Apa yang dimaksud dengan Metode Penelitian Etnografi?

Etnografi

Etnografi adalah metode penelitian berdasarkan pengamatan terhadap sekelompok orang dengan lingkungan yang alamiah ketimbang penelitian yang menekankan latar formalitas.

Apa yang dimaksud dengan metode penelitian Etnografi ?

1 Like

Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristiwa kultural, yang menyajikan pandangan hidup subyek sebagai obyek studi. Studi ini akan terkait bagaimana subyek berpikir, hidup, dan berperilaku. Tentu saja perlu dipilih peristiwa yang unik yang jarang teramati oleh kebanyakan orang.

Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat.

Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi. Peneliti justru lebih banyak belajar dari pemilik kebudayaan, dan sangat respek pada cara mereka belajar tentang budaya. Itulah sebabnya pengamatan terlibat menjadi penting dalam aktivitas penelitian. Model etnografi cenderung mengarah ke kutub induktif, konstruktif, transferabilitas, dan subyektif. Selain itu, juga lebih menekankan idiografik, dengan cara mendeskripsikan budaya dan tradisi yang ada.

Etnografi pada dasarnya lebih memanfaatkan teknik pengumpulan data pengamatan berperan serta (partisipant observation). Hal ini sejalan dengan pengertian istilah etnografi yang berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggambarkan). Etnografi merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati dalam kehidupan sehari-hari. Etnografi lazimnya bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik, yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material.

Dari sini akan terungkap pandangan hidup dari sudut pandang penduduk setempat. Hal ini cukup bisa dipahami karena melalui etnografi akan mengangkat keberadaan senyatanya dari fenomena budaya. Dengan demikian akan ditemukan makna tindakan budaya suatu komunitas yang diekspresikan melalui apa saja.

Ciri-ciri penelitian etnografi adalah analisis data yang dilakukan secara holistik, bukan parsial. Ciri-ciri lain seperti dinyatakan Hutomo (Sudikan, 2001) antara lain:

  • sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus memahami gejala empirik (kenyataan) dalam kehidupan sehari-hari;

  • peneliti sendiri merupakan instrumen yang paling penting dalam pengumpulan data;

  • bersifat pemerian (deskripsi), artinya, mencatat secara teliti fenomena budaya yang dilihat, dibaca, lewat apa pun termasuk dokumen resmi, kemudian mengkombinasikan, mengabstrakkan, dan menarik kesimpulan;

  • digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu (shaping), atau studi kasus;

  • analisis bersifat induktif;

  • di lapangan, peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya;

  • data dan informan harus berasal dari tangan pertama;

  • kebenaran data harus dicek dengan dengan data lain (data lisan dicek dengan data tulis);

  • orang yang dijadikan subyek penelitian disebut partisipan (buku termasuk partisipan juga), konsultan, serta teman sejawat;

  • titik berat perhatian harus pada pandangan emik, artinya, peneliti harus menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti, dan bukan dari etik,

  • dalam pengumpulan data menggunakan purposive sampling dan bukan probabilitas statistik; dapat menggunakan data kualitatif maupun kuantitatif, namun sebagian besar menggunakan kualitatif.

Dari ciri-ciri tersebut, dapat dipahami bahwa etnografi merupakan model penelitian budaya yang khas. Etnografi memandang budaya bukan semata-mata sebagai produk, melainkan proses.

Hal tersebut di atas sejalan dengan konsep Marvin Harris (1992) bahwa kebudayaan akan menyangkut nilai, motif, peranan moral etik, dan maknanya sebagai sebuah sistem sosial. Kebudayaan tidak hanya cabang nilai, melainkan merupakan keseluruhan institusi hidup manusia. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan hasil belajar manusia termasuk di dalamnya tingkah laku. Karena itu, menurut Spradley (1997) etnografi harus menyangkut hakikat kebudayaan, yaitu sebagai pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Itulah sebabnya etnografi akan mengungkap seluruh tingkah laku sosial budaya melalui deskripsi yang holistik.

Deskripsi mendalam penentuan sampel pada penelitian kualitatif model etnografik, ada lima jenis yaitu:

  1. seleksi sederhana, artinya seleksi hanya menggunakan satu kriteria saja, misalkan kriteria umur atau wilayah subyek;

  2. seleksi komprehensif, artinya seleksi bedasarkan kasus, tahap, dan unsur yang relevan;

  3. seleksi quota, seleksi apabila populasi besar jumlahnya, untuk itu populasi dijadikan beberapa kelompok misalnya menurut pekerjaan dan jenis kelamin;

  4. seleksi menggunakan jaringan, seleksi menggunakan informasi dari salah satu warga pemilik budaya, dan

  5. seleksi dengan perbandingan antarkasus, dilakukan dengan membandingkan kasus-kasus yang ada, sehingga diperoleh ciri- ciri tertentu, misalnya yang teladan, dan memiliki pengalaman khas.

Dari lima cara tersebut, peneliti budaya model etnografi dapat memilih salah satu yang paling relevan dengan fenomena yang dihadapi. Namun demikian, menurut pertimbangan penulis, seleksi secara komprehensif dipandang lebih akurat dibanding empat kriteria seleksi yang lain. Melalui seleksi secara komprehensif, peneliti akan mampu menentukan langkah yang tepat sejalan dengan apa yang diteliti. Yang lebih penting lagi, jika harus mengambil sampel, sebaiknya dilakukan secara pragmatik dan bukan secara acak. Peneliti perlu tahu konteks masyarakat yang diteliti, tanpa membawa prakonsep atau praduga atau teori yang dimilikinya.

