Apa yang dimaksud dengan Membuka Rahasia?

BAB XVII MEMBUKA RAHASIA


Pasal 322

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Pasal 323

(1) Barang siapa dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, di mana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang harus dirahasiakannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan itu.

Apa yang dimaksud dengan Membuka Rahasia?

Dalam KUHP, tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai tindak pidana informasi rahasia. KUHP hanya mengatur mengenai larangan untuk menyiarkan surat-surat rahasia dan larangan kepada orang untuk membuka rahasia. Kalaupun KUHP menyebut sesuatu yang berkaitan dengan sesuatu yang disebut sebagai informasi rahasia, KUHP tidak memberikan penjelasan yang spesifik sehingga dalam penafsiran dan praktiknya sering didasarkan pada jenis dan sifat dari suatu benda atau barang yang dikualifikasikan sebagai rahasia itu, seperti surat-surat, berita-berita, dan keterangan-keterangan itu.

Adapun yang berkaitan dengan rahasia negara, harus ada klausul yang menjelaskan bahwa surat-surat, berita-berita dan keterangan-keterangan yang ada tersebut sangat penting bagi keamanan dan keselamatan negara sehingga terhadapnya harus dianggap (yaitu surat-surat, berita-berita dan keterangan-keterangan tersebut) merupakan rahasia negara.

Oleh karenanya, secara umum yang dikenal dalam KUHP adalah tindak pidana membuka rahasia, baik itu yang berkaitan dengan informasi rahasia negara maupun rahasia jabatan. Dua jenis tindak pidana inilah yang diatur secara jelas dalam Buku II KUHP, khususnya Bab I untuk yang berkaitan dengan keamanan negara dan Bab XVII yang berkaitan rahasia jabatan. Secara lebih lengkap mengenai hal ini akan diuraikan dibawah ini.

Informasi Rahasia yang Berkaitan dengan Keamanan Negara (Pasal 112-116 KUHP)


Tindak pidana informasi yang berkaitan keamanan berisi mengenai larangan bagi siapapun untuk menyiarkan atau memberitahukan surat-surat atau yang lainnya yang menjadi rahasia negara dan membahayakan keamanan negara.

Larangan untuk menyiarkan surat-surat rahasia ini terdapat di dalam Buku II Bab I tentang kejahatan Terhadap Keamanan Negara, dimana dalam bab ini terdapat lima pasal yang mengatur mengenai surat-surat rahasia, yaitu:

  1. Mengenai surat-surat rahasia pada umumnya (Pasal 112).
  2. Mengenai surat-surat rahasia khusus (Pasal 113).
  3. Mengenai surat-surat rahasia yang disiarkan karena kealpaan (Pasal 114).
  4. Mengetahui isi surat-surat rahasia yang tidak boleh diketahui (Pasal 115).
  5. Mengenai permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan (Pasal 116).

1. Mengenai surat-surat rahasia pada umumnya (Pasal 112 KUHP)

Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-
keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 112 ini bermaksud untuk melindungi kepentingan umum negara berkaitan dengan surat-surat, berita dan keterangan-keterangan tentang berbagai hal yang menjadi rahasia negara, dan dapat mengancam keamanan dan keselamatan negara.

Terdapat tiga hal pokok berkaitan dengan perbuatan yang dilarang oleh Pasal 112 tersebut, yaitu :

  • orang yang dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya harus dirahasiakan untuk kepentingan negara;

  • orang yang dengan sengaja memberitahukan kepada negara asing, surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya harus dirahasiakan untuk kepentingan negara;

  • orang yang dengan sengaja memberikan kepada negara asing surat-surat, berita- berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya harus dirahasiakan untuk kepentingan negara

Satu hal penting yang harus diperhatikan dari tiga perbuatan di atas adalah terletak pada bentuk perbuatan materiil dari masing-masing perbuatan tersebut, yaitu pada perbuatan “mengumumkan”, “memberitahukan”, dan “memberikan”.

Perbedaan lainnya adalah berkaitan dengan subyek penerima perbuatan tersebut. Dalam perbuatan “mengumumkan”, yang menjadi subyek penerima adalah “siapa saja” (yaitu orang yang tidak berhak mengetahuinya”. Sedangkan dalam perbuatan “memberitahukan”, dan “memberikan”, yang menjadi subyek penerima haruslah “negara asing”.

