Apa yang dimaksud dengan Manajemen Investasi Teknologi Informasi?

Manajemen adalah suatu proses yang tediri dari rangkaian kegiatan seperti perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengendalian/pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Investasi adalah komitmen saat ini terhadap uang atau sumber lainnya yang diharapkan akan mendatangkan keuntungan dimasa datang atau dengan kata lain mengorbankan sesuatu yang bernilai atau berharga saat ini dengan mengharapkan keuntungkan/benefit pada masa yang akan datang.

Investasi Teknologi Informasi (TI) didefinisikan oleh Schniederjans et al. (2010) sebagai keputusan berinvestasi untuk mengalokasikan semua jenis sumber daya (perangkat keras, system software, application software, dan personel/SDM) untuk pengelolaan sistem informasi.

Apa yang dimaksud dengan Manajemen Investasi Teknologi Informasi ?

Manajemen Investasi Teknologi Informasi terdiri dari dua kata utama, yaitu : Manajemen Investasi dan Teknologi Informasi.

Definisi umum dari manajemen investasi adalah manajemen profesional yang mengelola beragam surat berharga dan aset lainnya seperti properti dengan tujuan untuk mencapai target investasi yang menguntungkan bagi investor. Investor tersebut dapat berupa institusi ataupun dapat juga merupakan investor perorangan.

Teknologi Informasi (TI) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi.

Oleh karena itu, manajemen investasi teknologi informasi dapat diartikan secara bebas adalah manajemen pengelolaan aset tekonologi informasi yang akan digunakan untuk target investasi bagi investor. Penekanannya ada pada Investasi Teknologi Informasi itu sendiri.

Terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam manajemen investasi teknologi informasi. Komponen-komponen tersebut antara lain, diambil dari catatan Stanley Karouw :

1. Nilai Teknologi Informasi (IT Value)

Fakta menunjukkan bahwa perusahaan menginvestasikan uangnya utk mengembangkan sistem informasi, membuat aplikasi, dan memasang jaringan komputer karena para pengambil keputusan “percaya” bahwa mereka telah melihat hubungan antara biaya IT dan kinerja perusahaan, yang dapat dinyatakan secara sederhana yaitu: manfaat yg diterima melebihi biaya yang diinvestasikan.

Menurut DR. B. Ranti, manfaat bisnis TI (IT Business Value) dapat dipahami sebagai besaran kontribusi TI untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Selama periode awal perkembangan komputer (sekitar tahun 1950-an), dalam kurun waktu sekitar 30-40 tahun; maka komputer lebih difokuskan “hanya” sebagai alat pengolahan data elektronik dan untuk menjalankan aplikasi spesifik spt. Payroll dan G/L. Pada periode ini, maka manfaat dan biaya mudah dinyatakan dan diukur, misalnya sebagai Pemindahan biaya.

Memasuki periode 2000-an, penggunaan TI telah bergeser dari efisiensi (otomasi), efektivitas (informasi) ke inovasi (transformasi) yang membuat manfaat menjadi lebih intangible sehinggalebih sukar utk dinyatakan dan diukur.
Penilaian Investasi TI tak bisa diacuhkan dan menjadi salah satu isu strategi manajemen.

2. IT Governance Decision Domains (Daerah Keputusan Tata Kelola TI)

  • IT Principles;
    Pernyataan pimpinan mengenai bagaimana Teknologi Informasi dipakai dalam bisnis

  • IT Infrastruktur Strategis
    Strategi mengenai pondasi dasar anggaran kemampuan Teknologi Informasi (baik teknis dan manusia), dibagi melalui perusahaan sebagai pelayanan yang dapat dipercaya, dan dikoordinasikan secara terpusat (seperti. Jaringan, heldesk, data bersama)

  • IT Architecture
    Sekumpulan teknik pilihan yang diintegrasikan dalam rangka menuntun organisasi didalam memenuhi tujuan bisnisnya.

    Arsitektur adalah serangkaian kebijakan dan aturan yang mengurus pemakaian Teknologi Informasi dan mengendalikan alur migrasi ke jalan bisnis yang akan dilakukan (termasuk data, tehnologi, dan aplikasi)

  • Business Aplication Need
    Aplikasi bisnis yang dibutuhkan sehingga perusahaan berusaha untuk mendapatkannya, dengan cara membeli atau membangun.

  • IT Investment and prioritization
    Keputusan mengenai seberapa besar dan dimana Teknologi Informasi akan diinvestasikan, termasuk persetujuan proyek dan teknik-teknik pertimbangan

3. IT Governance Focus Area (Area focus Tatakelola TI) (Source : ITGI)

Beberapa fokus area dalam tata kelola Teknologi Informasi pada sebuah organisasi antara lain :

  • Strategic alignment: fokus pada kepastian hubungan bisnis dan perencanaan Teknologi Informasi: penetapan, pemeliharaan dan validasi usulan nilai tambah Teknologi Informasi; dan keselarasan operasi Teknologi Informasi dengan operasional perusahaan.