Peneliti etnogragi juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek lain yang mungkin belum terkover dalam unsur-unsur budaya tersebut. Kecuali itu, peneliti juga perlu menggunakan skala prioritas. Artinya, unsur mana yang menjadi titik perhatian, itulah yang dikemukakan lebih dahulu, sedangkan unsur lain hanya penyerta. Pelukisan etnografi dilakukan secara tick deskription (deskripsi tebal dan mendalam). Namun demikian, tebal di sini lebih merupakan formulasi ke arah deskripsi yang mendalam, sehingga lukisan lebih berarti, bukan sekedar data yang ditumpuk. Memang etnografi bercirikan kelengkapan data, namun pembahasan juga mengandalkan akal sehat.

Peneliti berusaha menangkap sepenuh mungkin informasi budaya menurut perspektif orang yang diteliti. Penelitian etnografi sering diasumsikan sebagai penelitian yang relatif lama, peneliti harus tinggal pada salah satu tempa, beradaptasi, dan seterusnya. Hal ini memang ideal dilakukan, namun masalah waktu sebenarnya sangat relatif. Bahan-bahan etnografi berasal dari masyarakat yang disusun secara deskriptif.

Deskripsi data diharapkan secara menyeluruh, menyangkut berbagai aspek kehidupan untuk meninjau salah satu aspek yang diteliti. Deskripsi dipandang bersifat etnografis apabila mampu melukiskan fenomena budaya selengkap-lengkapnya. Deskripsi etnografi menurut Koentjaraningrat (1990) sudah baku, yaitu meliputi unsur-unsur kebudayaan secara universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian dan sistem religi. Namun demikian, deskripsi semacam ini tidak harus dipenuhi semua.

Sebab, ini lebih didasarkan pada unsur kebudayaan secara universal, dan kalau peneliti ingin menyederhanakan pun sebenarnya tidak dilarang. Peneliti boleh saja mengungkapkan sub bab tertentu ayng dipandang spesifik dan langsung pada sasaran. Yang penting deskripsi menyeluruh dapat tercapai.

Penetapan setting model etnografi memerlukan strategi khusus, yaitu:

  • jadilah praktisi, artinya setting tidak perlu terlalu luas dan terlalu sempit, yang penting mampu mewakili fenomena;

  • upayakan tempat yang asing dari peneliti, hal ini untuk lebih mampu mengambil jarak dalam penelitian, tetapi juga memperhatikan kemudahan masuk tidaknya ke dalam setting;

  • ketiga, jangan terlalu berpegang kaku pada rencana peneliti, rencana bisa berubah setelah di lapangan,

  • pikirkan sejumlah topik yang sulit dijangkau.

Dalam kaitan itu, pelukisan etnografi mengenal dua desain penelitian yaitu:

  1. studi kasus dan
  2. multiple site and subject studies.

Penerapan studi kasus akan mencari keunikan budaya pada wilayah tertentu. Penyimpangan-penyimpangan budaya yang merupakan kasus spesial dan menarik, akan menjadi sorotan peneliti. Sedangkan desain multiple site and subject studies cenderung untuk meneliti budaya dalam skup luas. Peneliti dapat melukiskan budaya tertentu pada berbagai tempat.

Dari dua desain demikian, dapat dinyatakan bahwa etnografi adalah salah satu model penelitian budaya yang mengangkat hal-hal khusus. Kekhususan penelitian budaya adalah pada kemampuan memanfaatkan model etnografi sedetail mungkin.

Langkah-langkah Etnografer


Sebagai sebuah model, tentu saja etnografi memiliki karakteristik dan langkah-langkah tersendiri. Langkah yang dimaksud adalah seperti dikemukakan Spradley (1997) dalam buku Metode Etnografi, sebagai berikut :

  • Pertama, menetapkan informan.

    Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu:

    • enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik,
    • keterlibatan langsung,
    • suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi,
    • memiliki waktu yang cukup,
    • non-analitis.

    Tentu saja, lima syarat ini merupakan idealisme, sehingga kalau peneliti kebetulan hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat pun juga sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan, peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai penelitiannya.

  • Kedua, melakukan wawancara kepada informan.

    Sebaiknya dilakukan dengan wawancara yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara perlu menginformasikan tujuan, penjelasan etnografis (meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras). Wawancara hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang berarti pada informan.

  • Ketiga, membuat catatan etnografis.

    Catatan dapat berupa laporan ringkas, laporan yang diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis atau interpretasi. Catatan ini juga sangat fleksibel, tidak harus menggunakan kertas ini itu atau buku ini itu, melainkan cukup sederhana saja. Yang penting, peneliti bisa mencatat jelas tentang identitas informan.

  • Keempat, mengajukan pertanyaan deskriptif.

    Pertanyaan ini digunakan untuk merefleksikan setempat. Pada saat mengajukan pertanyaan, bisa dimulai dari keprihatinan, penjajagan, kerja sama, dan partispasi. Penjajagan bisa dilakukan dengan prinsip: membuat penjelasan berulang, menegaskan kembali yang dikatakan informan, dan jangan mencari makna melainkan kegunaannya.

  • Kelima, melakukan analisis wawancara etnografis.

    Analisis dikaitkan dengan simbol dan makna yang disampaikan informan. Tugas peneliti adalah memberi sandi simbol-simbol budaya serta mengidentifikasikan aturan-aturan penyandian dan mendasari.