Adapun yang menjadi unsur kesalahan dalam perbuatan membuka rahasia ini adalah adanya unsur “dengan sengaja” (opzettelijk) dan “yang diketahuinya” (waarvan hij weet). Unsur kesalahan “dengan sengaja” ini apabila dicantumkan dalam rumusan tindak pidana harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya (yaitu obyek perbuatan dan penerima perbuatan tersebut). Sedangkan unsur diketahuinya hanya ditujukan pada unsur “harus dirahasiakan untuk kepentingan negara saja”. Artinya pembuat harus menyadari bahwa apa yang akan dilakukannya adalah berupa sesuatu yang seharusnya dirahasiakan untuk kepentingan negara.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 112 secara subtansi memiliki persamaan dengan ketentuan Pasal 71 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Perbedaannya hanya menyangkut perbuatan materialnya saja. Dalam Pasal 112 KUHP, kata “mengumumkan” mempunyai pengertian pemberitahuan kepada lebih dari satu orang. Sedangkan Pasal 71 KUHPM menggunakan rumusan “memberitahukan” yang berarti dapat dilakukan hanya kepada satu orang lain saja. Kedua tindakan tersebut ditinjau dari sudut militer sama berbahayanya.

Pasal 71 KUHPM berbunyi,

”Militer yang dengan sengaja memberitahukan sesuatu surat, berita atau keterangan tentang suatu daya upaya pertahanan yang diketahuinya demi kepentingan negara harus dirahasiakan, kepada orang selain daripada orang yang berhak mengetahuinya menurut sifat jabatannya, ataupun menyerahkan sesuatu peralatan yang termasuk material perang yang diketahuinya bahwa susunannya demi kepentingan negara harus tetap dirahasiakan kepada orang lain selain daripada orang yang menurut jabatannya berhak menerimanya, ataupun mengizinkan kepada orang itu untuk mendapatkan suatu surat, berita atau keterangan untuk menerima peralatan tersebut, ataupun memberi bantuan untuk mendapatkannya atau menerimanya, diancam dengan pidana penjara maksimum sembilan tahun empat bulan”.

Perbedaan khusus lainnya adalah, pada Pasal 71 KUHPM tindakan (memberitahukan atau menyerahkan) dan pembantuan (untuk mendapatkan atau penerimaannya) disatukan dalam satu ayat, yang berarti diancam dengan pidana yang sama9, yang tentunya berbeda dengan ketentuan umum yang terdapat dalam KUHP, dimana ancaman pidana untuk pembantuan ini pidananya dikurangi satu pertiga-nya.

2. Mengenai surat-surat rahasia khusus (pasal 113 KUHP)

Pasal 113

Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar atau benda-benda yang bersifat rahasia yang bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang isinya, bentuknya atau susunannya benda-benda itu diketahui olehnya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Ayat (2) Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah, atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.

Perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 113 KUHP ini berkaitan dengan larangan kepada orang-orang tertentu (subyek hukum tertentu) untuk mengumumkan atau memberitahukan atau menyerahkan obyek-obyek terdapat dalam ketentuan ini, antara lain surat-surat, peta-peta, gambar-gambar dan rencana-rencana, kepada orang-orang tertentu pula.

Orang-orang tertentu (subyek hukum) tersebut terbatas pada orang-orang yang berhak menguasai atau mengetahuinya, terutama yang berkaitan dengan bidang pertahanan dan keamanan. Dalam hal ini yang subyek hukum yang terkait dengan ketentuan ini adalah anggota militer atau kepolisian. Sehingga subyek hukum yang tidak memiliki hak untuk menguasai atau mengetahui obyek-obyek hukum terkait tidak terkena oleh peraturan ini.

Tujuan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 113 ini adalah untuk melindungi kepentingan pertahanan dan keamanan negara dari pembocoran yang dilakukan orang- orang yang mengetahui pengetahuan dan kewenangan terhadap surat-surat, peta-peta, gambar-gambar dan rencana-rencana yang bersifat rahasia, untuk selanjutnya diserahkan kepada orang-orang atau pihak-pihak yang tidak berhak, yaitu orang asing atau negara asing.