  • Value delivery: mengenai pelaksanaan usulan nilai tambah melalui siklus pengantaran, memastikan bahwa Teknologi Informasi memberikan manfaat untuk strategi, konsentrasi pada optimasi biaya dan memberikan nilai tambah dari Teknologi Informasi

  • Resource management: mengenai investasi optimal, dan manajemen yg sesuai, sumberdaya yg kritis: aplikasi, informasi, infrastruktur dan orang. Kunci sukses berkaitan dengan optimasi pengetahuan dan infratruktur.

  • Risk Management: memerlukan kesadaran pegawai senior, pengertian yg jelas mengenai resiko perusahaan, mengerti persyaratan kebutuhan, transparansi resiko bagi perusahaan dan tempelan tanggung jawab manajemen risiko dalam organisasi.

  • Performance measurement: Memonitor penerapan strategi, pemenuhan proyek, penggunaan sumberdaya, proses kinerja, businnes delivery dan penggunaan teknologi informasi itu sendiri.
    Pendekatan yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan IT balanced scorecard.

4. NILAI INVESTASI TI

Nilai investasi TI adalah kemampuan organisasi utk mengidentifikasikan dan mengukur penambahan dampak manfaat dan positif yang berkaitan dengan penerapan TI dalam operasi bisnis.

Proses ini termasuk metode dan alat untuk menghitung secara akurat, menjajaki dan akhirnya menyadari hasil positif bisnis dari investasi TI.

Pimipinan sebuah organisasi mengharapkan adanya perubahan dari fokus belanja (I) Teknologi Informasi ke kebutuhan dimana investasi menghasilkan perbaikan yang nyata dalam bisnis.

5. Kesulitan dalam menilai Investasi Teknologi Informasi

  • Manfaat tidak dapat terukur secara alami
  • Manfaat Teknologi Informasi direalisasikan dalam jangka panjang
  • Strategi dan keuntungan kompetitif sukar utk dihitung
  • Manfaat Teknologi Informasi didalam sebuah perusahaan biasanya tidak berdampak langsung
  • Teori dan teknik yang tersedia sukar untuk memahami dan menangkap nilai dari sistem informasi.

6. Dampak Negatif Investasi Teknologi Informasi

  • Biaya yang dikeluarkan dalam investasi Teknologi Informasi umumnya lebih besar dari yang diantisipasi (source : AT. Kearney, 1987)
  • Teknologi Informasi tidak dihubungkan ke peningkatan produktivitas secara keseluruhan (sumber: OECD)
  • Hanya 31% laporan perusahaan yang memperkenalkan bahwa Teknologi Informasi nya telah sukses (sumber: Amdahl, 1989)
  • 70% user mendeklarasikan bahwa system mereka tidak menjalankan investasi perusahaan mereka (sumber: Romtech,1989)
  • Hanya 24% perusahaan yang mengakui laba modal dari Teknologi Informasi mereka (sumber: Hochstrasser & Grififiths,1990)
  • 20% belanja Teknologi Informasi di sia-siakan dan 30%-40% proyek SI menyadari bukan keuntungan bersih, bagaimanapun ukurannya (sumber: willcock,1991)

7. The Productivity Paradox

Menurut beberapa konsultasn Teknologi Informasi, sukar utk menjelaskan bahwa investasi Teknologi Informasi mempunyai akan berdampak pada penambahan output ataupun gaji pegawai. Pertentangan antara ukuran investasi dalam TI dan ukuran output pada tingkat nasional diuraikan sebagai PRODUCTIVITY PARADOX.

Pertanyan besarnya adalah:

  • Jika Teknologi Informasi tidak meningkatkan produktivitas atau memperbaiki kinerja bisnis, mengapa organisasi menginvestasikan sejumlah uang untuk Teknologi Informasi ?

  • Apakah Teknologi Informasi tidak mempunyai atau memberikan nilai ekonomi yang berarti atau nilai Teknologi Informasi tidak pernak digali secara optimal ?

Pentingnya dukungan teknologi informasi (TI) bagi kelancaran bisnis suatu organisasi atau perusahaan sudah merupakan hal yang lumrah dan dipahami oleh setiap orang.

Tetapi, dukungan seperti apakah yang diharapkan dan apakah investasi teknologi informasi yang saat ini mereka miliki sudah memadai atau apakah mereka sudah melakukan investasi TI yang tepat, masih menjadi tanda tanya besar.

Investasi teknologi informasi , sebagaimana investasi lainnya, merupakan segmen yang menguras biaya dan tenaga. Biaya tidak hanya dihitung mulai dari pengadaan, tetapi terus berlanjut selama pemeliharaan atau selama investasi itu dipergunakan.

Tidak seperti jenis investasi lainnya, seperti gedung perkantoran atau peralatan, investasi teknologi informasi tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang terus berkurang nilainya seiring dengan waktu, karena konteks nilai pada investasi teknologi informasi tidak hanya dapat dipandang sebagai suatu nilai nominal.

Investasi teknologi informasi dapat mendatangkan manfaat terhitung (tangible) dan tidak terhitung (intangible). Manfaat terhitung mungkin dapat diperkirakan, tetapi belum semuanya dapat diperhitungan dengan akurat. Di lain pihak, manajemen harus dapat mempertanggunjawabkan setiap investasi yang dikeluarkan, termasuk investasi di bidang teknologi informasi yang tidak hanya meliputi peralatan, tetapi termasuk juga dengan sistem dan pemanfaatan sistem untuk kebutuhan bisnis [1].