  • Keenam, membuat analisis domain.

    Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang dinyatakan informan. Istilah tersebut seharusnya memiliki hubungan semantis yang jelas. Contoh domain, cara-cara untuk melakukan pendekatan yang berasal dari pertanyaan: “apa saja cara untuk melakukan pendekatan”.

  • Ketujuh, mengajukan pertanyaan struktural.

    Yakni, pertanyaan untuk melengkapi pertanyaan deskriptif. Misalkan, orang tuli menggunakan beberapa cara berkomunikasi, apa saja itu?

  • Kedelapan, membuat analisis taksonomik.

    Taksonomi adalah upaya pemfokusan pertanyaan yang telah diajukan. Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu:

    • pilih sebuah domain analisis taksonomi, misalkan jenis penghuni penjara (tukang peluru, tukang sapu, pemabuk, petugas elevator dll.),

    • identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis,

    • cari subset di antara beberapa istilah tercakup, misalkan kepala tukang kunci: tukang kunci,

    • cari domain yang lebih besar,

    • buatlah taksonomi sementara.

  • Kesembilan, mengajukan pertanyaan kontras.

    Kita bisa mengajukan pertanyaan yang kontras untuk mencari makna yang berbeda, seperti wanita, gadis, perempuan, orang dewasa, simpanan, dan sebagainya.

  • Kesepuluh, membuat analisis komponen.

    Analisis komponen sebaiknya dilakukan ketika dan setelah di lapangan. Hal ini untuk menghindari manakala ada hal-hal yang masih perlu ditambah, segera dilakukan wawancara ulang kepada informan.

  • Kesebelas, menemukan tema-tema budaya.

    Penentuan tema budaya ini boleh dikatakan merupakan puncak analisis etnografi. Keberhasilan seorang peneltii dalam menciptakan tema budaya, berarti keberhasilan dalam penelitian. Tentu saja, akan lebih baik justru peneliti mampu mengungkap tema-tema yang orisinal, dan bukan tema-tema yang telah banyak dikemukakan peneliti sebelum-nya.

  • Keduabelas, menulis etnografi.

    Menulis etnografi sebaiknya dilakukan secara deskriftif, dengan bahasa yang cair dan lancar. Jika kemungkinan harus berceritera tentang suatu fenomena, sebailrnya dilukiskan yang enak dan tidak membosankan pembaca. Penentuan informan kunci juga penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci dapat ditentukan menurut konsep Benard (1994) yaitu orang yang dapat berceritera secara mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti.

    Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan terhormat dan berpengetahuan dalam langkah awal penelitian. Orang semacam ini sangat dibutuhkan bagi peneliti etnografi. Orang tersebut diperlukan untuk membukan jalan (gate keeper) peneliti berhubungan dengan responden, dapat juga berfungsi sebagai pemberi ijin, pemberi data, penyebar ide, dan perantara. Bahkan akan lebih baik apabila informan kunci mau memperkenalkan peneliti kepada responden agar tidak menimbulkan kecurigaan.

    Bagi peneliti memang tidak mudah menentukan informan kunci. Karena itu, berbagai hal perlu dipertimbangkan agar jendela dan pintu masuk peneliti semakin terbuka dan peneliti mudah dipercaya oleli responden. Pertimbangan yang harus dilakukan dalam menentukan informan kunci, antara lain:

    • orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi tentang masalah yang diteliti;

    • usia telah dewasa;

    • sehat jasmani rohani;

    • bersikap netral, tidak memiliki kepentingan pribadi; dan

    • berpengetahuan luas.

Pengambilan Data


Pada saat etnografer ke lapangan, mengambil data, mereka akan mendengarkan dan mengamati langsung maupun berperan serta, lalu mengambil kesimpulan. Setiap langkah pengambilan data akan disertai pengambilan kesimpulan sementara. Pemilihan informan kunci ada strategi khusus, antara lain dapat melalui empat macam cara, sebagai berikut:

  • Secara insidental , artinya peneliti menemui seseorang yang sama sekali belum diketahui pada salah satu wilayah penelitian. Tentu cara semacam ini kurang begitu menguntungkan, tetapi tetap strategis dilakukan. Peneliti bisa menyamar sebagai pembeli atau penjual tertentu ke suatu wilayah. Yang penting, sikap dan perilaku peneliti tidak menimbulkan kecurigaan;

  • Menggunakan modal orang-orang yang telah dikenal sebelumnya. Peneliti berusaha menghubungi beberapa orang, mungkin melalui orang terdekat. Cara ini dipandang lebih efektif, karena peneliti bisa mengemukakan maksudnya lebih leluasa. Melalui orang dekat tersebut, peneliti bisa meyakinkan bahwa penelitiannya akan dihargai.

  • Sistem quota, artinya innforman kunci telah dirumuskan kriterianya, misalkan ketua organisasi, ketua RT, dukun dan sebagainya.

  • Secara snowball , artinya informan kunci dimulai dengan jumlah kecil (satu orang), kemudian atas rekomendasi orang tersebut, informan kunci menjajdi semakin besar sampai jumlah tertentu. Informan akan berkembang terus, sampai memperoleh data jenuh.

Dari cara-cara tersebut, peneliti dapat memilih salah satu yang paling cocok. Pemilihan didasarkan pada aspek kemudahan peneliti memasuki setting dan pengumpulan data. Jika cara yang telah ditempuh gagal, peneliti boleh juga menggunakan cara yang lain sampai diperoleh data yang mantap.