Yang merupakan unsur penting dari ketentuan Pasal 113 ini adalah adanya sifat rahasia bagi pertahanan dan keamanan dari obyek-obyek yang tertera dalam pasal ini, terutama rahasia bagi orang atau pihak yang tidak berhak.

Pasal 113 memiliki kaitan dengan ketentuan Pasal 164 dan 165 KUHP, yaitu kejahatan terhadap ketertiban umum, khususnya yang berkaitan dengan kewajiban untuk melaporkan adanya “permufakatan jahat” untuk melakukan kejahatan (Yaitu kejahatan yang diatur dalam Pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124, 187 dan 187 bis KUHP), dimana apabila orang yang mengetahui “permufakatan jahat” tersebut tidak segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang, seperti kepolisian, padahal masih ada waktu yang cukup untuk melaporkan dan mencegah terjadinya kejahatan, maka orang tersebut akan dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 164 dan 165.

Perbedaan antara ketentuan Pasal 164 dan Pasal 165 adalah, Pasal 164 mengatur mengenai ancaman pidana terhadap orang yang mengetahui adanya permufakatan jahat (dua orang atau lebih dari dua orang), tetapi tidak segera melaporkannya. Sedangkan Pasal 165 mengatur mengenai orang yang mengetahui orang lain yang hendak melakukan atau sedang melakukan kejahatan atau sedang melakukan salah satu kejahatan yang tertera dalam Pasal ini.

3. Mengenai surat-surat rahasia yang disiarkan karena kealpaan (pasal 114 KUHP)

Pasal 114 berbunyi,

“barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 113 harus menjadi tugasnya untuk menyimpan atau menaruhnya, bentuk atau susunannya atau seluruh atau sebagian diketahui oleh umum atau dikuasai atau diketahui oleh orang lain (atau) tidak berwenang mengetahui, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal ini ditujukan terhadap orang-orang yang karena jabatannya diserahi tanggungjawab atau jabatan untuk menyimpan atau menaruh surat- surat atau benda-benda yang menjadi rahasia negara. Konsekuensinya, karena ia diserahi tugas untuk menyimpan, maka ia harus mengetahui apa yang disimpannya. Namun, karena kelalaian atau kealpaannya mengakibatkan surat-surat atau benda- benda rahasia yang seharusnya disimpan dengan baik tersebut menjadi diketahui oleh orang yang tidak berhak mengetahuinya.

4. Mengetahui isi surat-surat rahasia yang tidak boleh diketahui (pasal 115 KUHP)

Pasal 115 berbunyi,

“barang siapa melihat atau membaca surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal 113, untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan diketahui atau selayaknya harus diduganya bahwa benda-benda itu tidak dimaksud untuk diketahui olehnya, begitu pula jika membuat atau menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau dalam bahasa apa pun juga, membuat atau menyuruh buat teraan, gambaran atau jika tidak menyerahkan benda-benda itu kepada pejabat kehakiman, kepolisian atau pamong praja, dalam hal benda-benda itu ke tangannya, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun”.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 115, terdapat empat perbuatan yang dilarang berkaitan dengan rahasia negara, yaitu :

  • perbuatan melihat atau membaca surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, baik untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan diketahui atau selayaknya harus diduganya bahwa benda-benda itu tidak dimaksudkan untuk diketahui olehnya;

  • perbuatan membuat atau menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau bahasa apapun dan surat-surat atau benda-benda sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 113, sedangkan diketahui atau selayaknya harus diduganya bahwa benda-benda itu tidak dimaksudkan untuk diketahuinya;

  • perbuatan membuat atau menyuruh membuat teraan (tiruan), gambaran surat-surat atau benda-benda sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 113, sedangkan benda-benda itu diketahuinya atau seharusnya dapat diduganya tidak dimaksudkan untuk diketahuinya;

  • perbuatan yang tidak menyerahkan surat-surat atau benda-benda yang dimaksudkan dalam Pasal 113 kepada pejabat yang berwenang, dalam hal ini pejabat kehakiman, kepolisian, atau pamong praja, dalam hal benda-benda itu jatuh ke tangannya, sedangkan diketahuinya seharusnya dapat diduganya bahwa surat-surat atau benda-benda itu tidak dimaksudkan untuk diketahuinya.

