Apa yang dimaksud dengan Marhaenisme?

image

pada masa setelah kemerdekaan presiden RI yang pertama yaitu Ir. Soekarno mengembangkan pemikiran dari seorang filsuf Karl Marx yang diberi nama marheinsime. jelaskan apa yang dimaksud dengan marheinisme.

Deklarasi Marhaenisme mengungkapkan bahwa Matrealisme pemikiran Karl Marx adalah metode perjuangan dan juga berfikir, serta pemahaman mengenai situasi, kondisi, serta sejarah Indonesia. Istilah Marhaenisme pertama kali disebutkan oleh Soekarno selaku ketua PNI, dan secara resmi memperoleh definisi dalam pidato pembelaan Soekarno yakni Indonesia Menggugat, di depan Pengadilan Kolonial Belanda pada 1930 (Kasenda, 2014). Soekarno kemudian mengeluarkan sembilan tesisnya mengenai Marhaenisme dalam kongres Partindo pada tahun 1933. Meskipun kemudian terdapat perumusan kembali ajaran Marhaenisme pada tahun 1948 dan juga 1954 oleh PNI, akan tetapi pemikiran Marhaenisme yang ditelurkan oleh Soekarno pada 1933 dipandang lebih penting dari manifestasi yang muncul setelahnya. Karena Manifestasi tersebut ditolak oleh Soekarno, karena penafsiran Marhaenisme tersebut tidak sesuai dengan yang diinginkannya.

Istilah Marhaenisme digambarkan sebagai pertemuan antara Soekarno yang
kala itu berusia 20 tahun, dengan seorang petani. Soekarno mendapatkan
pencerahan mengenai ajaran Marhaenisme ketika Soekarno tengah berjalan-jalan
di desa Cipagalo, Kelurahan Mengger di Bandung Selatan. Desa tersebut merupakan tempat dimana makam dari Bapak Marhaen selaku inspirasi bagi Soekarno untuk menelurkan ajaran Marhaenisme ditemukan. Soekarno kemudian bertemu dengan petani lusuh bernama Marhaen tersebut, yang meskipun memiliki dan juga mengelola sawah miliknya sendiri, dan seluruh perangkat bertani yang ada juga adalah miliknya pribadi, akan tetapi keadaan ekonominya tetap miskin. Meskipun Nazaruddin Syamsuddin menyebutkan bahwa percakapan tersebut hanya dalam bentuk imajiner Soekarno saja. Benar atau tidaknya peristiwa pertemuan tersebut, setidaknya gambaran peristiwa tersebut menunjukkan kejelian Soekarno dalam melihat kondisi sosial bangsanya, sehingga dapat menelurkan sebuah rumusan yang dinamakan Marhaenisme (Syamsuddin, 1993).

Meskipun sempat ada perdebatan mengenai penggunaan istilah Marhaenisme, John Ingelson menyebutkan bahwa kata Marhaen adalah kata dalam bahasa sunda yang digunakan Sarekat Islam pada akhir 1920 dan awal 1920-an yang memilki arti “petani kecil”. Jhon D. Legge juga mengatakan istilah Marhaenisme sudah biasa digunakan sejak 1927, dan tidak lebih dari kata yang sama dalam bahasa sunda untuk kata dalam bahasa jawa “Kromo” . Meski kontradiktif dengan pernyataan Bernard Dahm, yang menyatakan sampai 1930-an istilah Marhaenisme belum pernah didengar. Kata tersebut baru tersebar ketika Soekarno menggunakannya dalam pidatonya yang berjudul Indonesia Menggugat.

Dalam Kongres Partindo bulan Juni tahun 1933, Soekarno memperkenalkan sembilan tesis mengenai Marhaenisme. Kesembilan tersis tersebut berbunyi:

  • Marhaenisme yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
  • Marhaen, yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan
    kaum melarat Indonesia lainnya.
  • Partindo memakai perkataan Marhaen, bukannya proletar karena perkataan proletar sudah termaktub di dalam perkataan Marhaen. Selain itu perkataan proletar juga bisa termasuk kaum tani dan kaum melarat lain yang tidak termaktub di dalamnya.
  • Karena Partindo berkeyakinan bahwa di dalam perjuangan kaum melarat Indonesia yang lain-lain itu harus menjadi elemen-elemennnya, maka Partindo menggunakan perkataan Marhaen itu.
  • Di dalam perjuangan Marhaen itu, Partindo berkeyakinan bahwa kaum proletar mengambil bagian yang besar.
  • Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang dapat menyelamatkan Marhaen.
  • Marhaenisme adalah cara perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan susunan negeri yang demikian itu. Oleh karenanya cara perjuangan harus revolusioner.
  • Marhaenisme adalah cara perjuangan dan azas yang mengkehendaki hilangnya Kaptalisme dan Imperialisme.
  • Tesis sukarno dalam kongres Partindo 1933, Soekarno menyebutkan Marhaenis adalah setiap orang Indonesia yang menjalankan Marhaenisme (Kasenda, 2010).