Menurut Creswell (2012), Penelitian etnografi merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara.

Spradley (dalam Batuadji, 2009), menjelaskan etnografi sebagai deskripsi atas suatu kebudayaan, untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.

Lebih lanjut, Spradley (dalam Batuadji, 2009) menjelaskan bahwa dalam penelitian etnografi terjadi sebuah proses, dimana suatu kebudayaan mempelajari kebudayaan lain, untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai kebudayaan dari perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan tersebut. Dalam hal ini, etnografi menekankan pentingnya peran sentral budaya dalam memahami cara hidup kelompok yang diteliti (Batuadji, 2009).

Sebagai metode penelitian kualitatif, etnografi dilakukan untuk tujuan- tujuan tertentu. Spradley (1997) mengungkapkan beberapa tujuan penelitian etnografi, sebagai berikut:

(1) Untuk memahami rumpun manusia. Dalam hal ini, etnografi berperan dalam menginformasikan teori-teori ikatan budaya; menawarkan suatu strategi yang baik sekali untuk menemukan teori grounded. Sebagai contoh, etnografi mengenai anak-anak dari lingkungan kebudayaan minoritas di Amerika Serikat yang berhasil di sekolah dapat mengembangkan teori grounded mengenai penyelenggaraan sekolah; etnografi juga berperan untuk membantu memahami masyarakat yang kompleks.

(2) Etnografi ditujukan guna melayani manusia. Tujuan ini berkaitan dengan prinsip yang dikemukakan Spradley, yakni menyuguhkan problem solving bagi permasalahan di masyarakat, bukan hanya sekedar ilmu untuk ilmu.

Ada beberapa konsep yang menjadi fondasi bagi metode penelitian etnografi ini, yakni :

1. Pertama, Spradley mengungkapkan pentingnya membahas konsep bahasa, baik dalam melakukan proses penelitian maupun saat menuliskan hasilnya dalam bentuk verbal. Sesungguhnya adalah penting bagi peneliti untuk mempelajari bahasa setempat, namun Spradley telah menawarkan sebuah cara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan etnografis.

2. Kedua, adalah informan. Etnografer bekerja sama dengan informan untuk menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Informan merupakan sumber informasi, secara harafiah, mereka menjadi guru bagi etnografer (Spradley, 1997).

Pemikiran Spradley memberi pemetaan historis yang jelas mengenai metode penelitian etnografi selain memberi gambaran mengenai langkah-langkahnya. Spradley memaparkan bahwa etnografi baru bukan hanya dapat didaptasi sebagai metode penelitian dalam antropologi melainkan dapat digunakan secara luas pada ranah ilmu yang lain.

Adapun budaya diartikan sebagai keseluruhan tingkah laku sosial yang dipelajari anggota kelompok, yang pada gilirannya menyediakan: (1) standar/sistem untuk mempersepsi, meyakini, mengevaluasi, dan bertindak; (2) aturan-aturan dan simbol-simbol dalam pola hubungan dan interpretasi (Poerwandari dalam Batuadji, 2009).

  1. Menurut Emzir (2012)
    Etnografi adalah ilmu penulisan tentang suku bangsa, menggunakan bahasa yang lebih kontemporer, Etnografi dapat diartikan sebagai penulisan tentang kelompok budaya.

  2. Menurut Ary, dkk (2010)
    Etnografi adalah studi mendalam tentang perilaku alami dalam sebuah budaya atau seluruh kelompok sosial.

  3. Menurut Creswell (2012)
    “Ethnographic designs are qualitative research procedures for describing, analyzing, and interpreting a culture-sharing group’s shared patterns of behavior, beliefs, and language that develop over time” , yang artinya bahwa Metode etnografi adalah prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan, menganalisa, dan menafsirkan unsur-unsur dari sebuah kelompok budaya seperti pola perilaku, kepercayaan, dan bahasa yang berkembang dari waktu ke waktu.

berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, Etnografi merupakan suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan, pengalaman pribadi,dan partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim yang multidisipliner. Di mana titik fokus penelitiannya dapat meliputi studi intensif budaya dan bahasa, bidang atau domain tunggal, ataupun gabungan metode historis, observasi, dan wawancara.

Hammersley (1990) dalam (Genzuk 2005) yang tersaji dalam buku Emzir“ Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif ” (2011) menyatakan 3 prinsip metodologis yang digunakan dalam corak metode etnografi diantaranya:

  1. Naturalisme
    menggambarkan bahwa penelitian etnografi yang dijalankan bertujuan untuk menangkap suatu karakter yang muncul secara alami dan didapatkan melalui kontak langsung, bukan melalui interfensi atau rekayasa eksperimen.

  2. Pemahaman
    menjadi landasan utama disini adalah bahwa tindakan manusia berbeda dari perilaku objek fisik. Tindakan tersebut tidak hanya tanggapan stimulus namun juga interpretasi terhadap suatu stimulus. Untuk itu meneliti latar budaya yang lebih dikenal lebih baik dari pada meneliti yang masih asing agar terhindar dari resiko kesalahpahaman budaya.

  3. Penemuan
    Penelitian etnografi merupakan penelitian yang didasari oleh penemuan sang peneliti. Ini merupakan bentuk otentik sebuah penelitian dimana suatu fenomena dikaji tidak hanya berdasar pada serangkaian hipotesis yang mungkin bisa saja terjadi kegagalan namun menjadi nyata setelah dibutakan oleh asumsi yang dibangun ke dalam hipotesis tersebut.