Oleh karena itu, banyak perusahaan yang sudah mulai menyadari pentingnya usaha untuk memperkirakan seberapa besar nilai investasi TI mereka, dalam konteks seberapa jauh investasi tersebut mempengaruhi atau mendukung bisnis dan memberikan nilai tambah bagi bisnis sehingga pihak manajemen dapat menyimpulkan bahwa investasi mereka tidak sia-sia.

Pengukuran Investasi Teknologi Informasi

Masalah yang berhubungan dengan pengukuran nilai TI terbagi menjadi dua katagori yaitu masalah yang terkait dengan manajemen kinerja secara umum, dan masalah yang secara spesifik terkait dengan konteks TI. Masalahnya, ternyata mengukur nilai TI bukanlah hal yang mudah.

Salah satu faktor yang menjadi penyebab kesulitan ini adalah banyaknya metoda atau cara untuk mengukurnya, tanpa ada kesepakatan pada satu cara standar. Setiap konsultan, praktisi atau akademisi memiliki metoda tertentu untuk mengukur nilai TI.

Beberapa model tersebut dirancang khusus untuk sektor tertentu, dan beberapa di antaranya lebih mudah diterapkan dibandingkan yang lain. Kesulitan penilaian atas investasi TI ini dapat disimpulkan dari kutipan salah satu artikel dari majalah Darwin Magazine sebagai berikut [2]:

  • Mengukur nilai investasi IT akan lebih mudah jika penggunaan komputer dapat langsung dikonversikan ke penghematan biaya. misalnya, dengan menggunakan sistem keuangan maka penggunaan komputer dapat mengurangi jumlah tenaga kerja yang diperlukan.

    Sekarang ini, menentapkan nilai untuk TI tidaklah selalu mudah, karena teknologi komputer ada dimana-mana, penggunaan TI tidaklah langsung berhubungan dengan pemangkasan biaya, tetapi diharapkan untuk meingkatkan pendapatan dan keuntungan.

  • Ketika TI telah digunakan di organisasi, mengukur kontribusi langsung terhadap tingkat operasional perusahaan menjadi sangat sulit. karena penghematan biaya, yang terutama berasal dari pengurangan jumlah tenaga kerja dan peningkatan produktivitas, sudah berhasil dicapai pada fase awal siklus pengembangan sistem, dan perusahaan sudah berada pada fase meningkatkan kinerja.

  • Teknologi informasi berevolusi sepanjang waktu, maka kesulitan perhitungan nilai investasi IT juga meningkat, kraena adanya perubahan fokus dari efisiensi klerikal menjadi hal yang lebih luas misalnya keunggulan kompetitif, manajemen pengetahuan dan peningkatan kinerja organisasi.

Kebanyakan masalah biaya dan manfaat TI sulit dihitung, khususnya dalam konteks keuangan tradisional. Kesulitan ini timbul karena biasanya biaya yang berhubungan dnegan investasi TI dapat terhitung (tangible) terjadi di awal, sedangkan manfaat bersifat intangible dan terjadi di akhir atau beberapa waktu setelah implementasi, artinya biaya sudah pasti dikeluarkan sementara manfaatnya belum tentu bisa dihitung.

Tidak seperti halnya investasi fisik lainnya seperti gedung, laboratorium dan lain-laing, nilai aset informasi bersifat lebih volatile (tetap), investasi TI mungkin tidak memiliki nilai strategis pada suatu saat, tetapi dapat menjadi nilai yang sangat strategis di masa mendatang.

Investasi TI tidak mengikuti trend nilai investasi secara umum, yang biasanya diformulkaan dalam pengukuran keuangan tradisional. Kebanyakan ukuran keuangan tidak efektif digunakan untuk mengukur nilai TI.

Secara umum, pengukuran terhadap nilai TI dapat diturunkan melalui empat perspektif utama yang menyatakan perspektif internal dan eksternal, kontrol dan orientasi perubahan, sehingga dapat dihasilkan pola pengukuran yang multifacet.

Empat perspektif tersebut adalah sebagai berikut [3]:

  • Efektifitas: apakah investasi tersebut meningkatkan kualitas? •
  • Efisiensi: apakah investasi membuat sesuatu lebih ccepat atau lebih murah?
  • Fleksibilitas: apakah investasi meningkatkan kemampuan untuk bersikap responsif terhadap perubahan teknologi, institusi maupun lingkungan?
  • Kreativitas: apakah investasi dapat meningkatkan kemampuan untuk memperkenalkan inovasi baru dalam organisasi?

Kebanyakan teknik modern pengukuran nilai TI menggunakan berbagai macam metoda pengukuran yang didasari oleh empat perspektif tersebut.

Organisasi yang berhasil mendapatkan manfaat optimal dari investasi TI mulai merasakan bahwa investasi TI tidak hanya melibatkan komponen teknologi, tetapi juga perubahan bisnis. Keberhasilan atas pengelolaan nilai TI dimulai dari akuntabilitas bersama antara eksekutif pengelola TI dan eksekutif bisnis.

