

SIMPULAN

Kerontokan tidak hanya dapat terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak usia

2 tahun. Alopecia areata disebabkan oleh kelainan autoimun yang diawali proses mediasi Sel-T yang diikuti terbentuknya autoantibodi yang ditemukan pada penderita alopecia areata yang diteliti. Autoantibodi akan mengakibatkan fase anagen memendek, folikel rambut akan masuk ke fase katagen yang mengakibatkan kerontokan rambut.

Penanganan dimulai dengan konseling diikuti dengan terapi yang sesuai dengan tingkat penyakit, sampai transplantasi rambut pada tingkat lanjut. Dengan pengobatan rutin di- harapkan pertumbuhan rambut pasien akan kembali normal setelah 1 tahun.

Sumber :
Ida Bagus Aditya Nugraha, I Gusti Made Sumapta, Manajemen Alopecia Areata pada Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Daftar Pustaka
  1. Atton AV, Tunnessen W. Alopecia in children: The Most Common Causes. Pediatrics in review. 1990;12:25-30. https://content.nejm.org/cgi/reprint/341/13/964.pdf. Akses : 12 Juli 2013.
  2. Bolduc C. Alopecia Areata. 2006. http://www.emedicine/derm/topic/14.htm. Akses: 12 Juli 2013.
  3. Hull SPM. et al. Guidelines for the management Alopecia Areata. Br. J. Dermatol. 2003;149:692–699.http://www.bad.org.uk/healthcare/guidelines/Alopecia_Areata.pdf. Akses: 12 Juli 2013.
  4. Budi IP. Alopecia Areata. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3427/1/08E00074.pdf. Akses: 12 Juli 2013.
  5. Lever WF, Schaumberg H. Illustratic Pathology of The Skin. Philadelphia, 202-203, Akses: 12 Juli 2013.