Creswell dalam bukunya “Educational Research, planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research” menyebutkan beberapa karakter penelitian etnografi diantaranya:

  1. Cultural theme
    Merupakan suatu budaya yang terimplementasikan atau tergambarkan pada suatu grup atau komunitas tertentu (Spradley:1980b.)

  2. A Culture –sharing group
    merupakan penelitian yang dapat dilaksanakan pada 2 orang atau lebih yang memiliki kesamaan sikap, perilaku dan bahasa.

  3. Fieldwork
    Dalam penelitian etnografi Fieldwork bermakna tempat dimana peneliti dapat menggabungkan data pada seting tempat dan lokasi yang dapat dipelajari .

  4. Description in etnography
    Merupakan gambaran terperinci dari obyek yang dilakukan penelitian.

  5. A Context
    merupakan seting tempat, situasi atau lingkungan yang melingkupi kelompok budaya yang dipelajari.

  6. Researcher Reflexivity
    Mengacu pada sebuah kondisi dimana seorang peneliti dalam kondisi yang sadar dan terbuka atas perannya sebagai peneliti yang dengannya dapat timbul rasa saling mempercayai antara peneliti dan obyek yang ditelitinya.

Menurut Creswell, para ahli banyak menyatakan mengenai beragam jenis penelitian etnografi, namun Creswell sendiri membedakannya menjadi 2 yaitu :

  1. Etnografi realis
    Tipe ini adalah tipe yang tradisional dimana peneliti berusaha memperoleh data individu atau situasi menurut sudut pandang orang ketiga. Peran orang ketiga sangat signifikan karena mampu memberi pandangan yang dianggap objektif terhadap fenomena yang diteliti.
    Tipe ini memberi kesempatan etnografer untuk menarasikan suara dari orang ketiga terkait apa yang diobservasi. Etnografer mengambil posisi di ”belakang panggung” dan memposisikan pandangan objektif partisipan sebagai sebuah ”fakta sosial". Laporan yang disusun oleh etnografer realis ditulis dengan tanpa terkontaminasi bias personal dan politis serta justifikasi terhadap ”fakta sosial" atau disebut juga bebas nilai.

  2. Etnografi kritis
    Tipe ini adalah tipe yang lebih kontemporer dimana peneliti ikut menyuarakan atau mengadvokasi suara kelompok sosi-kultural yang diteliti. Etnografer kritis merespons kondisi mayarakat kontemporer yang mengasumsikan bahwa sistem relasi kuasa, prestis dan otoritas cenderung memarjinalkan individu yang berasal dari kelas, ras dan gender yang berbeda.
    Oleh karena itu, suara dari orang pertama hidup dalam situasi atau konteks yang diteliti sangat penting. Salah satu karakteristik tipe etnografi ini adalah adanya dorongan nilai emansipatoris yang diadvokasi oleh peneliti, dengan kata lain, tidak bebas nilai.

Jenis-Jenis etnografi lainnya diungkapkan Gay, Mills dan Aurasian yaitu:

  1. Etnografi Konfensional
    laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer

  2. Autoetnografi
    refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri

  3. Mikroetnografi
    studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan kelompok budaya

  4. Etnografi feminis
    studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang merasakan pengekangan akan hak-haknya.

  5. Etnografi postmodern
    suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan keprihatinan mengenai masalah-masalah sosial terutama mengenai kelompok marginal.

  6. Studi kasus etnografi
    analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan dalam perspektif budaya.

Menurut Creswell, walau tidak ada satu cara saja dalam menititi etnografi namum secara umum prosedur penelitian etografi yaitu:

  1. Menentukan masalah penelitian cocok didekati dengan studi etnogafi. Seperti telah kita bahas sebelumnya bahwa etnografi menggambarkan suatu kelompok budaya dengan mengekloprasi kepercayaan, bahasa dan perilaku (etnografi realis); atau juga mengkritisi isu-isu mengenai kekuasaan, perlawanan dan dominansi (etnografi kritis).

  2. Mengidentifikasi dan menentukan lokasi yang akan diteliti. Kelompok sebaiknya gabungan orang-orang yang telah bersama dalam waktu yang panjang karena disini yang akan diteliti adalah pola perilaku, pikiran dan kepercayaan yang dianut secara bersama.

  3. Memilih tema kultural atau isu yang yang akan dipelajari dari suatu kelompok. Hal ini melibatkan analisis dari kelompok budaya.

  4. Menentukan tipe etnografi yang cocok digunakan untuk memlajari konsep budaya tersebut. Apakah etnografi realis ataukah etnografi kritis.

  5. Mengumpulkan informasi dari lapangan mengenai kehidupan kelompok tersebut. Data yang dikumpulkan bisa berupa pengamatan, pengukuran, survei, wawancara, analisa konten, audiovisual,pemetaan dan penelitian jaringan. Setelah data terkumpul data tersebut dipilah-pilah dan dianalisa.

  6. Menuliskan tentang gambaran atau potret menyeluruh dari kelompok budaya tersebut baik dari sudut pandang partisipan maupun dari sudut pandang peneliti itu sendiri.