Pada dasarnya, perbuatan yang dilarang disini adalah berkaitan dengan ketidakwenangan atau tidak berhaknya “orang” untuk mengetahui terhadap surat-surat atau benda-benda rahasia, baik itu dengan cara melihat atau membaca, membuat atau menyuruh membuat salinan, membuat atau menyuruh membuat teraan, ataupun tidak menyerahkan surat-surat atau benda-benda rahasia tersebut kepada yang berwenang.

5. Mengenai permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan (Pasal 116 KUHP)

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 88 bahwa yang dimaksud dengan permufakatan adalah “apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan”. Jadi yang dapat dituntut berdasarkan ketentuan ini adalah orang-orang yang telah mengambil keputusan di dalam permufakatan untuk melakukan kejahatan yang tercantum dalam Pasal 113 dan 115, yaitu yang berkaitan dengan rahasia negara17.

B. Rahasia Jabatan dan Rahasia Perusahaan (Pasal 322-323 KUHP)

Pasal 116 berbunyi,

”permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana diamksud dalam Pasal 113 dan 115, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun”.

Selanjutnya mengenai larangan kepada orang untuk membuka rahasia yang berkaitan dengan larangan bagi orang yang memiliki jabatan tertentu untuk menyiarkan rahasia jabatannya diatur dalam Pasal 32218 dan 323.

Pasal 322 berbunyi:

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah;

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Pasal 323 berbunyi,

(1) Barang siapa dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, di mana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang harus dirahasiakannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah;

(2) Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan itu.

Dua ketentuan ini berisi mengenai rahasia apa saja yang dipercayakan kepada orang yang memiliki jabatan atau karena pekerjaannya, baik yang sekarang diembannya maupun yang dahulu, dalam arti jabatan atau pekerjaan tersebut telah selesai dijabat.

Ketentuan ini berkaitan erat dengan jabatan publik yang sehari-hari mendapat informasi atau perkembangan tertentu mengenai suatu hal. Misalnya yang berkaitan dengan profesi wartawan yang wajib mewartakan informasi yang ada padanya apabila informasi itu berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Walaupun dalam hal-hal tertentu wartawan tersebut harus merahasiakan orang yang memberikan informasi kepadanya atau sumber beritanya.

Hal lain yang lebih khusus berkaitan dengan informasi rahasia adalah yang diatur dalam Pasal 323 KUHP, yaitu yang berkaitan dengan rahasia yang ada hubungannya dengan masalah perusahaan dagang, kerajinan, atau pertanian, dimana apabila seseorang bekerja atau dulu pernah bekerja, wajib menyimpan rahasia yang dimilikinya berkaitan dengan informasi yang ada dalam perusahaan tersebut.

Kewajiban menyimpan rahasia ini tidak perlu berdasar atas suatu perjanjian khusus antara orang itu dan pengurus perusahaan, cukup orang itu tahu bahwa seharusnyalah rahasia itu harus disimpan. Pengetahuan itu perlu, dapat disimpulkan dari adanya kesengajaan dari orang itu untuk memberitahukan rahasia tersebut. Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini adalah tindak pidana aduan.

Perumusan Tindak Pidana Informasi Rahasia dalam KUHP


Setelah diuraikan secara ringkas mengenai informasi-informasi yang dirahasiakan dalam KUHP, selanjutnya akan dipaparkan analisa mengenai perumusan atau formulasi dari tindak pidana-tindak pidana tersebut di atas. Hal ini penting untuk mengetahui atau menentukan apakah suatu tindak pidana telah terjadi dan ada orang yang dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Hal ini berkaitan dengan doktrin dalam ilmu hukum bahwa suatu perbuatan dikualifikasi sebagai tindak pidana apabila perbuatan tersebut memperkosa kepentingan hukum atau menusuk kepentingan hukum (krenkingsdelicten) dan membahayakan kepentingan hukum (gevaarzettingsdelicten).

Dalam ketentuan-ketentuan di atas sangat jelas bahwa yang diatur lebih banyak merupakan upaya memberikan informasi daripada memperoleh informasi. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata “barang siapa dengan sengaja…mengumumkan; memberitahukan; memberikan; menyerahkan; menyebabkan diketahui atau dikuasai; membuka”.

Artinya larangan yang dimaksud dalam pasal-pasal ini ditujukan terhadap orang-orang yang memiliki akses terhadap informasi-informasi yang harus dirahasiakan sehingga tidak sembarang orang dapat melakukan perbuatan sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal ini.

