Pendekatan Behavioristik
Aliran Psikologis di Rusia dipelopori oleh Ivan Petrovich Pavlov, dan dikenal sebagai aliran behaviorisme di Rusia timbul aliran behaviorisme. Semula aliran behaviorisme timbul di Rusia tetapi kemudian berkembang pula di Amerika, dan merupakan aliran yang mempunyai pengaruh cukup lama. Pendekatan tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Pendekatan tingkah laku bertujuan menghilangkan simptom-simptom yang salah sesuai (maladaptif) serta membentuk tingkah laku baru. Pendekatan tingkah laku dirumuskan sebagai teknik khusus yang menggunakan dasar psikolgi (khususnya proses belajar) untuk mengubah perilaku seseorang secara kuantitatif. Perlunya sesuatu yang dirubah karena ada maladaptif yang menyebabkan terganggunya kestabilan pribadinya.
Behaviorisme artinya serba tingkah laku. Psikologi behaviorisme adalah psikologi tingkah laku dan menekankan pada tingkah laku. Behaviorisme didasarkan pada ajaran materialisme. Pada tahun-tahun selanjutnya, psikologi behaviorisme mengalami perkembangan sangat pesat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian behavioristik adalah pendekatan yang mengubah tingkah laku yang maladaptif menjadi tingkah laku yang adaptif dengan melalui teknikteknik dalam pendekatan behavioristik. Diantara tokoh-tokoh psikologi behaviorisme dari Amerika Serikat yang sangat konsen pada penelitian-penelitian di bidang psikologi behaviorisme di antaranya J.B. Watson, Tolman, Hull, dan lain-lain.
Teori-Teori Pendekatan Behavioristik
a. Ivan Petroch Pavlov (1849-1936)
Aliran psikologi di Rusia di pelopori oleh Ivan Petrovich Pavlov, dan dikenal sebagai aliran behaviorisme di Rusia. Menurut Pavlov aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
-
Aktivitas yang bersifat reflektif, yaitu aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan.
-
Aktivitas yang disadari, yaitu aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.
Pavlov dalam eksperimennya mengguanakan anjing sebagai binatang coba. Anjing dioperasi sedemikian rupa, sehingga apabila air liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang yang telah disediakan. Menurut Pavlov apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengaluarkan air liur, ini merupakan respons yang alami, respons yang reflektif, yang disebut sebagai respons yang tidak berkondisi. Apabila anjing mendengar bunyi bel dan kemudian menggerakkan telinganya, ini juga merupakan respons yang alami. Bel sebagai stimulus yang tidak berkondisi atau gerak telinga sebagai stimulus yang berkondisi. Persoalan yang dipikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada anjing suatu perilaku atau respons apabila anjing mendengar bunyi bel lalu mengeluarkan air liur. Hal inlah yang kemudian diteliti secara eksperimental oleh Pavlov.
Dalam eksperimen ini, hasil pada akhirnya bunyi bel berkedudukan sebagai stimulus yang berkondisi dan mengeluarkan air liur sebagai respons berkondisi. Apabila bunyi bel diberikan setelah diberikan makanan, maka tidak akan terjadi respons yang berkondisi tersebut. Sama halnya apabila eksperimen tersebut di aplikasikan pada proses pembelajaran. Guru akan memberikan tugas kepada siswa untuk membiasakan contoh materi yang diberikan oleh guru. Dan apabila siswa tersebut dapat mengaplikasikan contoh tersebut dan dapat menjadikan kebiasaan dalam perilakunya, guru akan memberikan penghargaan kepada siswa tersebut. Perintah tersebut diulang hingga beberapa kali tugas, hingga siswa tersebut benarbenar dapat membiasakan contoh tersebut tanpa diberikan penghargaan kembali.
b. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike asosiasi antara sense of impression dan impuls to action , disebutnya sebagai koneksi atau connection , yaitu usaha untuk menggabungkan antara kejadian sensoris dengan perilaku. Thorndike menitikberatkan pada aspek fungsional dari perilaku, yaitu bahwa proses mental dan perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri organisme terhadap lingkungannya. Karena itu Thorndike diklasifikasikan sebagai behavioris yang fungsional, berbeda dengan Pavlov sebagai behavioris asosiatif.
