Apa yang dimaksud dengan Neuropsikologi?

Neuropsikologi merupakan perpaduan atau gabungan dari ilmu yang mempelajari tentang system syaraf manusia dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku dan tingkah laku dari manusia itu sendiri.

Apa itu neuropsikologi?

Neuropsikologi adalah suatu bidang multidisiplin atau interdisiplin antara neurologi dan psikologi. Phares (1992) mengemukakan bahwa neuropsikologi dianggap sebagai salah satu di antara kekhususan psikologi klinis. Neuropsikologi mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak dan defisit perilaku, dan melakukan asesmen dan perlakuan (treatment) untuk perilaku yang berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan neuropsikologi klinis menurut Lezak (1995) adalah ilmu terapan yang mempelajari ekspresi perilaku dari disfungsi otak (applied science concerned with the behavioral expression of brain dysfunction). Bidang ini muncul karena kebutuhan untuk dilakukan pemindaian (screening) dan diagnosis atas mereka yang mengalami cedera otak dan gangguan perilaku pada tentara pascaperang dunia dan untuk rehabilitasinya.

Evaluasi atas perilaku kasus-kasus itu diperlukan oleh neurolog dan ahli bedah saraf untuk mendampingi diagnosis dan mencatat perjalanan gangguan otak atau efek perlakuan. Lezak (1995) menjelaskan bahwa perilaku manusia dalam pendekatan neuropsikologi dijelaskan sebagai sistem, yakni ada (sistem kognitif, sistem emosi dan sistem eksekutif). Termasuk sistem kognitif adalah pengolahan informasi yang meliputi fungsi reseptif, fungsi memori-belajar-berpikir, dan fungsi ekspresif. Sistem emosi meliputi emosi dan suasana hati (mood), motivasi dan yang merupakan variabel kepribadian. Sistem ketiga yakni eksekutif meliputi bagaimana seseorang berperilaku, apakah ia mampu menolong diri sendiri, perilakunya bertujuan, dan lain-lain.

Berdasarkan pendekatan neuropsikologi, gangguan yang dialami anak autis terjadi karena adanya ketidaknormalan dalam struktur dan biokimia otak (Carlson, 2011; Stefanatos & Baron, 2011), misalnya pertumbuhan otak yang lebih besar 5-10% dari anak normal sampai usia 4 tahun, namun kemudian melambat, dan akhirnya berkurang sebelum waktunya. Anak autis juga mengalami perbedaan dalam beberapa struktur otak terutama di bagian otak yang terkait dengan fungsi eksekutif serta kemampuan komunikasi dan sosial seperti di bagian frontal cortex, temporal cortex, hippocampus dan amygdala. Hal ini menyebabkan anak kesulitan dalam melakukan perencanaan, kurang fleksibel dalam berpikir, kesulitan dalam melakukan generalisasi, kesulitan untuk mengintegrasikan informasi secara lengkap menjadi sesuatu
yang bermakna, serta kesulitan dalam kemampuan intersubjektivitas (kemampuan untuk meletakkan diri sendiri pada posisi/kondisi orang lain).

Pendekatan neuropsikologi juga memandang bahwa gangguan yang dialami anak autis disebabkan karena adanya gangguan dalam mengintegrasikan informasi sensori yang diterima lingkungan. Gangguan dalam proses sensori ini meliputi
cara memperoleh informasi melalui indera (sensory reactivity), cara mengolah informasi tersebut (sensory procesing), serta cara menggerakkan otot dan melakukan serangkaian gerakan sebagai respon terhadap stimulus sensori yang diterima. Gangguan proses sensori ini menyebabkan anakmenunjukkan perilaku atau respon yang tidak tepat, misalnya anak menunjukkan reaksi yang berlebihan (hyper/over reactive) seperti menjerit saat mendengar musik, atau malah kurang bereaksi terhadap stimulus sensori, misalnya tidak merasa sakit ketika terluka (Mukhtar, 2016).

Gangguan spektrum autis merupakan gangguan perkembangan yang disebabkan oleh kelainan struktur dan kimiawi otak. Akibatnya, anak-anak autis mengalami banyak masalah dalam mengolah informasi dan kesulitan dalam memberikan respon yang tepat. Sistem yang bertanggung jawab untuk menerima dan mengolah rangsangan (stimulus) dari luar, disebut sebagai sistem sensorik, tidak bekerja dengan baik. Kondisi sensorik ini memegang peranan penting dalam munculnya beragam masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hambatan terbesar biasanya mereka alami saat usia kanak-kanak, ketika sistem sensorik masih buruk dan mereka belum mengembangkan cara-cara yang tepat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Seiring bertambahnya usia dan penanganan yang tepat, maka sistem sensorik ini akan bekerja lebih baik (Ginanjar, 2008).