Seperti dikemukakan sebelumnya, bahwa Etnografi adalah merupakan metode yang dikembangkan c alam bidang artropologi yang merupakan pelukisan dan analisis tentang kebudayaan suatu masyarakat atau suku bangsa. Etnografi biasanya terdiri atas uraian terperinci mengenai aspek cara berperilaku dan cara berpikir yang sudah membaku pada orang yang dipelajari, berupa tulisan, foto, gambar atau film yang berisi laporan atau deskripsi tersebut. Yang dipelajari oleh ahli etnografi adalah unsur kebudayaan suatu masyarakat seperti, bahasa, nata pencaharian, sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi. Bila penulisan yang dilakukan menggambarkan perbandingan antara dua atau lebih kelompok masyarakat, studi perbandingan tersebut d\sebut etnologi.

Etnografi merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Terdapat beberapa metode etnogra fi yai tu , etnografi versi awal yaitu menggambarkan unsur kebudayaan suatu masyarakat seperti, bahasa, mata pencaharian, sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sisterr pengetahuan, dan religi yang diperoleh dari sumber-sumber tidak langsung seperti naskah atau peninggalan zaman dahulu. Etnografi baru adalah penggambaran kehidupan masyarakat yang diperoleh dari anggota masyarakat tersebut berdasarkan polapola kehidupan masyarakat yang dimilki oleh penelitii. Dalam etnografi modern para peneliti meneliti tentang the way of life masyarakat tersebut dan menggali pola-pola yang ada dalam masyarakat itu . Etnografi ala Spradley adalah menyusun strategi perilaku. Sehingga dari metode-metode di atas dapat menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan.

Ahli antropologi linguistik menggunakan metode etnografi tradisional seperti :

Observasi partisipan dar\ bekerjasama dengan penutur asli untuk memperoleh gambaran kehidupan masyarakat yang diteliti,

Teknik elisitasi seperti yamg dilakukan oleh ahli linguistik tipologi yang tertarik pada pola gramar.

Sekarang metode itu telah diintegrasikan dengan pendokumentasian praktik verbal dengan cara baru yang dikembangkan oleh sosiolinguistik urban, analisis wacana, analisis percakapan. Penemuan teknologi baru dalam perekaman bunyi dan perbuatan telah memberi kontribusi yang besar lerhadap bahan kajian, meningkatkan ketelitian analitis. Hal tersebut penting mengingat yarg pada saat ini masalah teknis, moral, dan politik semakin meningkat kompleks yang dapat mempengaruhi pekerjaan pekerja lapangan. Objektivitas dalam etnografi sering dipertanyakan ketika dikaitkan dengan pendekatan positivistis yang menghendaki ooserver menghilangkan pikiran subjektif termasuk emosi, kecenderunan politis, moral dan teoretikal. Namun hal ini jika dilakukan secara ekstrim dapat menghasilkan catatan pengalaman etnografi yang buruk (De Martino 1961). Untuk dapat mengatakan sesuatu tentang apa yang dilakukan orang, harus diidentifikasi titik pandang pelaku tersebut.

Etnografi adalah suatu deskripsi dan analisa tentang suatu masyarakat didasarkan pada penelitian lapangan sebagai data dalam penelitian, etnografi menyajikan data-data yang bersifat hakiki untuk semua penelitian antropologi budaya. Oleh karena itu untuk suatu studi perbandingan dari masyarakat dalam suatu kawanan atau perbandingan dari masyarakat sampel dari seluruh dunia, dibutuhkan data etnografi tentang setiap masyarakat demi sampel yang di pelajari.

Telah dikemukakan bahwa etnografi, yaitu suatu deskripsi dan analisa tentang satu masyarakat yang didasarkan pada penelitian lapangan, menyajikan data-data yang bersifat hakiki untuk semua penelitian antropologi budaya. Oleh karena itu. untuk suatu studi perbandingan dari masyarakat-masyarakat dalam satu kawasan atau perbandingan dari masyarakat sampel dari seluruh dunia. dibutuhkan data etnografis tentang setiap masyarakat dalam sampel yang dipelajari. Untuk usaha-usaha pembentukan teori, etnografi yang bahanya dihimpun berdasarkan pengamatan yang mendalam. dari tangan pertama dan dilakukan dalam jangka panjang. Menyediakan bagi seorang peneliti suatu deskripsi yang kaya tentang gejala-gejala yang luas ruang lingkupnya. Dengan demikian etnografi dapat mendorong pemikiran tentang bagaimana kaitan di antara aspek yang berbeda-beda dari suatu kebudayaan dan juga bagaimana kaitannya dengan berbagai segi dari alam sekitar.

Waktu di lapangan ahli etnografi mempunyai kesempatan untuk dapat mengetahui konteks yang menyeluruh dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat itu dengan menanyakan tentang kebiasaan-kebiasaan itu kepada para warga masyarakat dan dengan mengamati gejala-gejala yang tampaknya berhubungan dengannya. Malahan pengamatan tambahan dapat ia lakukan jika pemikirannya mengenai suatu penjelasan dari beberapa kebiasaan menjadi semakin kongkret sehingga pengumpulan informasiinformasi yang baru yang berkaitan dengan kebiasaan tersebut sudah dapat dilakukan. Dalam arti ini ahli etnografi mirip dengan seorang dokter yang sedang mencoba untuk mengerti mengapa seorang pasien menunjukkan simtom-simtom tertentu. Seperti halnya dengan dokter yang mengumpulkan informasi tentang kondisi fisik si pasien secara menyeluruh agar dapat mengetahui apakah diagnosa permulaannya tepat. ahli etnografi pun sering kali mula-mula merumuskan suatu penjelasan dan kemudian mengumpulkan data Iebih lanjut untuk memberi bobot pada pendapatnya.