Meskipun seorang Marxian, dan Marhaenisme memiliki akar pikiran yang berasal dari metode berfikir Marxisme. Dimana Marxisme dalam metode analisisnya melihat struktur masyarakat dalam bentuk konflik kelas, dan juga faham kebendaan atau Matrealisme. Soekarno membedakan prinsip Matrealisme yang digunakannya dengan prinsip Matrealisme Marx, Matrealisme Marx dipandang oleh Soekarno mengasingkan agama dari kehidupan sosial. Dengan menolak filosofi Matrealisme Marx, Soekarno melihat tidak terdapat pertentangan antara Marxisme yang dibanggakannya dengan agama yang dianutnya. Soekarno mengungkapkan, konflik antara Marxisme dengan agama dapat dihindarkan. Soekarno menganjurkan untuk menyempurnakan ajaran Marxisme dengan memasukkan nilai ketuhanan kedalamnya. Sintesa tersebut dilakukan demi mempersatukan berbagai golongan yang berbeda, dan demi terwujudnya persatuan.

Wujud dari sintesa ini dapat dilihat dari gagasan Soekarno mengenai Nasakom40, pada masa Soekarno menjabat sebagai presiden. Demi mewujudkan persatuan nasional Soekarno menggabungkan gagasan dari tiga aliran besar yang berkembang pada masa kolonial dan pasca kolonial tersebut, menjadi sebuah satu garis politik dan juga kaki bagi Pemerintahan Soekarno. Karenanya agama dalam pandangan Soekarno merupakkan elemen penting dalam sistem sosial, demi mewujudkan persatuan nasional, dan bukan sesuatu yang asing seperti dalam ajaran Martrealisme Marx.

Soekarno juga mengungkapkan, Marhaenisme merupakan asas yang mengkehendaki sistem masyarakat yang mengutamakan kesejahteraan dan keselamatan Kaum Marhaen. Marhaenisme juga mengkehendaki hilangnya bentuk Kapitalisme dan Imperialisme yang menyengsarakan rakyat (Syamsuddin, 1993). Istilah Marhaen digunakan Soekarno untuk menggantikan istilah Proletar yang diungkapkan Karl Marx, karena Proletar memiliki makna sebagai orang yang menjual tenaganya di dalam proses produksi. Sedangkan, kaum Marhaen mengacu kepada golongan petani miskin dan juga kaum melarat lainnya. Kaum marhaen adalah sebagian besar terdiri atas kaum petani kecil, buruh kecil, pedagang kecil, dan pelayar kecil. Kaum Marhaen juga mengacu kepada kaum yang memiliki alat produksi sendiri dan bekerja hanya untuk dirinya sendiri serta modal sendiri dan bukan untuk orang lain, tetapi dalam ekonomi ia tetap miskin.

Marhaenis adalah sebutan bagi pengikut ajaran Marhaenisme. Seorang Marhaenis sejati adalah pejuang, pekerja, serta patriot bangsa yang bertujuan menggugurkan imperialisme dan bekerja keras mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Demi mewujudkan masyarakat sosialis indonesia yang berasaskan pada keadilan sosial. Untuk mencapai kepada keadilan sosial harus dibangun semangat kolektivisme. Adanya produksi yang kolektif, distribusi yang kolektif, pendidikan yang kolektif. Dimana semangat gotong royong harus pula didorong karena itu adalah semangat dari pergaulan hidup yang Sosialistis, yang merupakan bagian dari prinsip hidup demi tercapainya keadilan sosial. Prinsip dalam ajaran Marhaenisme yaitu Matchforming, dan Partai Pelopor. Selain itu Marhaenisme juga menjelakan mengenai Sosio-Demokrasi dan Sosio-Nasionalisme.