Berdasarkan penjelasan neuropsikologi pada perilaku manusia menurut Lezak (1995) dapat dijelaskan sebagai sistem, yakni ada sistem kognitif, sistem emosi dan sistem eksekutif, menyimpulkan bahwa perilaku anak dengan gangguan spektrum autis dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • Pertama, sistem kognitif, pada anak autis mengalami penurunan volume, kelainan ukuran saraf dan kepadatan pada lobus temporalis, kemudian akan mengalami kelainan volume cerebellum sehingga sangat sulit untuk membagi perhatian dan memusatkan perhatian, namun ketika perhatian terpusat, anak autis akan sulit untuk mengalihkan perhatian, dan mengalami perhatian sosial yang rendah.

  • Kedua, sistem emosi, pada anak autis mengalami penurunan ukuran sel neuron dalam sistem limbik sehingga berdampak pada ketidakberfungsian dalam stimulus sosial, gerakan meniru, stimulus emosi, perhatian, dan bermain simbol. Pada anak autis juga mengalami neuroaktivasi yang tidak normal pada amigdala dan hipokampus, sehingga berdampak pada penurunan perilaku sosial, dan rendahnya proses pengenalan wajah.

  • Ketiga, sistem eksekutif, pada anak autis mengalami kelainan pada prefrontal cortex sehingga tidak mampu mengikuti konteks yang ada, dan tampil dalam perilaku yang tidak tepat dan impulsif. Pada anak autis juga mengalami kelainan pada dorsolateral prefrontal cortex, sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan dalam memahami perasaan, pikiran, dan perhatian terhadap orang lain, dan minimnya akan pertimbangan sosial.

Neuropsychologists mempelajari efek dari kondisi otak, membantu mengidentifikasi jenis disfungsi otak berkorelasi berdasarkan perilaku mereka, menilai konsekuensi dari cedera otak, dan membantu klien untuk pulih dari, dan mengatasi, gangguan otak. Banyak pekerjaan neuropsychologists klinis dibangun di atas pemahaman tentang hubungan antara daerah tertentu dari otak dan fungsi psikologis tertentu.

Penemuan lokalisasi fungsi di otak mengatur otot untuk pengembangan neuropsikologi. Pada awal abad kelima, Alcmacon dari Croton hipotesis bahwa otak adalah sebuah aktivitas mental dan memiliki pengaruh kendali atas perilaku manusia. Namun, kemudian filsuf, khususnya Aristoteles menyarankan bahwa hati adalah sumber dari proses mental (ia beralasan bahwa otak berfungsi sebagai radiator yang fungsinya adalah untuk mendinginkan darah). Pandangan Aristoteles memegang kekuasaan di kalangan intelektual selama beberapa ratus tahun sampai dokter Galen Romawi. Melalui pengamatannya terhadap kepala terluka, dan pembedahan mayat-mayat manusia, ia menyimpulkan bahwa otak adalah organ pusat perilaku manusia. Otak dalam mengatur perilaku tentu saja, sama seperti pemahaman bagaimana otak mengendalikan perilaku. Sebagai contoh, meskipun Galen melihat otak sebagai pusat, pandangannya tentang bagaimana perilaku otak diatur adalah sesat.

Galen mengusulkan bahwa ruang terbuka internal dalam otak (ventrikel) bertempat rohroh psikis bahwa perilaku dikendalikan. Hipotesis ventrikel Galen adalah pandangan yang berlaku selama lebih dari seribu tahun sebelum didiskreditkan oleh Andreas Vesalius. Vesalius menunjukkan bahwa ventricals hewan dan manusia adalah tentang ukuran yang sama. Ia menyimpulkan, oleh karena itu, bahwa karena manusia memiliki otak terbesar (ukurannya relatif), maka masalah otak dan bukan ventrikel yang penting dalam proses mental. Awal pemikiran modern tentang hubungan antara otak dan perilaku dapat ditelusuri kembali pada abad kesembilan belas. Franz Joseph Gall dan Johan Casper Spurzheim mengusulkan bahwa teori frenology di awal abad kesembilan belas. Menurut teori phrenological, benjol dan depresi di tengkorak menunjukkan ukuran area otak yang mendasarinya. Sebaliknya, daerah yang kurang berkembang otak mengakibatkan depresi dalam tengkorak atasnya.

Sumber : https://docplayer.info/72959447-Bab-ii-pembahasan-neuropsikologi-klinis-psikologi-klinis-a-neuropsikologi-klinis.html