Organisasi yang berhasil mengelola TI biasanya memiliki karakteristik berikut [3]:

  1. Memiliki steering comitee TI yang aktif. Komite ini menjadi penghubung antara eksekutif bisnis dengan eksekutif TI.
  2. Menerapkan manajemen portofolio. Steering komitee menggunakan manajemen portofolio untuk mengevaluasi, menyetujui, membiaya, prioritas dan memonitor investasi TI.
  3. Menggunakan metodologi nilai TI yang standar. Inti manajemen portofolio adalah metodologi nilai It yang standar yang digunakan dalam satu kasus bisnis untuk mengetahui nilai bisnis atas suatu usulan investasi TI.

Referensi :
[1] Bell, Stephen, “Val IT: helping companies add dollar value with ICT”, June, 2006,
[2] Nelson, Mark R, “Assessing and Communicating the Value of IT”, National Assosiation of College Store and ECAR, Research Bulletin
[3] Sward, David, and Lansford, Richard, “Measuring IT Success at the Bottom Line” White Paper, Intel Information Technology, Intel Corporation, April 2007

Sumber :
Wina Witanti, Falahah, VAL IT: Kerangka kerja evaluasi investasi Teknologi Informasi

Sistem informasi dan komunikasi yang efektif merupakan hal yang penting bagi keberhasilan suatu organisasi. Hal tersebut dipicu oleh mudahnya informasi tersebar, ketergantungan organsasi pada informasi dan layanan serta infrastruktur yang menyediakan informasi tersebut, meningkatnya skala dan biaya investasi yang terkait dengan teknologi, baik untuk saat ini maupun yang akan datang, serta potensi teknologi dalam mentransformasikan praktek bisnis dan organisasi.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut, maka manajemen saat ini memerlukan adanya pengelolaan investasi Teknologi Informasi dan proses-proses manajemen yang efektif agar dapat menghasilkan nilai melalui optimalisasi manfaat, dengan biaya yang sesuai dan tingkat risiko yang dapat diterima.

Untuk merepresentasikan kebutuhan organisasi saat ini dalam menanggapi lingkungan bisnis yang dinamis. Dan kedekatannya dengan detail aktivitas yang dilakukan di dalam proses, sehingga pihak manajemen dapat mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan sasaran bisnis tidak tercapai, dan tindakan apa yang perlu mereka lakukan untuk memperbaikinya.

Hal tersebut dapat tercapai dengan menggunakan beberapa ukuran / indikator.

  • Langkah pertama diawali dengan menentukan hal esensial secara kritis yang disediakan untuk menjamin keberhasilan tujuan-tujuan organisasi yang dikenal dengan Critical Success Factor (CSF). Critical Success Factors (CSF) ini didapat dari sasaran bisnis organisasi, dan digunakan untuk mendefinisian hal-hal atau kegiatan penting yang dapat digunakan manajemen untuk dapat mengontrol proses-proses Teknologi Informasi pada organisasinya.

    Untuk memberikan gambaran kepada manajemen apakah proses-proses Teknologi Informasi yang ada telah memenuhi kebutuhan proses bisnisnya digunakan ukuran Key Goal Indicators (KGI).

    Untuk mengetahui kinerja proses-proses Teknologi Informasi yang dilakukan dan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, digunakan Key Performance Indicators (KPI) yang berisi indikator-indikator kapabilitas, pelaksanaan, dan kemampuan sumber daya Teknologi Informasi.

Perancangan Model

Model pengelolaan investasi Teknologi Informasi ini dirancang dengan memanfaatkan prinsif model dinamik, untuk mempelajari pengaruh kebijakan-kebijakan terhadap perilaku sistem.

Output yang dihasilkan adalah usulan kebijakan-kebijakan yang diharapkan dapat memberikan efek perubahan terhadap perilaku sistem nyata sesuai dengan yang diinginkan dan memperbaiki perilaku sistem yang tidak diinginkan.

Kebijakan yang dihasilkan merupakan suatu pernyataan formal yang memberikan kejelasan tentang hubungan antar sumber-sumber informasi dan jalur-jalur keputusan yang dihasilkannya. Dan diusulkan juga prosedur sebagai rencana yang mendefinisikan tata cara pengerjaan suatu kegiatan secara kronologis.

Prosedur ini merupakan penjabaran dari suatu kebijakan yang bersifat relatif terhadap organisasi terkait. Kebijakan dan prosedur lahir dari sasaran organisasi yang dihubungkan dengan domain informasi / informasi yang kritis pada organisasi

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan kerangka COBIT hususnya domain planning and organisation proses Pengelolaan investasi TI.

