Apa yang dimaksud dengan Penokohan dalam Drama?

Penokohan dalam drama

Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience)

Apa yang dimaksud dengan Penokohan dalam Drama ?

Apabila plot adalah apa yang terjadi, penokohan merupakan jawaban terhadap ‘mengapa terjadi sebuah peristiwa’. Motivasi adalah dasar dari aksi. Tokoh adalah sumber utama terjadinya plot. Suatu kejadian muncul dan berkembang karena sikap dan ucapan tokoh, serta dari sikap berlawanan antartokoh.

Penokohan adalah penggambaran watak tokoh.

Penokohan merupakan pendramaan pikiran dalam bentuk orang-orang. Setiap watak tokoh mempunyai pribadi yang khas, sehingga setiap motivasi tokoh itu akan menimbulkan konflik. Secara keseluruhan konflik tersebut menggerakkan cerita menuju puncak masalah dan penyelesaiannya. Adapun yang dimaksud dengan penokohan dalam struktur drama adalah penampilan tokoh yang memerankan watak atau karakter tertentu.

Penokohan dalam drama ialah orang-orang yang hidup dalam arti watak dan karakternya terungkap melalui penampilan fisik, tindakan, ucapan, perasaan, dan kehendak diri sendiri maupun kehendak orang lain.

Tokoh dalam drama adalah tokoh hidup; yang menandakan tokoh itu hidup adalah ciri-ciri tiga dimensi yang melekat pada tokoh tersebut. Adapun ciri-ciri tiga dimensi tokoh itu adalah sebagai berikut:

  • Dimensi fisiologis, yaitu ciri-ciri fisik yang berhubungan dengan pekerjaan dan sistem sosial tempat tokoh itu hidup;

  • Dimensi sosiologis, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan pekerjaan tokoh dan sistem sosial tempat tokoh itu hidup;

  • Dimensi psikologis, yakni ciri-ciri kejiwaan tokoh.

Ada beberapa jenis penokohan, yaitu tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh pembantu.

  • Tokoh protagonis ialah tokoh utama yang merupakan pusat cerita. Tokoh utama ini merupakan corong pengarang untuk mengemukakan gagasannya dan pandangan hidupnya. Tokoh utama memiliki motivasi yang kuat untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita yang biasanya dengan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Oleh sebab itu, tokoh utama harus menanggung resiko, menyingkirkan berbagai rintangan yang menghadang di hadapannya dalam perjalanan mencapai cita-citanya itu.

  • Tokoh antagonis adalah tokoh lawan protagonis. Tokoh antagonis menjadi perintang tokoh protagonis dalam mewujudkan cita-citanya. Pertikaian antara tokoh protagonis dengan antagonis menimbulkan konflik yang menggerakkan cerita. Dalam menjalankan perannya sebagai perintang (obstacles), tokoh antagonis menggunakan berbagai taktik dan siasat.

  • Tokoh pembantu adalah para tokoh yang tidak terlibat langsung dalam konflik utama, tetapi mereka dibutuhkan untuk menambah intensitas konflik utama dan menghadirkan dinamika pergerakan cerita. Selain itu, masih ada sejenis tokoh yang dinamakan tokoh bulat atau around-character, yakni tokoh yang mengalami perkembangan atau perubahan.

Saat ini, watak datar sudah kurang disukai orang. Sebaliknya, watak yang bulat, yakni watak tokoh yang dapat mengalami perkembangan lebih disukai orang, karena lebih hidup dan menarik. Daya tarik itu dapat terjadi disebabkan cerita drama itu dirasakan lebih realistis sesuai dengan jiwa manusia yang pada umumnya memang tidak tetap.

Penokohan atau perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang sama yaitu tokoh atau suatu peran. Tokoh sering juga disebut karakter. Kennedy mengatakan bahwa a character, then, is presumably an imagined person who inhabits a story (1983).

Perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama (Asul Wiyanto, 2004). Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional), dan penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis) (Herman J. Waluyo, 2002).

Yang termasuk dalam keadaan fisik tokoh adalah umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka. Kesukaan , tinggi atau pendek, kurus atau gemuk, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi watak, kegemaran, mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks psikologi yang dialami, keadaan emosinya dan sebagainya. Keadaan sosiologis meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya.

Dalam cerita, karakter diciptakan bukan tanpa maksud dan tanpa dibarengi sesuatu yang mengelilingi atau melingkupinya. Suatu karakter lahir dalam suatu cerita pasti membawa suatu “bentuk” atau “peran” tertentu. Berhubungan dengan karakter, Georg Simmel mengatakan

The stage character, as it is in the text, is not really, so to speak, a complete man : not a human being in the ordinary sense, but a complex assortment of verbal clues for a man (Elizabeth and Tom Burns, 1973).