Thorndike mengajukan pengertian tersebut dari eksperimennya dengan puzzle box . Dari eksperimennya Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum yang sering dikenal dengan hukum primer dalam hal belajar, yaitu :
-
Hukum kesiapan (the law of readinnes).
-
Hukum latihan (the law of exercise)
-
Hukum efek (the law of effect).
Menurut Thorndike belajar yang baik harus adanya kesiapan dari organisme yang bersangkutan. Apabila tidak adanya kesiapan, maka hasil bekajarnya tidak akan baik. Secara praktis hal tersebut dapat dikemukakan bahwa :
-
Apabila pada organisme adanya kesiapan untuk melakukan sesuatu aktivitas, dan organisme itu dapat melaksanakan kesiapannya itu, maka organisme tersebut akan megalami kepuasan.
-
Apabila pada organisme adanya kesiapan untuk melakukan sesuatu aktivitas, tetapi organisme itu tidak dapat melakukannya, maka organisme itu akan mengalami kekecewaan atau frustasi.
-
Apabila organisme itu tidak mempunyai kesiapan untuk melakukan atau aktivitas, tetapi disuruh melakukannya, maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Eksperimennya yang khas adalah dengan kucing, dipilih yang masih muda yang kebiasaan-kebiasaannya masih belum kaku, dibiarkan lapar, lalu dimasukkan ke dalam kurungan. Konstruksi pintu kurungan itu dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu pintu kurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai makanan yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah atau daya penarik bagi si kucing yang lapar itu. Pada usaha yang pertama kucing masih melakukan bermacam-macam gerakan yang kurang relevan bagi pemecahan problemnya. Waktu yang dibutuhkan dalam usaha yang pertama ini adalah lama. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara berulang-ulang, pada usaha berikutnya ternyata waktu dibutuhkan makin singkat. Hal ini disimpulkan bahwa kucing sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan respon-respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon yang salah.
Sama halnya dengan guru memberikan tugas yang mana siswa tersebut pada dasarnya tidak mengetahui maksud atau jawaban yang nantinya akan dijawab. Akan tetapi dengan adanya guru memberikan hadiah secara cuma-cuma kepada siswa apabila siswa dapat menjawab atau mengetahui pertanyaan tersebut. Para siswa akhirnya berlomba-lomba menacari jawaban pertanyaan tersebut dimana pun, seperti di internet, di buku atau kepada orang yang lebih faham dengan pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Ciri-ciri Pendekatan Behavioristik
Dalam setiap pendekatan pasti mempunyai ciri-ciri tertentu, berikut adalah ciri-ciri pendekatan behavioristik :
-
Memusatkan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
-
Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
-
Perumusan prosedur treatment yang spesifin yang sesuai dengan masalah.
-
Penaksiran obyektif atas hasil-hasil terapi
Adapun karakteristik pendekatan behavioristik adalah :
-
Didasarkan pada teori yang dirumuskan secara tepat dan konsisten yang mengarah kepada kesimpulan yang dapat diuji.
-
Berasal dari hasil penelaahan eksperimental yang secara khusus direncanakan untuk menguji teori-teori dan kesimpulannya.
-
Memandang simptom sebagai respon bersyarat yang tidak sesuai.
-
Memandang symptom sebagai bukti adanya kekeliruan hasil belajar.
-
Memandang bahwa simptom-simptom tingkah laku itu ditentukan berdasarkan perbedaan individual yang terbentuk secara kondisional dan antonom, sesuai dengan lingkungan masing-masing.
Dengan demikian perilaku tidak hanya mengubah gejala perilakunya menjadi akhlak terpuji saja, namun akan terjadi perubahan dalam keseluruhan pribadinya, sehingga pendekatan behavioristik juga dapat disebut dengan psikoterapi. Jadi pendekatan behavioristik juga bertujuan menghilangkan simptomsimptom yang maladaptif serta membentuk tingkah laku yang baru dalam segi akhlak terpuji.
Referensi
http://digilib.uinsby.ac.id/5501/5/Bab%202.pdf