Apa yang dimaksud dengan nilai tukar?

nilai tukar
Barang yang memiliki manfaat bagi manusia dikatakan bahwa barang itu memiliki nilai bagi manusia. Dengan kata lain, barang-barang yang memiliki nilai berarti barang itu mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu, nilai barang diartikan sebagai kemampuan barang untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Apa yang dimaksud dengan nilai tukar?

Nilai tukar atau kurs didefinisikan sebagai nilai suatu mata uang terhadap mata uang lain (Mishkin, 2008). Sementara itu Krugman (2000) menjelaskan nilai tukar sebagai harga sebuah mata uang yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain. Perubahan nilai tukar ini menurut Paul Krugman dan Obstfeld (2000) dapat dibedakan menjadi dua yaitu depresiasi dan apresiasi. Depresiasi adalah penurunan nilai mata uang domestic terhadapmata uang asing, sedangka apresiasi adalah kenaikan nilai mata uang domestic terhadap mata uang asing. Bila kondisi lain tetap (ceteris paribus), maka depresiasi mata uang suatu Negara membuat harga barang-barang negara tersebut lebih murah bagi pihak luar negeri sedangkan harga barang luar negeri menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri. Dan sebaliknya, apresiasi mata uang suatu negara menyebabkan harga barang Negara tersebut menjadi mahal bagi pihak luar negeri sedangkan harga barang luar negeri menjadi lebih murah bagi pihak dalam negeri.

Pengertian nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif mata uang antara dua negara. Jika nilai tukar Rupiah terhadap USD adalah Rp 8.500,- per USD maka kita dapat menukar 1 USD dengan Rp 8.500,- di pasar valuta asing. Sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari suatu barang di antara dua negara. Dengan demikian nilai tukar riil menunjukkan suatu nilai tukar barang di suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar riil ini sering disebut dengan istilah term of trade.

Umumnya, pergerakan nilai tukar secara relatif dapat disebabkan oleh beberapa hal baik yang bersifat fundamental maupun non fundamental. Faktor fundamental mencakup perubahan pada variabel-variabel makro ekonomi seperti laju inflasi, pertumbuhan ekonomi dan perubahan trade balance.

Kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur lain yang digunakan dalam menilai kekuatan suatu perekonomian. Kurs menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli satu unit valuta asing tertentu. Kurs valuta asing dapat dipandang sebagai harga dari suatu mata uang asing. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kurs valuta asing adalah neraca perdagangan nasional.

Menurut Mishkin (2009), kurs merupakan harga satu mata uang dalam mata uang yang lain. Nilai tukar valuta asing adalah harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan.

Menurut Salvator (1997) dalam Anggaristyadi (2011), Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar atau kurs juga dapat didefinisikan sebagai harga 1 unit mata uang domestik dalam satuan valuta asing, sehingga yang dimaksud dengan nilai tukar harga rupiah per unit dolar AS.

Penurunan nilai tukar akan membuat harga dari berbagai barang produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya impor akan menurun kenaikan harga–harga umum juga dapat menurunkan nilai tukar. Penurunan nilai tukar akan membuat harga dari produk barang di dalam negeri menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan harga barang produk impor yang lebih murah sehingga penduduk domestik berpaling untuk memilih menggunakan produk impor yang harganya lebih murah.

Cara penilaian harga mata uang dengan menyatakan sekian unit mata uang lokal yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing dinamakan direct quotation. Joesoef, (2008) dalam Puspitaningrum dkk (2014) . Secara umum, formula penilaian kurs secara direct adalah :

Direct Quotation = jumlah unit mata uang lokal/satu unit mata uang asing

Sebaliknya, negara yang menulis kurs dengan mengunci satu unit mata uang lokalnya yang dapat ditukar terhadap sekian unit mata uang asing dinamakan indirect quotation. Joesoef, (2008) dalam Puspitaningrum dkk (2014) . Secara umum, formula penilaian kurs secara indirect adalah :

Indirect Quotation = jumlah unit mata asing/satu unit mata uang lokal

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai tukar suatu mata uang. Kurs valuta asing dapat berubah bila terjadi perubahan selera, perubahan harga barang impor dan barang ekspor, terjadinya inflasi, perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi serta pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Madura (2006) dalam Puspitaningrum dkk (2014), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar diantaranya tingkat inflasi relatif, suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, pengendalian pemerintah, dan prediksi pasar.