Rancangan Model Pengelolaan Investasi Teknologi Informasi dapat dibagi menjadi beberapa komponen, antara lain (COBIT) :

SASARAN ORGANISASI

Mengoptimalkan biaya operasional Teknologi Informasi

Critical Success Factors (SCF)-nya adalah :

  • Seluruh biaya Teknologi Informasi diidentifikasi dan diklasifikasi

  • Asset Teknologi Informasi digunakan dengan efektif, adanya pengukuran biaya dan perawatan

  • Perencanaan Teknologi Informasi didefinisikan di dalam masterplan

  • Proses keputusan penyandang dana didefinisi untuk dampak jangka panjang dan jangka pendek, realisasi benefit, kontribusi strategi dan komplien dengan arsitektur teknologi

  • Adanya tanggung jawab manajemen yang transfarant untuk merealisasikan perkiraan biaya

Key Goal Indicator (KGI) nya adalah :

  • [%] menemukan investasi Teknologi Informasi atau kelebihan manfaat Teknologi Informasi berdasar pada return of investment,

  • Biaya Teknologi Informasi yang dikeluarkan [%] dari biaya organisasi dan target yang ditetapkan

  • Biaya aktual Teknologi Informasi [%] dari revenue dan target yang ditetapkan

  • [%] keuntungan bisnis Teknologi Informasi

Key Performance Indicators (KPI) nya adalah :

  • [%] Projek yang menggunakan standar investasi Teknologi Informasi dan budget model

  • [%] Projek dengan bisnis pribadi

  • Review budget terakhir […] bulan Jumlah lag time dalam delay penggunaan teknologi baru

Dengan mengacu pada CSF di atas maka diusulkan kebijakan, prosedur dan hal-hal yang dapat membantu dalam Pengelolaan investasi Teknologi Informasi

I. Seluruh biaya Teknologi Informasi diidentifikasi dan diklasifikasi.

  1. Membuat perencanaan tentang kebutuhan Teknologi Informasi jangka pendek dan jangka panjang
  2. Membuat kebijakan tentang budget Teknologi Informasi yang disediakan
  3. Melakukan pengecekan ulang tentang asset Teknologi Informasi

II. Asset Teknologi Informasi digunakan dengan efektif, adanya pengukuran biaya dan perawatan

  1. Dilakukan monitoring secara langsung terhadap pemanfaatan investasi Teknologi Informasi
  2. Membuat kebijakan tentang jadwal penggunaan investasi Teknologi Informasi
  3. Membuat prosedur penggunaan dan perawatan investasi Teknologi Informasi

III. Proses keputusan penyandang dana didefinisikan untuk dampak jangka panjang dan jangka pendek, realisasi benefit, kontribusi strategi dan complien dengan arsitektur teknologi.

  1. Membuat prosedur yang menggambarkan realisasi benefit

Referensi :

  • COBIT Steering Committee and the IT Governance Institute (2000), COBIT Framework, IT Governance Institute.
  • Lisna Sukmawati, Kridanto Surendro , Pengelolaan Investasi Teknologi Informasi Menggunakan Framework COBIT

Beberapa Alasan Investasi mengapa sebuah perusahaan memerlukan investasi didalam teknologi informasi adalah sebagai berikut :

  • Adanya kebutuhan untuk mempertahankan dan meningkatkan posisi kompetitif
  • Mengurangi biaya
  • Meningkatkan fleksibilitas dan tanggapan

Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang umum, perusahaan berlomba-lomba untuk berinvestasi pada area Teknologi Informasi, walaupun bisnis utama perusahaan tersebut bukanlah bidang Teknologi Informasi.

Diagram dibawah ini dapat menggambarkan bagaimana manajemen investasi di sebuah perusahaan dilakukan.

An IT investment consis of the total life cycle cost of an entire project or project chunk that involves IT,ibcluding the post-project operating cost of the system that was implemented”.
Investasi teknologi informasi terdiri dari total biaya life cycle dari seluruh atau sebagian proyej yang melibatkan IT,termasuk biaya operasional setelah proyek dari sistem yang telah diimplementasikan. Fitzpatrick (2005)

“The investment decisions of allocating all types (i.e.,human, monetary,physical) of resources to an MIS”.
Investasi teknologi adalah suatu keputusan investasi dalam mengalokasikan semua jenis sumber daya (termasuk manusian dan uang) untuk manajemen sistem informasi. Schniederjans dan Hamaker (2004)

Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi TI adalah keputusan yang diambil organisasi untuk meningkatkan sumber daya dari pengeluaran biaya yang nyata dari TI dengan harapan manfaat dari pengeluaran tersebut mencapai nilai apa yang diharapkan.

Tujuan dan Manfaat Investasi Teknologi Informasi

Menurut Indrajit (2004) tujuan dari investasi Teknologi Informasi adalah sebagai berikut :

  • Kategori pertama adalah karena alasan kelangsungan hidup perusahaan atau bisnis itu sendiri, dalam arti kata adalah bahwa perusahaan melihat bahwa keberadaan teknologi informasi di dalam bisnis terkait sifatnya adalah mutlak. Contohnya adalah perusahaan semacam bank retail, hotel kelas atas (bintang lima), transportasi penerbangan dan lain sebagainya yang “tidak mungkin” dapat bertahan lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa diperlengkapi oleh teknologi informasi.

  • Kategori kedua adalah perusahaan yang hendak melakukan investasi karena alasan ingin memperbaiki efisiensi. Diharapkan dengan diimplemetasikannya teknologi informasi dalam sejumlah bidang atau aktivitas tertentu,maka akan dilakukan proses reduksi atau optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber daya perusahaan, seperti manusia, waktu, biaya, material, dan asset dan lain sebagainnya.