Dalam tahun-tahun terakhir ini, khususnya dikalangan antropolog Amerika, muncul minat yang terus bertumbuh terhadap berbagai pendekatan formal dalam menganalisis materi etnografi. Ada etnosains, etnosernantik, analisis komponen, dan yang semacam itu. William Sturtevaam salah seorang juru penerang kecenderungan mutakhir tersebut, memberikan nama kolektif “etnografi-baru” untuk pendekatan-pendekatan formal itu. Dengan demikian, Stunevant menekankan ciri kecenderungan baru itu sebagai suatu program metodologis untuk melaksanakan penelitian lapangan etnografis. Akan tetapi metodologi tidaklah berkembang dalam kehampaan konseptual. Di balik kebanyakan metodo1ogi terdapat teori entah implisit atau eksplisit yang merupakan alasan kehadiran pendekatan metodologis tertentu itu.

Dalam hal etnografi baru, alasan kehadiran teori ini bertumpu pada seperangkat anggapan tentang hubungan antara bahasa. aturan kognitif, kaidah dan kode satu pihak, dengan pola perilaku serta penataan sosio-kultural di pihak lain. Karena telah membahas anggapan-anggapan teoretis itu dalam bagian mengenai subsistem kepribadian dalam bab di muka kami tidak merasa perlu membahasnya lagi di sini. Oleh sebab itu kami hendak membicarakan etnografi-baru sebagai program penelitian etnografs. sambil menyelipkan bahasan singkat mengenai anggapananggapan teoretis yang melandasi metodologinya.

Sasaran etnografi-baru yang diajukan sebagai dalih ialah membuat pemaparan etnografis menjadi lebih akurat dan lebih replikabel daripada yang dianggap telah berlaku pada masa sebelumya. Untuk mencapai tujuan itu, begitu dikemukakan, etnograf harus berupaya mereproduksikan realitas budaya seturut pandangan, penataan, dan penghayatan warga budaya. Ini berarti bahwa pemaparan tentang sesuatu budaya tertentu harus diungkapkan sehubungan dengan kaidah konseptual. kategori, kode, dan aturan kognitif pribumi dan tidak sehubungan dengan kategori konseptual yang diperoleh dari pendidikan sang antropolog dan dibawa-bawanya ke kancah penelitian. Dengan demikian, etnografi yang ideal harus mencakup semua aturan, kaidah dan kategori yang pasti dikenal oleh warga pribumi sendiri guna memahami bertindak tepat dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Hanya dengan cara inilah dampak penyenjangan yang timbul dari preferensi teori dan bias budaya si etnograf dapat dinetralkan. dan suatu deskripsi yang mencerminkan realitas budaya yang sesungguhnya dapat lebih dipercaya.

Referensi

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655981/pendidikan/etnografi.pdf

KERANGKA ETNOGRAFI

Bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku 5angsa di suatu komunitas dari suatu daerah geografi ekologi, atau di suatu wilayah administratif tertentu yang menjadi pokok deskripsi sebuah buku etnografi, biasanya dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan menurut suatu tata-urut yang sudah baku. Susunan tata-urut itu kita sebut saja “Kerangka Etnografi.”

Bertindak memerinci unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan, sebaliknya dipakai daftar unsur-unsur kebudayaan universal yaitu

  1. Bahasa,
  2. Sistem teknologi,
  3. Sistem ekonomi,
  4. Organisa.si sosial,
  5. Sistem pengetahuan,
  6. Kesenian, dan
  7. Sistem religi.

Karena unsur-unsur kebudayaan itu bersifat universal maka dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suku bangsa yang menjadi pokok perhatian ahli antropologi pasti juga mengandung aktivitas adat-istiadat, pranata-pranata sosial dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan ke dalam salah satu dari ketujuh unsur universal tadi.

Mengenai tata-urut dari unsur-unsur itu, para ahli antropologi dapat memakai suatu sistem menurut selera dan perhatian mereka masing-masing. Sistem yang paling lazim dipakai adalah sistem dari unsur yang paling konkret ke yang paling abstrak. Hal itu berarti bahwa kecuali unsur bahasa yang selalu diuraikan dalam bab paling depan sebagai suatu unsur yang dapat memberi identifikasi kepada suku bangsa yang dideskripsi, unsur yang diuraikan dulu adalah sistem teknologi, sedangkan yang paling akhir adalah sistem religi. Dalam bab tentang sistem teknologi misalnya, dapat dimasukkan deskripsi tentang benda-benda kebudayaan dan alat-alat kehidupan sehari-hari yang sifatnya konkret, sedangkan dalam bab tentang sistem religi termasuk gagasan-gagasan dan keyakinan-keyakinan tentang roh nenek moyang dan sebagainya, yang bersifat abstrak sekali.

Walaupun demikian, setiap ahli antropologi mempunyai fokus perhatian tertentu. Ada misalnya ahli antropologi memperhatikan sistem ekonomi sebagai pokok utama dari deskripsinya. Lainnya memfokus kepada kehidupan kekerabatan, kepada sistem pelapisan masyarakat, atau kepada sistem kepemimpinan; lainnya lagi memusatkan perhatian kepada kesenian, atau lebih khusus lagi kepada suatu cabang kesenian yang tertentu; ada lagi ahli antropologi lain, yang memfokus kepada sistem religi.