Menurut Arifin, Hadi W (2009), dalam Theo dkk (2012). Nilai tukar adalah harga suatu nilai mata uang terhadap mata uang lainnya. Faktor yang mempengaruhi pegerakan nilai kurs merupakan akibat interaksi antara beberapa faktor secara tidak langsung, dengan mengansumsikan faktor lain yang secara langsung.

Menurut Raharjo (2009), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dsb.

Ada dua faktor penyebab perubahan nilai tukar :

  • Faktor penyebab nilai tukar secara langsung sebagai berikut :

    1. Pemintaan valas akan ditentukan oleh impor barang dan jasa yang memerlukan dolar atau valas dan ekspor modal dari dalam ke luar negeri.

    2. Penawaran valas ditentukan oleh ekspor barang dan jasa yang menghasilkan dollar atau valas dan impor modal dari luar negeri ke dalam negeri.

  • Faktor penyebab nilai tukar secara tidak langsung sebagai berikut :

    1. Posisi neraca pembayaran.
      Saldo neraca pembayaran memiliki konsekuensi terhadap nilai tukar rupiah. Jika saldo neraca pembayaran defisit, permintaan terhadap valas akan meningkat.Hal ini menyebabkan nilai tukar melemah (depresiasi). Sebaliknya jika saldo neraca pembayaran surplus, permintaan terhadap valas akan menurun, dan hal ini menyebabkan nilai rupiah menguat (terapresiasi).

    2. Tingkat inflasi
      Dengan asumsi faktor lainnya tetap (ceteris paribus), kenaikan harga akan mempengaruhi nilai tukar mata uang suatu negara. Sesuai dengan teori paritas daya beli (purchasing power parity) atau PPP, yang mengartikan bahwa pergerakan kurs antara mata uang dua negara berasal dari tingkat harga di kedua negara itu sendiri. Dengan demikian, menurut teori ini penurunan daya beli mata uang (yang ditunjukan oleh kenaikan harga di negara yang berkaitan) akan diikuti dengan depresiasi mata uang secara proporsional dalam pasar valuta asing. Sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik (misalnya rupiah) akan mengakibatkan apresiasi (penguatan mata uang) secara proporsional.

    3. Tingkat bunga
      Dengan asumsi ceteris paribus adanya kenaikan suku bunga dari simpanan mata uang domestik, akan mengakibatkan mata uang domestik itu mengalami apresiasi (penguatan) terhadap nilai mata uang negara lain. Hal ini mudah dimengerti karena peningkatkan suku bunga deposito, misalnya orang yang menyimpan aset di lembaga perbankan dalam bentuk rupiah akan mendapatkan pendapatan bunga yang lebih besar sehingga mengakibatkan nilai rupiah terapresiasi.

    4. Tingkat pendapatan nasional
      Seperti pada tingkat bunga, tingkat pendapatan nasional hanya mempengaruhi nilai tukar melalui tingkat permintaan dolar atau valas lainnya. Kenaikan pendapatan nasional( yang identik dengan meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi) melalui kenaikan impor akan menigkatkan permintaan terhadap dolar atau valas lainnya sehingga menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi dibandingkan dengan valas lainnya.

    5. Kebijakan Moneter
      Kebijakan dari pemerintah yang bertujuan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi dapat mempengaruhi suatu pergerakan kurs. Misalnya, kebijakan Bank Indonesia yang besifat ekspansif (dengan menambah jumlah uang beredar) kemudian mendorong kenaikan harga atau inflasi. Kemudian menyebabkan rupiah mengalami depresiasi karena menurunkan daya beli rupiah terhadap barang dan jasa dibandingkan dolar atau valas lainnya.

