Kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur lain yang digunakan dalam menilai kekuatan suatu perekonomian. Kurs menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli satu unit valuta asing tertentu. Kurs valuta asing dapat dipandang sebagai harga dari suatu mata uang asing. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kurs valuta asing adalah neraca perdagangan nasional.
Menurut Mishkin (2009), kurs merupakan harga satu mata uang dalam mata uang yang lain. Nilai tukar valuta asing adalah harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan.
Menurut Salvator (1997) dalam Anggaristyadi (2011), Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar atau kurs juga dapat didefinisikan sebagai harga 1 unit mata uang domestik dalam satuan valuta asing, sehingga yang dimaksud dengan nilai tukar harga rupiah per unit dolar AS.
Penurunan nilai tukar akan membuat harga dari berbagai barang produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya impor akan menurun kenaikan harga–harga umum juga dapat menurunkan nilai tukar. Penurunan nilai tukar akan membuat harga dari produk barang di dalam negeri menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan harga barang produk impor yang lebih murah sehingga penduduk domestik berpaling untuk memilih menggunakan produk impor yang harganya lebih murah.
Cara penilaian harga mata uang dengan menyatakan sekian unit mata uang lokal yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing dinamakan direct quotation. Joesoef, (2008) dalam Puspitaningrum dkk (2014) . Secara umum, formula penilaian kurs secara direct adalah :
Direct Quotation = jumlah unit mata uang lokal/satu unit mata uang asing
Sebaliknya, negara yang menulis kurs dengan mengunci satu unit mata uang lokalnya yang dapat ditukar terhadap sekian unit mata uang asing dinamakan indirect quotation. Joesoef, (2008) dalam Puspitaningrum dkk (2014) . Secara umum, formula penilaian kurs secara indirect adalah :
Indirect Quotation = jumlah unit mata asing/satu unit mata uang lokal
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai tukar suatu mata uang. Kurs valuta asing dapat berubah bila terjadi perubahan selera, perubahan harga barang impor dan barang ekspor, terjadinya inflasi, perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi serta pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Madura (2006) dalam Puspitaningrum dkk (2014), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar diantaranya tingkat inflasi relatif, suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, pengendalian pemerintah, dan prediksi pasar.
Menurut Arifin, Hadi W (2009), dalam Theo dkk (2012). Nilai tukar adalah harga suatu nilai mata uang terhadap mata uang lainnya. Faktor yang mempengaruhi pegerakan nilai kurs merupakan akibat interaksi antara beberapa faktor secara tidak langsung, dengan mengansumsikan faktor lain yang secara langsung.
Menurut Raharjo (2009), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dsb.
Ada dua faktor penyebab perubahan nilai tukar :
Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar memiliki peran untuk tercapainya stabilitas moneter. Nilai tukar yang stabil di perlukan untuk terciptanya kondisi yang kondusif bagi kegiatan dunia usaha. Sistem nilai tukar sendiri memiliki arti suatu perjanjian atau kesepakatan suatu nilai tukar mata uang yang akan digunakan sebagai pembayaran di waktu yang sekarang dan di waktu yang akan datang antara dua mata uang masing-masing negara.
Sejak tahun 1944 sampai dengan akhir tahun 1960-an, sistem kurs valuta asing atau sistem moneter internasional didasarkan pada Fixed Exchange Rate (sistem kurs tetap). Sistem ini dikenal dengan Sistem Bretton Woods, karena didasarkan pada perjanjian yang disetujui oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dengan Bank Dunia (IBRD). Sistem ini juga dikenal sebagai standar tukar emas, karena banyak negara yang memegang emas dan devisa, khususnya Dollar Amerika sebagai cadangannnya. Namun, sejak tahun 60-an sistem ini tidak dipergunakan lagi dan beralih menggunakan sistem kurs mengambang (floating exhange rate).
Di Indonesia sendiri sistem nilai tukar telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Yaitu :
-
Sistem nilai tukar tetap (1970 – 1978).
Dalam sistem kurs tetap sesuai dengan UU no. 32 tahun 1964 Indonesia menganut kurs tetap yang dipatok sebesar Rp. 250 / US$, sedangkan nilai tukar mata uang lain dihitung berdasarkan kurs Rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar ini BI melakukan intervensi aktif terhadap perdagangan valuta asing. Pada tanggal 17 April 1970 pemerintah melakukan devaluasi rupiah menjadi Rp. 378 / US$. Kemudian pada tanggal 21 Agustus 1971 dilakukan devaluasi lagi menjadi Rp. 415 / US$. Pada tanggal 15 Nopember 1978 pemerintah kembali mendevaluasi rupiah menjadi Rp. 625 / US$.
-
Sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978 - Juli 1997).
Setelah devaluasi rupiah pada tahun 1978 pemerintah mengganti sistem kurs mata uang menjadi sistem mengambang terkendali. Dalam sistem ini nilai tukar rupiah didasarkan pada nilai sekeranjang mata uang (basket of currencies), maksudnya adalah nilai tukar rupiah tidak hanya didasarkan pada satu mata uang saja, tetapi beberapa mata uang yang berperan penting dalam perdagangan dengan Indonesia. Masing-masing mata uang diberi bobot yang berbeda sesuai dengan peranannya dalam membiayai perdagangan Indonesia. Pada sistem ini BI menetapkan kurs indikasi (spread) dan hanya akan melakukan intervensi bila kurs melewati batas indikasi. Meskipun begitu pemerintah tidak dapat menghindar dari melakukan devaluasi terhadap rupiah pada tanggal 30 Maret 1983 dari nilai Rp. 700 / US$, menjadi Rp. 970 / US$ dan tanggal 12 September 1986 dari nilai Rp. 1.334 /US$, menjadi Rp. 1664 /US$. Pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas kendali terhadap kurs rupiah akibat imbas dari krisis ekonomi.
-
Sistem nilai tukar mengambang bebas (14 Agustus 1997 – Sekarang).
Dengan sistem mengambang bebas maka nilai tukar rupiah terhadap dollar dan mata uang lainnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah melalui BI tidak lagi melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah. Tujuan dari diterapkannya sistem ini agar cadangan devisa Indonesia tidak habis, tetapi akibat dilepaskannya nilai kurs valuta asing terhadap rupiah mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi dimana kenaikan terjadi setiap hari dari nilai tukar Rp. 2.300 /US$ naik menjadi Rp. 4.100 , kemudian Rp. 5.500 sampai pada puncaknya di bulan April 1998 nilai tukar rupiah mencapai Rp. 17.200 / US$.