Pengarang etnografi dengan suatu fokus perhatian seperti itu biasanya mulai dengan unsur pokoknya itu. dan memandang unsur-unsur lainnya hanya sebagai pelengkap atau dari unsur pokok tadi. Bisa juga ia mempergunakan cara susunan etnografi yang lain dan mulai dengan unsur-unsur lainnya sebagai pengantar kebudayaan (cultural introduction) terhadap unsur pokoknya, yang diuraikan pada akhir karangan etnografinya, yang seolah-olah merupakan klimaks dari deskripsinya.

Kecuali bab-bab yang mengandung deskripsi mengenai unsur-unsur universal dari kebudayaan suku bangsa, sebuah karangan etnografi perlu didahului dengan suatu bab permulaan yang mendeskripsi lokasi dan lingkungan geografi dari wilayah suku bangsa yang bersangkutan. Kecuali itu, bab pertama biasanya juga dilengkapi dengan keterangan demografi dari suku bangsa yang bersangkutan.

Bab selanjutnya biasanya mengandung uraian tentang asal dan sejarah dari suku bangsa yang bersangkutan, dan dari wilayah yang didiaminya. Uraian tentang sejarah pada permulaan akan menjadi lebih bermanfaat kalau bab terakhir mengandung uraian tentang keadaan masa sekarang, disambung dengan uraian tentang perubahan serta pergeseran dari kebudayaan yang bersangkutann. Bab penutup seperti itu biasanya memberi aspek dinamik terhadap sebuah buku etnografi.

Meringkas kembali apa yang terurai di atas, maka sebuah karangan tentang kebudayaan suatu suku bangsa yang disusun menurut kerangka etnografi akan terdiri dari bab-bab seperti terdaftar di bawah ini. Sedang tiap bab akan terdiri dari bagian-bagian khusus yang akan diuraikan dengan lebih mendalam dalam sub-sub bab di bawah ini juga.

  1. Lokasi, lingkungan alam dan demografi.
  2. Asal mula dan sejarah suku-bangsa.
  3. Bahasa.
  4. Sistem teknologi.
  5. Sistem mata pencaharian.
  6. Organisasi sosial.
  7. Sistem pengetahuan.
  8. Kesenian.
  9. Sistem religi.

LOKASI, LINGKUNGAN ALAM DAN DEMOGRAFI

Dalam menguraikan lokasi atau tempat tinggal dan penyebaran suku bangsa yang menjadi pokok deskripsi etnografi perlu dijelaskan ciri-ciri geografinya, yaitu iklimnya (tropikal, mediteran, iklim sedang, iklim kutub), sifat daerahnya (pegunungan, dataran tinggi, dataran rendah, jenis kepulauan, daerah rawa, hutan tropikal, sabana, stepa, gurun dan sebagainya), suhunya dan curah hujannya. Ada baiknya juga kalau penulis etnografi dapat melukiskan ciri-ciri geologi dan geomorfologi dari daerah lokasi dan penyebaran suku bangsanya; sedangkan suatu hal yang perlu juga adalah keterangan mengenai ciri-ciri flora dan fauna di daerah yang bersangkutan.

Bahan keterangan geofrafi dan geologi tersebut sebaiknya dilengkapi dengan peta-peta yang memenuhi syarat ilmiah. Ini tentu tidak berarti bahwa seorang sarjana antropologi juga harus menguasai ketrampilan menggambar peta, tetapi ia bisa minta tolong kepada seorang ahli geologi atau kartografi, dengan memberitahu ciri-ciri apa yang hendak ditonjolkannya pada peta-peta yang diperlukan untuk buku etnografinya itu.

Semua keterangan tersebut di atas perlu untuk para ahli lain yang hendak mempelajari masalah hubungan serta pengaruh timbal-balik antara alam dan tingkah-laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Beberapa soal yang terutama pada masa kini mendapat perhatian banyak adalah misalnya soal pengaruh timbalbalik antara keadaan alam dengan pola makan dari suatu penduduk, guna studi gizi; soal pengaruh timbal balik antara keadaan alam dengan kesehatan serta laju kematian dan tingkat fertilitas penduduk, yang sebaliknya berguna untuk studi kependudukan. Soal lain yang penting juga adalah soal hubungan antara alam dan tanah dengan sistem mata pencaharian penduduk. Studi-studi semacam itu disebut studi ekologi.

Suatu etnografi juga harus dilengkapi dengan data demografi, yaitu data mengenai jumlah penduduk, yang diperinci dalam jumlah wanita dan jumlah pria, dan sedapat mungkin juga menurut tingkat-tingkat umur dengan interval lima tahun, data mengenai laju kelahiran dan laju kematian, serta data mengenai orang yang pindah keluar-masuk desa. Di banyak daerah di seluruh dunia, terutama di daerah pedesaan, data semacam itu biasanya sukar diperoleh, karena orang desa jarang mempunyai kebiasaan untuk mencatat pernikahan, kelahiran atau kematian, atau mengingat umur yang tepat dari sesama warga desa mereka, atau mencatat orang yang pindah keluar-masuk desa. Di daerah pedesaan di Indonesia keadaannya adalah demikian, dan hanya di antara beberapa suku bangsa yang beragama Kristen, dan di beberapa tempat di mana gereja kebetulan rajin mencatat pernikahan, pembaptisan, dan kematian warga umatnya, atau di mana sekolah gereja kebetulan memegang arsip mengenai jumlah muridnya yang keluar-masuk sekolah, ada sumber yang agak mantap untuk mengadakan perhitungan dan analisa jumlah serta laju perubahan penduduk.