    6. Ekspektasi dan Spekulasi
      Untuk sistem nilai tukar yang diberikan kepada mekanisme pasar secara bebas, seperti halnya rupiah dan sebagian besar nilai mata uang negara di dunia, perubahan nilai tukar rupiah dapat disebabkan oleh faktor non-ekonomi (misalnya karena ledakan bom atau gangguan keamanan) akan berpengaruh kepada kondisi perekonomian di dalam negeri.

Sistem Nilai Tukar


Sistem nilai tukar memiliki peran untuk tercapainya stabilitas moneter. Nilai tukar yang stabil di perlukan untuk terciptanya kondisi yang kondusif bagi kegiatan dunia usaha. Sistem nilai tukar sendiri memiliki arti suatu perjanjian atau kesepakatan suatu nilai tukar mata uang yang akan digunakan sebagai pembayaran di waktu yang sekarang dan di waktu yang akan datang antara dua mata uang masing-masing negara.

Sejak tahun 1944 sampai dengan akhir tahun 1960-an, sistem kurs valuta asing atau sistem moneter internasional didasarkan pada Fixed Exchange Rate (sistem kurs tetap). Sistem ini dikenal dengan Sistem Bretton Woods, karena didasarkan pada perjanjian yang disetujui oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dengan Bank Dunia (IBRD). Sistem ini juga dikenal sebagai standar tukar emas, karena banyak negara yang memegang emas dan devisa, khususnya Dollar Amerika sebagai cadangannnya. Namun, sejak tahun 60-an sistem ini tidak dipergunakan lagi dan beralih menggunakan sistem kurs mengambang (floating exhange rate).

Di Indonesia sendiri sistem nilai tukar telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Yaitu :

  1. Sistem nilai tukar tetap (1970 – 1978).
    Dalam sistem kurs tetap sesuai dengan UU no. 32 tahun 1964 Indonesia menganut kurs tetap yang dipatok sebesar Rp. 250 / US$, sedangkan nilai tukar mata uang lain dihitung berdasarkan kurs Rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar ini BI melakukan intervensi aktif terhadap perdagangan valuta asing. Pada tanggal 17 April 1970 pemerintah melakukan devaluasi rupiah menjadi Rp. 378 / US$. Kemudian pada tanggal 21 Agustus 1971 dilakukan devaluasi lagi menjadi Rp. 415 / US$. Pada tanggal 15 Nopember 1978 pemerintah kembali mendevaluasi rupiah menjadi Rp. 625 / US$.

  2. Sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978 - Juli 1997).
    Setelah devaluasi rupiah pada tahun 1978 pemerintah mengganti sistem kurs mata uang menjadi sistem mengambang terkendali. Dalam sistem ini nilai tukar rupiah didasarkan pada nilai sekeranjang mata uang (basket of currencies), maksudnya adalah nilai tukar rupiah tidak hanya didasarkan pada satu mata uang saja, tetapi beberapa mata uang yang berperan penting dalam perdagangan dengan Indonesia. Masing-masing mata uang diberi bobot yang berbeda sesuai dengan peranannya dalam membiayai perdagangan Indonesia. Pada sistem ini BI menetapkan kurs indikasi (spread) dan hanya akan melakukan intervensi bila kurs melewati batas indikasi. Meskipun begitu pemerintah tidak dapat menghindar dari melakukan devaluasi terhadap rupiah pada tanggal 30 Maret 1983 dari nilai Rp. 700 / US$, menjadi Rp. 970 / US$ dan tanggal 12 September 1986 dari nilai Rp. 1.334 /US$, menjadi Rp. 1664 /US$. Pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas kendali terhadap kurs rupiah akibat imbas dari krisis ekonomi.