Tokoh dalam suatu fiksi memang suatu tokoh yang seringkali tidak seperti “kebiasaan” orang pada umumnya, dna memang di dalam dunia panggung hal tersebut sangat dapat diterima karena suatu maksud tertentu dari seorang pengarang.

Henry Guntur Tarigan mengatakan bahwa sang dramawan haruslah dapat memotret para pelakunya dengan tepat dan jelas untuk menghidupkan impresi (1993). Watak tokoh itu akan menjadi nyata terbaca dalam dialog dan catatan samping, jenis dan warna dialog akan menggambarkan watak tokoh itu (Herman J. Waluyo, 2002). Mengkaji sebuah cerita tentu tidak akan lepas dari tokoh, karena tokoh merupakan unsur yang penting dalam sebuah cerita.

Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Burhan Nurgiyantoro, 2002).

Berdasar kutipan tersebut dapat diketahui antara seorang tokoh dan kualitas pribadinya memiliki kaitan yang erat dalam penerimaan pembaca. Berawal dari perbedaan-perbedaan karakter dan kepentingan tokoh inilah, selanjutnya menjadi penyebab konflik dalam sebuah cerita. Menurut Jones, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 1998).

Pengenalan tokoh dalam sebuah cerita, menurut Jakob Sumarjo dan Saini K.M. (1994), ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memahami karakter tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu:

  1. Melihat apa yang diperbuatnya

  2. Melalui ucapan-ucapannya

  3. Melalui gambaran fisik tokoh

  4. Melalui pikiran-pikirannya

  5. Melalui penerangan langsung dari pengarang

Penokohan yang baik adalah yang dapat menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat. Perkembangan haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan kausalitas. Penggambaran dari tokoh-tokoh cerita disebut sebagai penokohan.

Ada beberapa jenis tokoh yang terdapat dalam drama. Henry Guntur Tarigan mengatakan ada empat jenis tokoh dalam drama yaitu :

  1. The foil atau tokoh pembantu
  2. The type character atau tokoh serba bisa
  3. The static character atau tokoh statis
  4. The character who developes in the course of play atau tokoh berkembang.

Lebih lengkap lagi, Herman J. Waluyo membagi beberapa jenis tokoh dengan kriteria tertentu. Pertama, berdasarkan perannya terhadap jalan cerita, ada beberapa jenis tokoh yaitu tokoh protagonis (tokoh pendukung cerita), tokoh antagonis (tokoh penentang cerita), dan tokoh tritagonis (tokoh pembantu). Pembagian yang kedua berdasarkan perannya dalam lakon serta fungsinya, terdapat jenis tokoh sebagai berikut:

  1. Tokoh sentral yakni tokoh yang paling menentukan gerak lakon

  2. Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral, dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral, dapat juga disebut tokoh tritagonis; tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita.

Masih dalam hubungannya dengan klasifikasi tokoh dalam cerita, Orson Scott Card (2005) membagi tokoh menjadi tiga macam berdasarkan derajat kepentingan tokoh dalam cerita.

1. Tokoh Figuran

Tokoh-tokoh ini tidak dikembangkan sama sekali, mereka hanya merupakan orang di latar belakang, dimaksudkan untuk memberi kesan realisme atau melakukan fungsi sederhana, lalu hilang dan dilupakan.

2. Tokoh Sampingan

Tokoh-tokoh ini mungkin memengaruhi plot, tetapi pembaca tidak dimaksudkan terlibat secara emosional dengan mereka, baik secara negatif maupun positif. Pada umumnya tokoh sampingan melakukan satu atau dua hal dalam cerita lalu hilang.

3. Tokoh Penting

Kelompok ini mencakup ornag–orang yang kita pedulikan, kita cintai atau membenci mereka, takut mereka atau berharap mereka berhasil. Mereka terus-menerus muncul dalam cerita.
Seluruh perjalanan drama di jiwai oleh konflik pelakuknya.

Konflik itu terjadi oleh pelaku yang mendukung cerita (sering disebut pelaku utama) yang bertentangan dengan pelaku pelawan arus cerita (pelaku penentang). Dua tokoh tersebut disebut dengan tokoh protagonis dan antagonis. Konflik antara tokoh antagonis dengan tokoh protagonis itu hendaknya sedemikian keras, tetapi wajar, realistis, dan logis. Jika dalam wayang kita jumpai konflik antara arjuna dengan buto cakil, maka dalam drama modern konflik semacam itu dianggap tidak realistis dan tidak logis. Dalam benak pembaca (penonton) sudah timbul apriori yang menyatakan, buto cakil pasti kalah. Konflik yang logis adalah dalam suasana yang kurang lebih seimbang dalam permasalahan yang rumit dan memang bisa terjadi sungguh-sungguh dalam kehidupan kita ini.