  • Kategori ketiga adalah tujuan investasi untuk memperbaiki efektivitas usaha, dalam arti kata melakukan apa yang diistilahkan sebagai do the right thing. Contoh penerapan aplikasi teknologi informasi terkait dengan hal ini adalah menerapkan sistem pengambilan keputusan (Decision Support System), membangun data warehause untuk keperluan business intelligence, mengembangkan situs electronic commeree, dan lain sebagainya.

  • Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan keunggulan kompetitif (competitive advantage leap) agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan mengembangkan teknologi yang perusahaan lain belum dimiliki.

  • Kategori terakhir adalah suatu bentuk investasi yang dilatarbelakangi oleh peranan teknologi informasi sebagai salah satu perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi sebuah perusahaan di era global ini.

Menurut Indrajit (2004) manfaat investasi Teknologi Informasi adalah:

  • Mereduksi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (cost displacement).
  • Menghindari biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (cost avoidance).
  • Memperbaiki kualitas keputusan yang diambil (decision analysis).
  • Menghasilkan dampak positif yang akan diperoleh perusahaan (impact analysis)

Manfaat Tangible dan Intangible

1. Manfaat Berwujud (tangible benefit)

Manfaat penerapan sistem informasi dapat dilihat pergerakannya melalui pendapatan yang diraih serta biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Indikator dari keberhasilan/manfaat yang berdampak pada peningkatan pendapatan adalah meningkatnya penjualan dalam pasar yang sudah ada serta perluasan ke pasar yang baru.

Sistem informasi yang baik dapat digunakan tidak hanya untuk penyimpanan data secara elektronik saja tetapi harus mampu mendukung proses analisis yang diperlukan oleh manajemen. Sehingga dengan dukungan sistem informasi yang baik maka dapat diperoleh informasi yang akurat, terpercaya, mutakhir dan mudah diakses mengenai kondisi penjualan perusahaan.

Dengan adanya laporan yang tersaji dengan cepat dan setiap saat dapat diakses tersebut maka keputusan-keputusan yang diambil pun dapat lebih cepat dan presisi terhadap dinamika pasar yang ada.

Dari sisi pengurangan biaya dapat dilakukan analisis faktual atas pengurangan jumlah sumber daya manusia yang dilibatkan dalam bisnis, pengurangan biaya operasional seperti pasokan maupun overhead, pengurangan barang/material dalam stok gudang, pengurangan biaya pemeliharaan dan penyediaan perlengkapan yang tidak terlalu mahal.

Contoh dari pengurangan jumlah sumber daya manusia adalah dalam proses pencatatan transaksi keuangan. Jika sebelumnya proses di akunting harus dikelola minimalnya oleh lima orang maka dengan implementasi SIA (sistem informasi akuntansi) yang baik cukup dikerjakan oleh satu orang saja. Hal ini disebabkan dengan SIA yang terintegrasi maka setiap proses pembukuan dapat diproses langsung dari masing-masing bagian terkait tanpa harus melalui proses pengisian ulang data. Selain itu secara otomatis dengan penerapan SIA maka laporan-laporan keuangan dapat disajikan berdasarkan data-data transaksi tersebut tanpa re-entry.

2. Manfaat Tak Berwujud (intangible benefit)

Dengan sifatnya yang tidak berwujud, manfaat-manfaat ini seringkali terabaikan atau tidak terdeteksi. Padahal manfaat tak berwujud inilah yang sering menjadi titik kritis pada jalannya roda bisnis sebuah perusahaan, yaitu:

  1. Peningkatan kepuasan konsumen
    Apabila Anda datang ke sebuah toko swalayan, toko mana yang kira-kira akan Anda pilih sebagai tempat berbelanja, toko yang waktu antrian di kasirnya lebih singkat atau sebaliknya? Tentunya Anda akan memilih yang waktu antriannya paling singkat sekalipun mungkin harus membayar sedikit lebih mahal dibandingkan dengan toko kedua. Ternyata toko pertama sudah menerapkan sistem informasi penjualannya yang lebih cepat dalam pemrosesan dan kemudahan pemasukan datanya.

  2. Peningkatan kepuasan karyawan
    Dalam operasional bisnis sehari-hari seringkali muncul dari pihak karyawan yang merasa haknya tidak terpenuhi seperti misalkan insentif lemburnya. Ternyata hal ini terjadi akibat kesalahan perhitungan pihak manajemen yang masih melakukannya secara manual atau dengan sistem pemasukan ulang data. Padahal jika misalkan perusahaan menyediakan sistem absensi yang terintegrasi dalam sistem informasi kepegawaian dan SIA maka secara otomatis dapat dibuat laporan insenstif yang lebih akurat dan benar.

  3. Peningkatan mutu dan jumlah informasi
    Dengan lengkapnya informasi yang dimiliki perusahaan, maka pihak manajemen akan bertindak lebih responsif terhadap perubahan dan tren di masa depan. Penerapan sistem informasi yang baik tentunya akan menghasilkan laporan-laporan hasil kompilasi data yang dikelola oleh database yang berkualitas serta menyeluruh. Hal tersebut dapat diwujudkan karena setiap proses pembuatan laporan tersebut dieksekusi secara otomatis oleh mesin komputer.