  3. Sistem nilai tukar mengambang bebas (14 Agustus 1997 – Sekarang).
    Dengan sistem mengambang bebas maka nilai tukar rupiah terhadap dollar dan mata uang lainnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah melalui BI tidak lagi melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah. Tujuan dari diterapkannya sistem ini agar cadangan devisa Indonesia tidak habis, tetapi akibat dilepaskannya nilai kurs valuta asing terhadap rupiah mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi dimana kenaikan terjadi setiap hari dari nilai tukar Rp. 2.300 /US$ naik menjadi Rp. 4.100 , kemudian Rp. 5.500 sampai pada puncaknya di bulan April 1998 nilai tukar rupiah mencapai Rp. 17.200 / US$.

Nilai tukar merupakan harga atau nilai dari mata uang suatu negara yang diukur dengan mata uang negara lain. Nilai tukar adalah harga dari mata uang satu negara dalam mata uang negara lainnya (Mishkin, 2007).

Nilai tukar menjadi penting dalam transaksi luar negeri baik dalam hal perdagangan maupun investasi dan berperan dalam kebijakan moneter baik sebagai target atau instrumen. Dapat disimpulkan bahwa nilai tukar Rupiah adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang Rupiah dengan mata uang negara lain.

Mankiw (2006) membagi nilai tukar menjadi dua jenis, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Kurs nominal merupakan harga relatif dari mata uang dua negara yang melakukan perdagangan internasional. Sedangkan kurs riil merupakan harga relatif dari barang-barang di kedua negara yang melakukan pertukaran.

Teori Penentuan Nilai Tukar

Ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tukar, yaitu:

  1. Pendekatan perdagangan atau elastisitas
    Menurut pendekatan ini, nilai tukar mata uangt suatu negara terhadap mata uang negara lain ditentukan oleh kesimbangan jumlah ekspor dan impor negara tersebut. Jadi, pada pendekatan perdagangan nilai tukar hanya ditentukan oleh perdagangan barang dan jasa saja.

    Contohnya jika jumlah ekspor Indonesia lebih besar dari jumlah impor atau mengalami surplus maka nilai tukar akan mengalami penurunan. Dalam hal ini mata uang Rupiah mengalami apresiasi. Pendekatan ini sangat tergantung elastisitas jumlah impor dan ekspor terhadap perubahan harga.

  2. Pendekatan moneter
    Jika pendekatan elastisitas menggunakan aliran dana dalam penentuan nilai tukar, beda halnya dengan pendekatan moneter. Pendekatan ini melihat bahwa nilai tukar ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang domestik pada tiap-tiap negara.

    Diasumsikan penawaran uang di suatu negara ditentukan oleh otoritas moneter dan permintaan uang ditentukan oleh tingkat pendapatan riil, tingkat harga dan suku bunga. Jika penawaran uang naik sementara pendapatan riil tetap, maka tingkat harga akan naik yang selanjutnya dapat melemahkan nilai tukar.

  3. Pendekatan puchasing power parity (PPP)
    Menurut pendekatan ini, digunakan untuk menganalisa pengaruh inflasi antara dua negara terhadap nilai tukarnya. Pendekatan ini dibagi menjadi dua yaitu absolute purchasing power parity dan relative purchasing power parity.

  4. Pendekatan portofolio-balance
    Menurut pendekatan ini, nilai tukar ditentukan oleh proses keseimbanagn permintaan dan penawaran aset keuangan. Diasumsikan bahwa aset keuangan domestik dapat saling menggantikan dengan aset keuangan luar negeri.

    Pendekatan keseimbangan portofolio mengakui bahwa masyarakat mungkin ingin memegang kedua mata uang, walaupun mereka mungkin memiliki preferensi terhadap salah satu mata uang (Krugman dan Maurice, 2000).

    Permintaan aset keuangan luar negeri akan menyebabkan permintaan terhadap mata uang asing akan meingkat. Jika hal ini tidak diimbangi oleh pertambahan penawaran valas maka yang terjadi adalah semakin tingginya nilai tukar (depresiasi nilai tukar domestik).

Menurut Paul R Krugman dan Maurice (2000), nilai tukar mata uang yang lainnya disebut Kurs adalah Harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Menurut Nopirin (2008), kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Menurut Salvator (2004), kurs atau nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs (Exchange Rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah sering disebut dengan kurs (exchange rate).

Nilai tukar biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar AS artinya suatu penurunan harga dollar AS terhadap rupiah. Depresiasi mata uang negara membuat harga barang- barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri. Sedang apresiasi rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan rupiah terhadap dollar AS. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barangbarang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri (Sukirno, 2010).

  • Sistem Nilai Tukar dan Dasar Pertimbangan Penetapannya
    Pada dasarnya terdapat lima jenis sistem kurs utama yang berlaku yaitu: sistem kurs mengambang (floating exchang rate), kurs tertambat (pegged exchange rate), kurs tertambat merangkak (crawling pegs), sekeranjang mata uang (basket of currencies), kurs tetap (fixed exchange rate). Pada jenis sistem kurs mengambang, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter apabila ada terdapat campur tangan pemerintah maka system ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate), (Kuncoro, 2003).

  • Keynesian Balance of Payment Theory
    Hubungan antara Kurs Valuta Asing dengan NPI dapat dijelaskan melalui mekanisme harga. Menurut Keynesian Balance of Payment Theory mengatakan bahwa apabila karena suatu hal nilai tukar valuta mengalami apresiasi (mata uang asing meningkat dan mata uang lokal menurun), maka hal ini secara relatif dapat menyebabkan peningkatan ekspor. Peningkatan ekspor tersebut terjadi dikarenakan harga barang-barang ekspor meningkat. Apabila kemampuan ekspor lebih besar dari pada kemampuan impor, maka hal ini dapat menyebabkan surplus Neraca Pembayaran Internasional melalui neraca perdagangan yang selanjutnya akan memperbaiki posisi cadangan devisa suatu negara. Demikian sebaliknya, apabila nilai tukar valuta mengalami depresiasi (mata uang asing menurun dan mata uang lokal meningkat), maka akan menurunkan keinginan ekspor dikarenakan harga-harga barang ekspor yang relatif rendah. Hal ini akan menyebabkan defisit pada Neraca Pembayaran Internasional yang selanjutnya menurunkan posisi cadangan devisa suatu negara. Oleh karena itu menurut Keynesian Balance of Payment Theory, dengan asumsi ceteris paribus, hubungan antara Nilai Tukar dengan cadangan devisa adalah negatif.

  • Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory atau PPP)
    Gagasan dasar teori Purchasing Power Parity (PPP) lahir dari tulisan-tulisan para ekonom Inggris diabad ke 19, antara lain David Ricardo (penemu teori keuntungan komparatif). Gustav Cassel, seorang ekonom Swedia yang aktif di awal abad 20, mempopulerkan PPP dengan menjadikannya sebagai intisari dari suatu teori kurs. Purchasing Power Parity (PPP) atau Paritas daya beli adalah sebuah metode yang digunakan untuk menghitung sebuah alternatif nilai tukar antar mata uang dari dua negara. PPP mengukur berapa banyak sebuah mata uang dapat membeli dalam pengukuran internasional, karena barang dan jasa memiliki harga berbeda di beberapa negara. Penjelasan teori PPP ini erat kaitannya dengan dalil satu harga (Law of One Price), yang menyatakan bahwa dalam pasar kompetitif yang bebas dari biaya transportasi dan hambatan-hambatan resmi perdagangan, barang-barang yang identik (sama jenisnya) pasti dijual di berbagai negara dengan harga yang sama (apabila harganya dinyatakan dalam satuan mata uang yang sama), (Hady, 2009). Dalil satu harga dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

    image .