Dalam hal rahasia negara, yang menjadi subyek dari perbuatan ini para pejabat negara yang karena jabatan dan profesinya memiliki akses dan tanggungjawab terhadap hal-hal yang dijadikan rahasia negara, yakni orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perlindungan pertahanan dan keamanan negara, seperti anggota angkatan bersenjata, departemen pertahanan, lembaga sandi negara, kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dinas intelejen dll.

Oleh karenanya, jika memang tujuan dari ketentuan ini untuk menegakkan perlindungan pertahanan dan keamanan negara, pemerintah, dalam hal ini aparat berwenang, harus memperjelas sanksi bagi apara penegak hukum yang kerap menyalahgunakan wewenang mereka. Hal ini merupakan kebutuhan hukum yang mendesak, tetapi justru pemerintah tidak peka terhadap kebutuhan hukum ini.

Sedangkan dalam rahasia dagang, yang menjadi subyeknya adalah pegawai atau karyawan ataupun pimpinan perusahaan yang memiliki akses dan bertanggungjawab terhadap rahasia-rahasia yang dimiliki perusahaan.

Adapun yang menjadi informasi rahasia bagi suatu perusahaan adalah semua informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut yang sangat berharga dan tidak boleh diketahui oleh perusahaan lainnya terutama perusahaan saingannya (kompetitornya). Kerahasiaan suatu informasi dapat dan harus dijamin kerahasiaannya, selama informasi tersebut belum dibuka untuk publik atau dengan kata lain belum dipublikasikan dan masih dipertahankan kerahasiaannya oleh pemiliknya. Perusahaan dalam hal ini bergerak dalam usaha dagang yang bersifat komersial, sehingga informasi yang bersifat rahasia dari perusahaan disebut sebagai rahasia dagang.

Informasi yang dapat dilindungi sebagai rahasia dagang antara lain merupakan informasi yang termasuk dalam kriteria sebagai berikut:

  • Informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana semestinya;
  • Informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat;
  • Informasi yang dianggap memiliki nilai ekonomi yaitu jika informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi;
  • Informasi tersebut berada dalam lapangan teknologi dan/atau bisnis.

Terjadinya pengungkapan informasi yang dimiliki perusahaan kepada pihak lainnya tanpa diketahui oleh pihak pemilik informasi (perusahaan) dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik informasi tersebut. Apabila hal ini terjadi, pekerja dari pemilik informasi, yang sebelumnya sudah sepakat untuk menjaga rahasia perusahaan (dagang), yang dituangkan dalam perjanjian kerja atau kontrak kerja, untuk menjaga kerahasiaan informasi yang dimiliki oleh tempat di mana ia bekerja, maka pekerja tersebut telah melakukan perbuatan yang dikualifikasi sebagai membocorkan rahasia perusahaan (dagang).

Perjanjian kerja adalah salah satu dari perjanjian untuk melakukan pekerjaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1601 KUHPerdata. Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang memaksa (dwang contract) karena para pihak tidak dapat menentukan sendiri keinginannya dalam perjanjian sebagaimana layaknya dalam hukum perikatan dikenal dengan istilah “kebebasan berkontrak” yang tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata. Dengan adanya perjanjian kerja, para pihak yang mengadakan perjanjian mempunyai hubungan hukum yang disebut hubungan kerja, dan sejak itulah terhadap mereka yang mengadakan perjanjian kerja berlaku hukum perburuhan.

Dari apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang harus ditekankan dalam ketentuan mengenai informasi yang harus dirahasiakan dalam KUHP adalah bahwa pada dasarnya ketentuan tersebut bermaksud untuk memberikan perlindungan hukum pada informasi, pemilik informasi, dan mereka yang mempunyai tanggung jawab untuk memiliki informasi. Tetapi ketentuan itu juga harus memperhatikan hak warga untuk memperoleh informasi dari lembaga publik dan hak warga dan lembaga tertentu untuk melindungi pribadinya31 sehingga di antara keduanya terjadi keseimbangan dan tidak terjadi ketimpangan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.