  4. Peningkatan mutu dan jumlah keputusan manajemen
    Setiap pengambilan keputusan oleh pihak manajemen sangat bergantung kepada informasi yang mendukung keputusan tersebut. Hal tersebut hanya dapat terwujud jika sistem informasi dapat menyajikan informasi yang relevan, akurat, terkini dan dapat diambil setiap saat.

  5. Peningkatan efisiensi dan keluwesan operasional
    Dengan peningkatan efisiensi serta keluwesan operasional maka akan semakin rendah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk operasional. Hal tersebut dapat dicapai karena dipangkasnya rantai birokrasi dalam perusahaan setelah implementasi sistem informasi yang baik.

  6. Peningkatan mutu komunikasi internal dan eksternal
    Penerapan sistem informasi yang baik menyebabkan setiap pihak baik di dalam maupun di luar perusahaan dapat bertukar informasi secara lebih efektif dan efisien…

  7. Peningkatan mutu pengendalian dan pengawasan
    Dengan sistem informasi yang didesain serta dipelihara dengan baik maka setiap aktivitas di dalam lingkungan bisnis dapat terus-menerus dipantau yang akan menyebabkan peningkatan pengendalian atas setiap prosedur dan kegiatan yang terjadi di dalam perusahaan.

Investasi TI sebagai biaya yang berhubungan dengan perolehan komputer, komunikasi, perangkat lunak, jaringan dan personil untuk mengelolah dan mengoperasikan sistem informasi manajemen. Weill dan Olson (1989)

Proses investasi teknologi informasi terdiri dari tiga tahap fundamental yaitu tahap seleksi, kontrol, dan evaluasi.

  • Selama tahap seleksi, suatu organisasi menyeleksi investasi teknologi informasi yang paling mendukung kebutuhan-kebutuhan misinya, mengindentifikasi, menganalisis resiko, dan pengembalian tiap investasi sebelum mendanai investasi tersebut.

  • Selama tahap kontrol, organisasi memastikan bahwa inplementasi investasi teknologi informasi tersebut masih sejalan dengan perencanaan proyek. Setiap ada penambahan biaya investasi, proyek tetap berlangsung selama masih sesuai misinya, dan pada tingkat biaya serta resiko yang telah diperkirakan.

  • Selama tahap evaluasi, realisasi, dan hasil dibandingkan dengan perencanaan yang sebelumnya dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menilai pengaruh investasi pada kinerja misi, mengidentifikasi perubahan atau modifikasi yang diperlukan terhadap investasi, dan memperbaiki proses manajemen investasi berdasarkan pengalaman. Investasi teknologi informasi merupakan keputusan yang diambil oleh organisasi untuk meningkatkan sumber daya dari pengeluaran biaya yang nyata dari teknologi informasi dengan harapan manfaat dari pengeluaran tersebut mencapai nilai dari apa yang diharapkan.

Manajemen merupakan proses dalam membuat suatu perencanaan, pengorganisisasian, pengendalian serta memimpin berbagai usahda dari anggota entitas/organisasi dan juga mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang ditetapkan” Stoner

Mengapa kita membutuhkan manajemen investasi teknologi informasi ?

Banyak perusahaan saat ini melakukan investasi yang cukup besar di bidang Teknologi Informasi (TI) dengan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini menunjukkan besarnya kepedulian akan pentingnya penggunaan TI untuk mencapai tujuan perusahaan.

Memang apabila dilihat dari perkembangannya yang sangat pesat, penggunaan TI mulai dari sistem manajemen yang sederhana sampai yang terintegrasi seperti Enterprise Resource Planning (ERP), sangat menjanjikan keuntungan-keuntungan bagi perusahaan yang menggunakannya.

Namun ternyata besarnya investasi bidang TI ternyata tidak serta merta berbanding lurus dengan hasil yang diharapkan, sebagaimana sering didengung-dengungkan. Banyak perusahaan yang telah melakukan investasi TI tidak mengetahui apa hasil dan manfaat dari investasi tersebut bagi perusahaan.

Hal ini diperkuat juga oleh laporan yang dikeluarkan oleh IT Governance Institute (ITGI) bahwa beberapa masalah yang dihadapi oleh perusahaan terkait dengan TI antara lain biaya yang tinggi namun ROI (Return on Investment) yang rendah dan tidak adanya keterkaitan antara strategi bisnis dan TI.

Apabila hal ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan para pemangku kepentingan (Stakeholders) terhadap pentingya investasi TI. Hal ini lumrah terjadi bila berulangkali TI gagal membuktikan janji-janjinya.

Menurut iValueIT Consulting, terdapat beberapa hal yang mengakibatkan investasi TI gagal memberikan benefit yang dijanjikan, antara lain:

1. Kurangnya kepemimpinan di bidang TI

Sebagaimana dalam bidang lainnya, kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting. Semakin besar dan kompleks sebuah perusahaan maka semakin penting juga kepemimpinan itu. Tanpa kepemimpinan yang kuat dan dan tepat maka inisiatif TI niscaya sulit untuk secara efektif berdampak signifikan bagi perusahaan. Tanpa kepemimpinan, inisiatif TI sulit untuk diorganisir sehingga yang akan terjadi adalah kekacauan yang berdampak pada gagalnya inisiatif tersebut.

Kepemimpinan pun sangat berkaitan dengan otoritas yang melekat padanya. Tanpa otoritas yang memadai maka setiap inisiatif dan program TI yang seringkali bersifat lintas sektoral/divisi/departemen/bagian akan menemui kendala yang sulit untuk dihindari.

2. Investasi TI tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis

Sering kita mendengar ada perusahaan yang melakukan peremajaan komputer hampir tiap tahun dimana perangkat komputernya senantiasa diperbaharui agar sesuai dengan teknologi terkini. Ada juga perusahaan yang mengeluarkan biaya yang sangat besar hanya untuk mengikuti tren penggunaaan sebuah sistem tertentu.

Banyak perusahaan yang melakukan investasi bukan berdasarkan kebutuhannya melainkan sekedar mengikuti tren yang sedang berlaku. Banyak juga perusahaan yang menjiplak mentah-mentah investasi yang dilakukan kompetitornya, tanpa memedulikan apakah investasi tersebut sesuai atau tidak dengan kebutuhan ataupun kondisi spesifik perusahaannya.

Memang tren dan benchmarking merupakan hal yang penting guna memberi masukan tentang posisi perusahaan kita dibandingkan dengan kompetitor, namun karena tujuan, visi, misi dan kondisi masing-masing perusahaan biasanya berbeda-beda, maka kebutuhannya pun berbeda-beda pula.

Investasi TI seharusnya dilakukan berdasarkan penilaian/assessment terhadap tujuan, visi, misi, harapan dan kondisi eksisting perusahaan tersebut. Dengan demikian diharapkan investasi yang dilakukan memang dapat meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan, visi dan misi perusahaan tersebut.

Investasi TI yang tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis juga dapat menyebabkan investasi TI menjadi sia-sia karena setelah dibuat tidak digunakan karena (mungkin) memang tidak diperlukan oleh perusahaan tersebut.

3. Manajemen Proyek TI tidak dikelola dengan baik

Setiap inisiatif TI biasanya diwujudkan dalam bentuk proyek-proyek. Seringkali proyek-proyek ini dikelola dengan tidak memadai sehingga sering terjadi proyek TI yang melebihi anggaran dan/atau melebihi jadwal penyelesaian yang telah ditetapkan.

Prinsip-prinsip manajemen proyek yang baik tentunya perlu dikuasai dan menjadi acuan bagi setiap manajer proyek agar setiap masalah dan rintangan yang dialami selama proyek implementasi TI ini dapat diatasi dengan baik.

4. Kurangnya pengelolaan atas perubahan (Change Management)

Setiap penerapan sistem TI yang baru tentunya menimbulkan perubahan-perubahan di perusahaan yang bersangkutan. Kegagalan implementasi sistem ERP misalnya, sering terjadi bukan karena teknologi ERP kurang bagus/canggih, tetapi karena kurangnya pengelolaan atas perubahan yang terjadi, sehingga perusahaan yang akan menerapkan sistem ERP tersebut tidak siap dan akhirnya mengalami kegagalan.

Untuk memastikan perubahan yang terjadi tidak berdampak negatif bagi perusahaan maka perubahan-perubahan tersebut perlu dikelola dengan baik. Manajemen Perubahan (Change Management) memastikan setiap perubahan mengalami proses perencanaan dan evaluasi sebelum diterapkan, sehingga risiko-risiko negatif sebagai akibat penerapan perubahan tersebut dapat diminimalisir.

5. Investasi TI hanya sebatas pengadaan TI

Pandangan bahwa investasi TI berarti pengadaan TI merupakan hal yang sering dijumpai. Padahal jelas bahwa implementasi TI tidaklah sama dengan pengadaan barang atau jasa yang lainnya. Implementasi TI biasanya melibatkan orang dan juga proses. Kegagalan investasi TI dalam memberikan value kepada perusahaan selama ini terjadi antara lain karena anggapan bahwa implementasi TI identik dengan pengadaan TI, sehingga akibatnya setelah sistem TI tersebut diterapkan/dipasang, ternyata penggunanya belum siap untuk menggunakannya dan/atau proses bisnis yang baru belum disosialisasikan dengan baik.

Untuk memastikan bahwa TI dapat memberikan manfaat dan value bagi bisnis dan tercapainya tujuan perusahaan maka hal-hal tersebut di atas perlu mendapatkan perhatian. Disinilah pentingnya tata kelola TI (IT Governance) dimana perusahaan tidak hanya melakukan pengadaan sistem TI tetapi juga bagaimana membangun tata kelola terhadap sistem TI tersebut sehingga TI dapat memberikan value bagi bisnis.

Tata kelola TI dengan fokus pada keselarasan TI dengan bisnis perusahaan, value delivery, manajemen sumber daya, risiko dan kinerja TI dapat memastikan investasi TI yang dilakukan tidak sia-sia dan dapat memberikan value bagi bisnis dan pada saat yang sama dapat menekan dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan TI di perusahaan.

Tata kelola TI yang tepat diyakini sebagai jawaban untuk memastikan bahwa investasi TI benar-benar dapat mendukung pencapaian bisnis perusahaan dan sebaliknya bahwa tanpa Tata Kelola TI yang tepat maka investasi TI sangat berpotensi pada kegagalan.