Kepentingan yang Dilindungi


Setelah uraian secara singkat mengenai perumusan atau formulasi dari tindak pidana rahasia, pembahasan akan dilanjutkan dengan melihat kepentingan yang hendak dilindungi dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut di atas. Ini penting untuk mengetahui kerangka pikir yang dibangun oleh pembuat undang-undang dalam menentukan delik yang dicantumkan dalam KUHP. Apakah adanya ketentuan tersebut untuk melindungi kepentingan negara ataukah untuk melindungi masyarakat. Dengan demikian, pertanyaan yang menjadi permasalahan sebagaimana terdapat dalam bab sebelumnya dapat terjawab.

1. Dalam Rahasia Negara

Hal pertama yang dibahas adalah mengenai tindak pidana informasi rahasia yang berkaitan dengan keamanan negara. Delik terhadap keamanan negara ini merupakan delik yang secara khusus ditujukan untuk melindungi kepentingan negara dari ancaman atau serangan dari dalam maupun dari luar yang dapat mengancam keberlangsungan negara dalam mencapai tujuannya.

Begitu pentingnya kedudukan “Negara” ini sampai-sampai para penyusun KUHP terpengaruh oleh kebanyakan pendapat ahli hukum yang menganggap bahwa “Negara” sebagai sumber yang terpenting dari hukum. Bahkan sebagian sarjana hukum masih sependapat dengan pendapat bahwa “hukum positif sekarang tidak dapat dipikirkan lain daripada bertolak dari ‘Negara’…”.

Mungkin latarbelakang itulah yang menjadikan adanya satu bab khusus yang mengatur mengenai tindak pidana terhadap keamanan negara, yang dalam tata urutannya terdapat di dalam Buku II Bab I, dimana di dalam bab ini terdapat 25 (dua puluh lima) pasal mulai dari tindak pidana makar, pemberontakan, menimbulkan perang, pembocoran rahasia negara, memasuki instalasi militer, merusak netralitas negara, menjadi tentara negara asing, sampai dengan tindak pidana memberi bantuan pada tentara asing.

Permasalahannya kemudian adalah, ternyata di dalam KUHP itu sendiri tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai pengertian “Negara”, KUHP hanya menyebutkan hal-hal atau ketentuan yang berkaitan dengan “Negara”, tetapi tidak ada ketentuan yang secara khusus mendefinisikan mengenai “Negara”.

Kembali ke pembahasan semula, mengenai informasi rahasia yang berkaitan dengan keamanan negara, dimana dari lima pasal yang terdapat dalam Bab I Buku II KUHP tersebut yang menjadi obyek penting keberadaan ketentuan-ketentuan tersebut adalah informasi-informasi yang harus dirahasiakan adalah melulu untuk “melindungi kepentingan umum negara”, namun sedikitpun tidak membahas atau menyebutkan “kepentingan umum masyarakat”.

Hal ini penting untuk dibahas, mengingat perjalanan panjang sejarah Indonesia, tidak jarang ketentuan dalam KUHP tersebut, digunakan penguasa negara, alih-alih untuk melindungi kepentingan negara, malah digunakan untuk merepresi rakyat yang secara politis bertentangan dengan pandangan politik penguasa negara. Apalagi fungsi kontrol masyarakat saat ini seringkali terhambat karena ketiadaan perangkat hukum yang menjadi dasar seseorang untuk memperoleh informasi.

Di sisi lain, pemerintah dan aparaturnya terkendala karena tidak adanya batas yang jelas mengenai informasi jenis apa saja yang bisa diperoleh publik. Padahal banyak informasi penting yang seharusnya menjadi informasi publik, agar masyarakat waspada terhadap sesuatu atau sebagai pengetahuan, tetapi disembunyikan sehingga masyarakat tidak mengetahui secara layak informasi yang beredar tersebut.

Oleh karena itu, menyimak jenis tindak pidana sebagaimana terdapat dalam Bab Tindak Pidana Terhadap Negara, khususnya Pasal 112-116 KUHP dapat disimpulkan bahwa kepentingan negara, merupakan salah satu kata kunci yang membatasi “peredaran” informasi yang harus dirahasiakan, dan sejumlah kebebasan lainnya pula, terutama hak orang perorangan untuk memperoleh informasi.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, ilmu dan teknologi, pengertian sesuatu yang dianggap “rahasia” inipun mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga penentuan rahasia tidaknya sesuatu obyek yang harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud di atas, harus pula mengimbangi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, makna kata-katanya tidak bisa diartikan atau dikualifikasi seperti pada masa KUHP dibentuk, yaitu harus memberikan ruang yang luas bagi partisipasi publik dalam mengakses informasi yang dulunya “harus dirahasiakan”.

Seharusnya makna dan cakupan ketentuan-ketentuan di atas harus mendapatkan suatu rumusan yang tegas, agar tidak archaic dan multi-interpretasi yang pada akhirnya membawa ketidakpastian hukum. Dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHP, agar dapat menjamin kepastian hukum, melindungi hak masyarakat namun tidak membahayakan negara, maka ketentuan-ketentuan tersebut harus mengandung rumusan yang tegas mengenai informasi dan data yang tidak dapat diakses publik dalam kategori ini.

Satu hal yang perlu ditekankan berkaitan dengan rahasia negara ini adalah hal berkaitan dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dalam hal terjadi pelanggaran HAM berat, informasi-informasi yang penting berkenaan hal itu tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak mengungkapkannya kepada instansi yang berwenang menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat, dalam hal ini Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Informasi ini sangat penting sebagai bahan utama dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Hal ini penting mengingat keterbatasan mekanisme dan aturan yang dapat mengungkapkan praktik-praktik “kotor” yang dilakukan penguasa negara dalam mengamankan kekuasaannya dari ancaman ataupun rongrongan pihak- pihak yang bertentangan secara politik.

Kejadian seperti di atas, tidak akan terjadi apabila ada satu klausul dalam KUHP yang menyatakan bahwa “hal-hal apapun yang dianggap ataupun dijadikan rahasia negara, tidak berlaku untuk kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia ataupun perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma hukum yang berlaku secara universal” (jus cogens).

Penyesuaian makna dan ketentuan yang berkaitan dengan rahasia negara ini perlu dilakukan mengingat Perubahan UUD 1945 menegaskan bahwa kini Indonesia menganut apa yang dinamakan dengan rezim keterbukaan. Ini dapat kita lihat dari rumusan pasal 28 F amandemen kedua UUD 1945 yang memberikan jaminan bagi setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Demikian pula dengan Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional yang sebagian sudah diratifikasi dan diakui sebagai prinsip hukum hak asasi manusia oleh Indonesia.

2. Dalam Rahasia Dagang

Hal lain yang hendak dibahas dalam tulisan ini adalah yang berkaitan dengan rahasia yang ada hubungannya dengan masalah perusahaan dagang atau yang lebih dikenal dengan rahasia dagang.

Secara umum KUHP tidak memberikan definisi yang cukup jelas dan lengkap mengenai pengertian rahasia perusahaan (dagang) ini. KUHP hanya menyebutkan kualifikasi khusus yang berkaitan dengan perusahaan (dagang). Keterangan yang lebih memadai mengenai rahasia dagang dapat diketahui jauh setelah KUHP dibentuk, yaitu dalam UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, dimana di situ disebutkan bahwa yang dimaksud dengan rahasia dagang adalah

Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum”.

Berkaitan dengan kepentingan yang dilindungi dalam rahasia dagang adalah informasi yang menyangkut hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian (lihat Pasal 323). Ketentuan yang terdapat dalam KUHP ini sangat luas dan tidak jelas berkaitan dengan apa yang dimaksud “hal-hal khusus” tersebut.

Penjelasan yang cukup lengkap terdapat dalam UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, yang merinci informasi-informasi “khusus” yang mendapatkan perlindungan itu :

  1. Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,

  2. Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,

  3. Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.

  4. Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

Namun, kerahasiaan informasi-informasi tersebut di atas tidaklah mutlak, ada beberapa kaidah hukum yang membatasi informasi-informasi yang dikhususkan tersebut, seperti :

  1. informasi itu diungkapkan untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau keselamatan masyarakat;

  2. berkaitan dengan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepentingan yang hendak dilindungi dari ketentuan mengenai rahasia dagang adalah informasi-informasi khusus yang menyangkut kelangsungan hidup suatu perusahaan dagang yang penggunaan informasi-informasi khusus tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Sumber : Emerson Yuntho, Wahyu Wagiman, Tindak Pidana Informasi Rahasia dalam Rancangan KUHP: Ancaman bagi Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Sipil, ELSAM dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP